Mereka terus bercengkerama dan bermain-main sembari menunggu Pipo pulang. Namun, yang ditunggu tak kunjung pulang. Anak-anak mulai resah, terutama si anak betina. Dia terus-menerus menanyai ibunya tentang mengapa ayahnya tak pulang-pulang.
“Mama, dimana papa, mengapa belum kembali?”
“Tenang saja, papa sedang mencari makanan untuk kita”
“Tapi kenapa lama sekali?”
“Mungkin papa kemalaman. Insya Allah, besok sebelum matahari terbenam papa sudah kembali”
“Benarkah?”
“Benar, sekarang lebih baik kau tidur”
“Baik Mama, aku akan mendoakan papa sebelum tidur”, sahut anak pipit kemudian berlari menuju kamarnya.
Ketiga anak pipit itu beranjak naik ke ranjang masing-masing dan segera tertidur. Sementara induk pipit tidak bisa tidur. Dia merasa resah semalaman dan terus memikirkan keadaan suaminya. Akhirnya, setelah terjaga selama lima jam, dia pun tertidur.
Keesokan harinya, seusai sarapan, Popo mengajari anak-anaknya terbang. Mereka belajar dengan cepat. Popo mengajak mereka terbang ke sekitar rumahnya dan mengunjungi tetangga-tetangga mereka. Tak terasa, hari sudah menjelang malam. Matahari hampir terbenam seluruhnya, namun Pipo belum juga kembali. Anak-anak pipit mulai menangis. Mereka khawatir dengan ayah mereka. Untungnya, Popo pintar menanganinya. Dia berhasil menenangkan anak-anaknya dan menutupi keresahannya sendiri.
Tetapi, doa anak-anak pipit belum terkabulkan, kegembiraan belum juga sampai ke keluarga pipit tersebut. Keesokan harinya Pipo belum juga pulang, begitu juga esok dan esoknya lagi. Hingga, setelah enam hari tidak ada kabar, Popo memutuskan mencari suaminya. Maka, dia mengumpulkan anak-anaknya.