Kasus kematian spesies laut akibat sampah laut semakin bertambah dalam beberapa tahun ini. Kasus terbaru dalam beberapa pekan terakhir adalah penemuan bangkai seekor paus sperma di pesisir Desa Kapota Utara, Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada Minggu (18/11/2018). Paus sperma (Physeter macrocephalus) berukuran panjang 5,5 meter dan lebar 437 cm ditemukan dalam keadaan mati dan sudah mulai membusuk. Meskipun penyebab kematiaannya belum diketahui pasti, tetapi sampah dengan berat basah 5,9 kg diduga sebagai penyebab utama kematian mamalia yang termasuk dalam daftar dilindungi tersebut. Berikut adalah infomasi singkat tentang paus sperma.
Taksonomi
Paus sperma (Physeter macrocephalus) diklasifikasikan termasuk ke dalam kerajaan Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Cetartiodactyla, famili Physeteridae, genus Physeter, spesies Physeter macrocephalus. Paus sperma (Physeter macrocephalus) adalah hewan terbesar dalam kelompok paus bergigi sekaligus merupakan hewan bergigi terbesar di dunia. Paus sperma dinamakan demikian karena bahan putih susu spermaceti yang terdapat pada bagian kepala paus sperma. Kepala paus sperma yang besar menjadi ciri khas spesies ini, terutama pada jantan, kepala bisa mencapai sepertiga panjang badannya. Nama spesies macrocephalus diambil dari bahasa Yunani yang berarti kepala besar. Kulit punggung paus sperma berkerut dan berbeda dengan kulit halus pada kebanyakan paus besar lain.
Morfologi
Paus sperma memiliki ukuran yang sama antara jantan dan betina saat lahir. Paus sperma mengalami dimorfisme saat dewasa, dengan jantan dewasa berukuran hingga 20,5 meter dan beratnya mencapai 57.000 kilogram atau 30% hingga 50% lebih panjang dan tiga kali lebih besar dari betina. Lubang pernapasan (blowhole) terletak berdekatan dengan bagian depan kepala dan condong ke kiri (jika dilihat dari arah yang sama dengan paus). Hal ini menimbulkan semprotan lebat yang mengarah ke depan. Paus sperma mempunyai 20-26 pasang gigi kerucut pada rahang bawah mereka. Setiap gigi bisa mempunyai berat sampai satu kilogram.
Siklus Hidup dan Reproduksi
Paus sperma dapat hidup 70 tahun atau lebih. Paus sperma adalah salah satu contoh utama dari spesies dengan tipe seleksi K, yang berarti strategi reproduksi mereka terkait dengan kondisi lingkungan yang stabil dan terdiri dari tingkat kelahiran yang rendah, bantuan induk yang signifikan terhadap keturunan, kematangan lambat, dan berumur panjang.
Betina menjadi subur pada usia sekitar 9 tahun. Gestasi membutuhkan 14 hingga 16 bulan dan menghasilkan satu anak. Betina yang matang secara seksual melahirkan setiap 4 hingga 20 tahun sekali. Laktasi berlangsung selama 19 hingga 42 bulan. Seperti halnya paus lain, susu paus sperma memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan mamalia terestrial: sekitar 36%, dibandingkan dengan 4% dalam susu sapi. Susu paus sperma memiliki kandungan energi sekitar 3.840 kkal/kg, dibandingkan dengan hanya 640 kkal/kg dalam susu sapi. Anak paus sperma dapat diizinkan untuk menyusu dari betina selain ibu mereka.
Jantan menjadi dewasa secara seksual pada 18 tahun. Setelah mencapai kematangan seksual, jantan pindah ke garis lintang yang lebih tinggi, di mana air lebih dingin dan makan lebih produktif. Betina tetap berada di garis lintang bawah. Jantan mencapai ukuran penuh mereka pada sekitar usia 50 tahun.
