Mohon tunggu...
Siti Khusnul Khotimah
Siti Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis buku A Good Change: sebuah penerapan filosofi Kaizen bagi yang sedang berada di titik terendah. Menulis seputar Self-Improvement, Growth Mindset, dan Tips Penunjang Karir. Yuk berkawan di IG dan TT @sitikus.nl ✨ Salam Bertumbuh 🌻🔥

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Peluang dan Tantangan Kerja Digital di Sistem Konvensional

27 Juni 2024   15:34 Diperbarui: 30 Juni 2024   18:02 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komentar dari Kompasianer (Dok. penulis)

Kemarin, artikel saya yang berjudul "Mengintip Kerja Digital di Ruang Konvensional" terpilih sebagai Artikel Utama untuk Topik Pilihan "Ruang Kerja Bersama Gratis".

Sejumlah komentar menyebut artikel tersebut relevan dengan kondisi tenaga kerja digital yang "terpaksa" berlama-lama di tempat publik karena minimnya fasilitas co-working space yang nyaman.

Salah satu komentar dari Kompasianer Mas Badar juga menambahkan perspektif kerja digital dari sudut pandang perusahaan. Bagaimana suatu perusahaan mengatasi resistensi dari karyawan yang terbiasa dengan sistem kerja konvensional?

Komentar dari Kompasianer (Dok. penulis)
Komentar dari Kompasianer (Dok. penulis)

Pertanyaan yang menarik! Dalam perspektif kerja digital, saya sendiri cenderung berfokus masalah yang mungkin dialami pekerja digital. Misalnya, minimnya fasilitas umum dengan konsep co-working space. Namun, Mas Badar memiliki perspektif lain yang tidak ada salahnya untuk dikulik lebih dalam.

Seperti apa kondisinya, jika karyawan itu sendiri yang tidak bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi?

Pada kasus ini, saya harus memposisikan diri sebagai pemilik perusahaan yang berorientasi ke depan. Sebagai pengambil keputusan di perusahaan tersebut, saya harus melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mungkin menghambat pertumbuhan perusahaan. Saya mencoba dengan Analisis SWOT.

Ilustrasi melakukan analisis SWOT (sumber: pexels.com/lukas)
Ilustrasi melakukan analisis SWOT (sumber: pexels.com/lukas)

Strength (Kekuatan)

Digitalisasi yang makin moncer diterapkan ke semua lini kehidupan manusia adalah upaya mencapai efisiensi kerja. Ke depannya, proses industrialisasi dapat berjalan secara auto-pilot sehingga para pekerja dituntut untuk mengasah skill pada bidang digital yang membuka peluang baru.

Namun, kekuatan digital seringkali tidak dilihat sebagai inovasi bagi karyawan. Dalam benaknya, inovasi berarti serangkaian kerja rodi dengan upah alakadarnya. Sehingga, karyawan akan memandang AI (artificial intelligence) sebagai realitas yang mengancam posisinya. Dengan begitu, kemampuan praktikal di bidang digital tidak menjadi daya tarik karyawan yang resisten.

Instalasi teknologi digital akan percuma jika mindset karyawan belum memahami visi perusahaan secara utuh.

Perusahaan memproyeksikan potensi digital sebagai tumpuan dari pertumbuhan ekonomi mapan. Tentu, bayangan percepatan proses pra-produksi, produksi, hingga pasca produksi dapat meningkatkan profit apabila dihitung secara kalkulatif. 

Semakin banyak jumlah barang yang diproduksi dalam suatu waktu, maka semakin mudah meningkatkan pendapatan.

Artinya, perusahaan harus fair dalam memperlakukan karyawan dengan digital skill dan karyawan yang tidak memilikinya. Berikan apresiasi pada karyawan yang menunjukkan sikap siap berkembang guna selaras dengan misi perusahaan. Teorinya kan seperti itu, lalu bagaimana dengan kekurangannya?

Weakness (Kelemahan)

Kembali ke artikel berjudul "Mengintip Kerja Digital di Ruang Konvensional" yang memaparkan kelemahan ruang konvensional sebagai wadah bagi pekerja digital. Perspektif perusahaan dalam ini, tentunya menyangkut sumber daya manusia (SDM) yang resisten terhadap perkembangan teknologi.

