"Ibu percaya dengan konsep rezeki. Kalau kita cuma punya satu gelas, lalu Allah memberi rezeki sebanyak satu ember---pasti akan tumpah dan mubazir. Yang tersisa ya hanya satu gelas."
Aku memandang Bu Lasmini dengan perasaan terkoyak. Tidak mudah bersikap bijak saat kita berada di kondisi yang serba kekurangan.
"Begitupula jika kita punya satu ember, tetapi rezekinya satu gelas umumnya orang akan mengeluh karena merasa kurang. Padahal jika bersabar dan bersyukur, siapa tahu Allah memberikannya tidak langsung satu ember. Walaupun segelas, bisa jadi sering sampai penuh satu ember."
Aku terenyuh mendengarnya. Merinding melihat sosok di hadapanku begitu tegar menghadapi kerasnya kehidupan. Kadangkala aku malu karena belum bisa setabah Bu Lasmini dalam menerima takdir yang sudah digariskan.
Ingin rasanya aku memeluk Bu Lasmini dan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Bermula dari beliau menawarkan rehat di warungnya 3 tahun lalu, menjadi awal dari semua pelajaran berharga yang aku terima.Â
Kini setiap aku melihat beliau, seolah senyumnya mengisyaratkan "semua akan baik-baik saja". Serasa air mataku mudah menetes saking terharunya meresapi makna dari setiap kisahnya. Beliau mengajarkan dalamnya makna syukur di zaman yang begitu transaksional---yang menganggap bahwa kepemilikan uang adalah segalanya.
***
Terima kasih sudah membaca sampai akhir :)
Tinggalkan jejak berupa like, komen, dan share yaa~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H