Habitat dan Ekologi
Paus sperma termasuk spesies yang paling kosmopolitan di laut terbuka. Paus sperma dapat ditemukan di hampir semua perairan laut dengan kedalaman lebih dari 1.000 m yang tidak tertutup es, kecuali di Laut Hitam dan mungkin Laut Merah. Jalan masuk yang dangkal ke Laut Hitam dan Laut Merah mungkin menjelaskan ketidakhadiran spesies ini. Lapisan bawah Laut Hitam juga bersifat anoxic dan mengandung konsentrasi tinggi senyawa belerang seperti hidrogen sulfida. Di beberapa daerah, khususnya di bagian barat Atlantik Utara, paus sperma, terutama jantan, dapat ditemukan di perairan dangkal. Paus Betina dan paus muda terbatas pada perairan di garis lintang lebih rendah dari 40-50 derajat dan ke daerah di mana suhu permukaan laut lebih besar dari 15 derajat Celcius. Paus Sperma umumnya lebih banyak di daerah-daerah dengan produktivitas primer yang relatif tinggi, meskipun ada beberapa pengecualian, seperti Laut Sargasso dan pusat pilin Pasifik Utara. Paus sperma juga dapat ditemukan di perairan Indonesia karena kondisi perairan Indonesia juga sesuai untuk habitat paus sperma baik dari segi kondisi lingkungan dan dari segi ketersediaan sumber pakan. Namun, di beberapa daerah seperti di sepanjang perairan pantai Australia selatan, paus sperma telah dianggap punah secara lokal.
Meskipun paus sperma terancam perburuan, spesies tersebut tersebar sangat luas secara global, dan mangsa utama paus ini yakni cumi-cumi laut dalam, belum menjadi target utama penangkapan. Oleh karena itu, populasi paus sperma yang tersisa cukup besar sehingga status konservasi spesies ini dinilai berkategori lebih rentan daripada terancam punah. Spesies ini ditetapkan menjadi jenis yang dilindungi melalui Permen LHK No. 20 Tahun 2018. Penetapan status perlindungan ini menjadi upaya pemerintah Indonesia menjaga kelestarian jenis ini dari ancaman kepunahan.
Mengingat kasus kematian spesies laut akibat sampah laut semakin bertambah dalam beberapa tahun ini, kita juga wajib merespon masalah ini dengan segera untuk mencegah dan mengurangi risiko yang lebih buruk pada masa mendatang. Setidaknya, kita sebagai masyarakat tidak mengkonsumsi atau menangkap hewan-hewan yang dilindungi. Selain itu, kita juga perlu meminimalisir penggunaan plastik atau bahan yang sulit terdegradasi oleh alam. Kita juga dapat memilah sampah sejak awal, melakukan aksi bersih pantai, dan membuang sampah pada tempat sampah, atau bahkan mengolah sampah menjadi bahan yang bisa digunakan.
Terima kasih, semoga informasi ini bermanfaat. Salam Lestari Salam Konservasi :)
Sumber :
Kamarudin, W. C. dan Fajar, J. 2018. Ditemukan 5,9 Kg Sampah Dalam Perut Paus Sperma di Wakatobi. Kok Bisa? http://www.mongabay.co.id/2018/11/20/ditemukan-59-kg-sampah-dalam-perut-paus-sperma-di-wakatobi-kok-bisa/, diakses pada 7 Desember 2018 pk. 12.50 WIB.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Murray, J. W.; Jannasch, H. W.; Honjo, S.; Anderson, R. F.; Reeburgh, W. S.; Top, Z.; Friederich, G. E.; Codispoti, L. A. & Izdar E. 1989. "Unexpected changes in the oxic/anoxic interface in the Black Sea". Nature. 338 (6214): 411--413.
Pontianak Post. 2018. Paus Sperma Mati Karena Kebanyakan Menelan Sampah. https://www.pontianakpost.co.id/paus-sperma-mati-karena-kebanyakan-menelan-sampah, diakses pada 7 Desember 2018 pk. 12.52 WIB.
Taylor, B.L., Baird, R., Barlow, J., Dawson, S.M., Ford, J., Mead, J.G., Notarbartolo di Sciara, G., Wade, P. & Pitman, R.L. 2008. Physeter macrocephalus. The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T41755A10554884. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T41755A10554884.en, diakses pada 7 Desember 2018 pk. 12.53 WIB.
Whitehead, H. 2003. Sperm Whales: Social Evolution in the Ocean. Chicago: University of Chicago Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H