Mohon tunggu...
Siti Humairo
Siti Humairo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ 2019

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ 2019

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kesehatan Mental, Kemampuan Berpikir Kritis dan Keberlangsungan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

29 Desember 2021   17:17 Diperbarui: 29 Desember 2021   17:58 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Siti Humairo

(mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negerti Jakarta 2019)

Merebaknya virus covid 19 hingga menjadi pandemi di Indonesia sejak awal tahun 2020 hingga saat ini kurang lebih sekitar satu tahun setengah menyebabkan salah satunya adalah perubahan dalam keberlangsungan proses belajar mengajar pada bidang pendidikan. Proses belajar mengajar yang semula dilakukan secara konvensional atau tatap muka secara tiba-tiba berubah menjadi pembelajaran daring yang mengharuskan siswa dan guru melakukan semua proses belajar mengajar dirumah dan sangat bergantung pada internet. Tidak ada yang menyangka pembelajaran daring ini akan berlangsung sangat lama, awalnya hanya sebulan, dua bulan, tiga bulan dan kemudian berlanjut sampai waktu yang terus menerus tidak dapat ditentukan karena persebaran virus yang juga semakin tinggi. 

Ketika pemerintah mulai mencanangkan akan menetapkan pembelajaran tatap muka di semester depan misalnya karena kasus covid dirasa mulai stabil menurun dan mulai terkendali, kemudian bisa secara tiba-tiba saat mendekati waktu tanggal pembelajaran tatap muka yang ditentukan  kasus covid dapat meningkat kembali dengan sangat cepat, hal tersebut dapat disebabkan karena masyarakat yang seringkali lalai dan menganggap remeh jika kasus sudah mereda atau ada kebijakan khusus yang memang direncanakan oleh pemerintah.

Pembelajaran daring kerap menjadi masalah bagi banyak siswa, pada saat awal-awal diberlakukan permasalahan masih seputar teknis berupa kurangnya akses internet, minimnya fasilitas penunjang seperti handphone ataupun laptop dan lain sebagainya. Namun, semakin kesini dengan jangka waktu yang sudah cukup lama pula permasalahan yang ada merambat kepada kesehatan mental bagi para pelajar itu sendiri. 

Kesehatan mental menjadi hal yang sangat penting di masa pandemi covid 19 ini. Orang yang memiliki kesehatan mental baik tidak akan mudah dikuasai oleh rasa cemas dan takut yang berlebih, sebaliknya seseorang yang kesehatan mentalnya kurang baik atau terganggu akan menghalangi mereka dari berbagai aktivitas yang seharusnya dapat dikerjakan oleh individu itu sendiri. Bentuk dari gangguan kesehatan mental itu sendiri salah satunya dapat berupa gangguan emosional, kecemasan dan rasa takut yang berlebih hingga ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri.

Kebijakan #DirumahAja yang mengharuskan semua orang mengisolasi diri mereka sendiri, tidak beretemu atau berinteraksi dengan orang lain membuat setiap individu dimasa ini harus berjuang masing-masing untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup baru yang serba online. Bagi sebagian orang bukanlah hal yang mudah melakukan dan memikirkan segalanya sendiri didalam rumah, terlebih jika kondisi rumah yang juga kurang mendukung. 

Terutama bagi seorang pelajar, siswa ataupun mahasiswa yang terbiasa berinteraksi dengan orang lain, berdiskusi, bertukar pikiran, serta menghabiskan waktu dengan orang lain membuat mereka merasa kaget akan keadaan yang mengahruskan berubah aktivitasnya hingga bertilak belakang menjadi belajar sendiri, mendapatkan informasi hanya melalui media online serta diskusi yang dibatasi dengan media online pun tidak seleluasa berdiskusi secara langsung. 

Banyak siswa yang merasa cemas akan kemampuan dirinya dalam beradaptasi mengikuti pembelajaran, karena ia lebih nyaman berinteraksi secara langsung. Kecemasan tersebut akhirnya akan membuat ia merasa takut akan prestasinya yang menurun, takut tidak dapat memahami pelajaran, dan ketakutan-ketakutan lainnya. Bagi sebagian orang bertemu dan berinteraksi dengan orang lain adalah sebuah energi baru untuk berpikir dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, namun hal tersebut tidak dapat dilakukan dimasa pandemi ini.

