Di kala banyak manusia bercinta,
di kala banyak manusia bergelimang harta,
dan
di kala itu pula banyak manusia lupa.
Di saat semua manusia menjadi pujangga cinta,
lihai bermain kata,
hingga asyik memainkan kata,Â
dan kemudian
lupa.Â
Di kemudian hari ketika semua menjadi tak tertata,
banyak yang menyera,
kemudian Gila.
Gila?
Gila apa?
Gila cinta?
Cinta pada siapa?
Apa?
Manusia?
Harta?
Harta siapa?
Apa?
Gila karena Lupa...
hingga lupa apa sebenarnya judul puisi ini ...
Tangisan untuk Tuhan atau Lupa?
atau bahkan Gila?
hahaha
Menangis kita untuk manusiaNya,
Gila kita untuk hartaNya,
Semua yang sementara telah melupakan kita padaNya.
Cinta tuhan yang tulus,
Cinta tuhan yang agung,
Cinta tuhan yang hadir disetiap hela nafas kita,
Detak jatung kita,Â
Langkah kaki kita,
Tangisan yang harusnya tak terlupakan,
Tangisan yang harusnya diri persembahkan,
Tangisan untuk tuhan yang semakin jauh terlupakan.
Tangisan yang pantasnya kita kembalikan.
Tangisan untuk Cinta kita pada Tuhan.Â
@mida_albanisholeh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H