Memang, aku hanya melihat tante sekilas di acara yasinan tadi. Setelahnya tante seperti terburu-buru, katanya ada urusan mendadak. Tidak ada yang dapat menahan tante dari kesibukannya, sekalipun itu rasa dukacita terhadap orangtuanya.
"Makanya Ibu menyesal sekali karena jarang menengok kakek-nenekmu di sini."
Ibu sudah kembali terisak. Mungkin rasa sesal itu memburunya di dalam hati, sebagai anak yang tinggal jauh dari rumah orangtuanya.
"Seandainya waktu bisa diputar, Ibu mau bilang apa pada nenek dan kakek?"
Ibu terhenyak dari sedihnya dan menatapku dengan tatapan kosong. Sepertinya Ibu sedang menerawang jauh ke dalam benaknya, mencari sisa-sisa penyesalan dan memori indah bersama orangtuanya.
"Jika masih ada kakek dan nenekmu di sini ..."
Ibu terdiam lama sekali, seperti ada yang tersangkut di tenggorokannya.
"Ibu cuma mau bilang, terima kasih dan maaf. Terima kasih untuk setiap pengorbanannya, dan maaf, Ibu belum sempat membalas dengan memberi mereka kebahagiaan."
Aku tertegun. Kalimat Ibu sederhana, namun menyentuh sanubariku. Aku mengingat kembali wajah-wajah sendu di acara pengajian tadi. Setiap orang sepertinya dapat merasakan kesedihan yang sama dalamnya dengan rasa kehilangan di hati Ibuku.
Jika aku berkesempatan untuk menemui kakek dan nenek di penghujung nafasnya yang terakhir, aku akan bertanya. "Berapa harga 1 kebajikan bagi mereka?"
Bahkan Ibuku sendiri merasa tidak akan pernah bisa membalas cinta dan kasih dari orangtuanya.