Menurut Prawoto (2009) mengutip dari (Sahdan, 2005) Indikator kemiskinan yang dikeluarkan oleh BAPPENAS mempunyai makna yang relatif luas, yaitu dari berbagai sisi kebutuhan kehidupan, antara lain adalah; (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kese hatan;Â
(3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terba tasnya akses terhadap air bersih; (8) lemah nya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah;Â
(9) memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatas nya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besar nya tanggungan keluarga;Â
(13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebab kan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.
Karakteristik masyarakat miskin pada umumnya adalah lemah dalam berbagai aspek kehidupan sehingga mereka tertinggal dari masyarakat lainnya yang  memiliki potensi lebih tinggi. Kemiskinan terbagi menjadi empat bentuk yaitu kemiskinan absolut yaitu masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan primernya seperti sandang pangan dan papan.Â
Kedua kemiskinan relative yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh belum meratanya kebijakan pembangunan sehingga menyebabkan ketimpangan penghasilan.Â
Ketiga kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh perilaku atau budaya dari masyarakatnya yanga malas, boros dan tidak kreatif, dan ke empat adalah kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya akses sumber daya yang ada di masyarakat baik itu dari struktur budaya,dan sosial politik justru menyebabkan suburnya kemiskinan.
Kemiskinan dapat diartikan sebagai lingkaran setan karena itu permasalahannya tidak pernah terputus. Masyarakat yang miskin tentunya memililiki daya beli dan akses yang rendah kepada pendidikan sehingga banyak masyrakat miskin yang putus sekolah.Â
Padahal kita tahu bahwa pendidikanlah yang dapat menjadi jalan terjadinya mobilisasi vertikal masyrakat miskin meningkatkan kesejahteraanya. Namun karena ketidakmampuannya tersebutakhirnya justru dari kemiskinan akan menimbulkan berbagai permasalahan baru seperti penyimpangan, kriminalitas, kenakalan remaja dan meningkatnya jumlah anak putus sekolah.
Angka Putus Sekolah
Modal dasar dari kemajuan suatu bangsa adalah Pendidikan, namun menjadi tugas besar bagi negara dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi seperti Indonesia ini bahwa fenomena putus sekolah masih banyak terjadi karena salah satunya adalah faktor kemiskinan yang mempengaruhi,Â