Saya punya pengalaman terkait hal ini. Pernah di masa pandemi, saya berusaha memperkenalkan cara "menulis digital" pada rekan yang mempertanyakan keberhasilan saya dari tulis-menulis. Saya ajarkan selangkah demi langkah secara perlahan dan sabar. Namun, setelahnya rekan tersebut justru tidak melakukan apa yang telah saya berikan.

"Susah sekali ya, kalau kamu kan enak sudah terbiasa menggunakannya, jadi mudah saja buatmu."

Tentu ini menjadi PR apabila di kemudian hari saya memimpin perusahaan dan mendapat respons yang sama dari karyawan. Kalimat "kamu mah enak..." merupakan penyangkalan sejak dalam pikirannya yang tidak mau berusaha lebih keras.

Sebagian orang menganggap kerja digital adalah "bermain gadget yang menghasilkan". Padahal, diperlukan lebih dari sekadar skill dan jam terbang yang tinggi. Mengetahui sulitnya bekerja digital, karyawan sekalipun akan malas meng-upgrade diri karena itu bukan passion mereka.

Kenyataan di lapangan memang sepahit itu. Tapi, tenang saja! Realitas virtual ini punya peluang bagi siapapun yang mau bertumbuh.

Opportunity (Peluang)

Selalu ada jalan keluar bagi setiap masalah. Jika masalahnya adalah tenaga kerja yang berkemampuan rendah terhadap bidang digital. Mengapa tidak mengadakan pelatihan secara berkala?

Terkadang pemikiran kita hanya terbatas pada kepentingan pribadi. Sebagai pemilik perusahaan, tentu hanya memperhitungkan keuntungan semata. Namun, penting juga untuk mengamati talenta karyawan yang cocok dengan perkembangan digital saat ini.

Cara yang paling tepat dalam memanfaatkan peluang ini, yaitu: adakan pelatihan kemampuan digital bagi karyawan.

Sederhana, namun yang paling riskan. Sesuai dengan uraian di atas, jika potensi digital hanya menjadi fokus perusahaan dan tidak melibatkan karyawan dalam pengembangannya. Otomatis, pemberdayaan karyawan melalui metode apapun tidak akan efektif.

Kurangnya pengetahuan karyawan terhadap pentingnya digitalisasi harus dijembatani dengan serangkaian pendekatan, salah satunya pendekatan inklusif. Pelatihan, seminar, workshop akan terasa percuma jika karyawan tidak memahami goals dari pembelajaran mereka.

Sehingga, sebaik-baiknya peluang adalah yang dapat mempertemukan semua kepentingan. Namun, adakah peluang tanpa tantangan di baliknya?

Threats (Tantangan)

Dalam konteks SWOT, Threats seringkali diartikan sebagai ancaman. Sebagai pemimpin perusahaan yang berpandangan positif, ancaman dapat berarti tantangan perusahaan menghadapi sikap resisten karyawan.

Hal yang paling jelas terlihat, menurunnya produktivitas karyawan yang mempengaruhi banyak aspek dalam performa perusahaan. Langkah yang harus diambil ialah sikap terbuka (openess) perusahaan untuk mendengar karyawan dari hati ke hati.

Apabila langkah tersebut gagal dilakukan perusahaan, tentu memicu gelombang resign yang tinggi. Jika ini dilihat sebagai ancaman, maka perusahaan akan segera gulung tikar. Namun, jika ini terlihat sebagai tantangan yang harus dilalui, maka ini merupakan awal yang baik untuk menyaring talenta muda baru yang ingin bertumbuh bersama.

Demikian jika konteks analisis SWOT diterapkan pada diri sendiri dalam memaknai arus digitalisasi saat ini.

Apa kekuatan terbesar kita?

Apa kelemahan terbesar kita?

Apa peluang yang bisa kita manfaatkan?

Apa tantangan yang harus kita hadapi?

Sekian artikel ini, silakan direnungkan :)

***

Share jika artikel ini bermanfaat!

Follow @sitikus.nl bantu kamu terus bertumbuh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun