"Emang ada yang mau baca?"
Meski mendapat cibiran dari lingkup terdekat, aku tetap menulis.
Menulis sudah lekat dengan keseharianku yang juga suka membaca. Aku suka menuliskan pendapat tentang apa saja yang memang relevan dengan ketertarikanku. Menulis pula caraku healing dan mencapai relaksasi pikiran yang tidak mampu diungkapkan lewat bahasa verbal.
Banyak kesalahpahaman terjadi, saat seorang penulis merasa gagal karena tulisannya tidak banyak dibaca orang.
Pemikiran bahwa "menulis bukan bakat saya" akhirnya menjadi pernyataan yang justru jadi bumerang. Kita gak akan bisa menulis dengan terampil, jika mindset kita belum siap diajak berkembang.
Ada pembaca memberi kritik, kita lari.
Ada penulis lain yang menyanggah, kita sembunyi.
Ada editor yang membuka peluang, kita minder duluan.
Insecure. Rasanya tulisan kita nggak bagus-bagus amat. Mindset yang belum siap justru membuat kita selalu terjebak dalam zona nyaman. Iri melihat pencapaian orang lain, tapi gak mau beranjak dan mulai berbenah.
Padahal, platform sebagus Kompasiana sudah memberi ruang bagi ide-ide kreatif agar dapat dieksplorasi seluas-luasnya. Berbagi perspektif diskusi dan silang pendapat dalam Topik Pilihan. Meningkatkan jangkauan pembaca melalui program Infinite. Menghubungkan ketertarikan satu dengan Kompasianer lain dalam Komunitas. Bertukar cerita inspiratif dan informatif pada program Lestari.
Sebagai penulis, seharusnya kita merasa tergugah untuk terus menuliskan apapun keresahan yang melanda.