Kesehatan mental yang kurang baik, seperti ganguan emosional, kecemasan, dan ketakutan yang dialami seorang siswa akan berdampak pada kemampuan berpikir kritis siswa karena terlalu lama tidak berinteraksi dengan orang lain akan menyebabkan suatu respon yang nantinya mengakibatkan timbulnya impulsifitas, yaitu impulsifitas kognisi yang berkaitan dengan berkurangnya kemampuan berpikir, memori, dan berbahasa sehingga siswa sulit mengikuti pembelajaran dan cenderung dimasa pandemi ini hanya mendengarkan dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru atau membuat siswa hanya mengikuti pembelajaran sesuai dengan apa yang guru perintahkan saja tanpa adanya diskusi dan mengutarakan pendapat atau pikiran mereka. Keadaan pendidikan yang seperti ini menggambarkan apa yang dikatakan oleh Paulo Freire sebagai "Banking Education". 

Bangking Education adalah pendidikan tradisonal yang disebut oleh freire sebagai sebuah "bank". Dalam sistem pendidikan gaya bank ini, anak didik diibaratkan sebagai objek investasi dan sumber deposito potensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditas ekonomis lainnya yang lazim dikenal. Depositor atau investornya adalah para guru yang mewakili lembaga kemasyarakatan yang berkuasa, sementara depositonya berupa pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik (Freire: 1970)c. 

Dimasa pandemi ini ketidakmampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran secara online membuat mereka tidak sepenuhnya mengikuti pembelajaran banyak diantara mereka yang hanya menjadi bank seperti apa yang disebutkan freire, hanya menampung apa yang dijelaskan oleh guru tanpa mengetahui apa maksud yang mereka  pelajari. Setelah itu untuk menambah apa yang ditabung kepada siswa guru hanya memberikan tugas-tugas yang banyak dan harus dikerjakan oleh siswa sehingga dari sistem bank education ini menciptakan pula adanya dehumanisasi terhadap siswa, yang mana selama masa pandemi dengan pembelajaran online ini mereka sering mengeluhkan bukan hanya tidak mengerti dengan pelajaran melainkan pula dibuat pusing serta lelah dengan tugas-tugas yang terlalu banyak dari guru.

Keberlangsungan pendidikan dimasa pandemi ini terjadi seperti apa yang telah diuraikan diatas salah satunya karena ketidakmampuan tenaga pendidik dalam beradaptasi dengan teknologi-teknologi yangdibutuhkan untuk menunjang pempelajaran online. 

Banyak guru yang sudah berusia lanjut kesulitan mengakses teknologi tersebut sehingga kebanyakan dari mereka hanya memberikan tugas saja setiap harinya kepada siswa tanpa memberikan penjelasan apapun seperti yang seharusnya sedangkan bagi guru-guru yang melek akan teknologi dapat menjelaskan materi melalui platform video conference sepeerti zoom, google meet dan lain sebagainya, hal itu pun sering terkendala karena kuota internet yang digunakan lebih besar jika menggunakan aplikasi tersebut serta jangka waktu yang terlalu lama belajar online seperti itu membuat siswa menjadi bosan sehingga seringkali siswa hanya bergabung tetapi mematikan kamera, tidak menyalakan mic bahkan seringkali pula ketika dipanggil oleh guru tidak ada respon dari siswa tersebut. 

Permasalahan lain juga terjadi pada sekolah-sekolah dipedalaman yang masih belum terjamah dengan akses internet, sehingga proses belajar mengajar mereka sangat terganggu. Ketdakpahaman siswa akan materi pembelajaran serta kurangnya siswa dalam berdiskusi atau berpendapat semakin menumpulkan tingkat berpikir kritis siswa sehingga dikhawatirkan ketika pembelajaran sudah berjalan normal siswa kesulitan kembali beradaptasi, banyak siswa yang merasa takut masuk sekolah dimasa pembelajaran tatap muka terbatas yang sejak bulan Oktober lalu telah diterapkan, karena mereka takut tidak bisa menjawab soal-soal dan mengikuti pemebelajaran karena sejak belajar online mereka hanya dimanjakan dengan mencari jawaban di internet tanpa mengerti materi pembelajran yang mereka pelajari. Banyaknya permasalahan pendidikan yang ada di masa pandemi ini memerlukan peran pemerintah untuk memberikan solusi terutama pada keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran untuk tetap dapat menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran secara online.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun