Oleh: Siti Humairo
(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ 2019)
Pandemi Covid 19 masih menjadi persoalan yang tak kunjung usai di berbagai belahan dunia tak terkecuali Indonesia. Virus yang berasal dari negara Tiongkok, China ini per tanggal 13 November 2020, sudah tersebar di 220 negara dengan jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 52.487.476 kasus dengan korban meninggal dunia sebanyak 1.290.653 orang. Sedangkan di Indonesia sendiri jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 457.735 kasus, dengan pertambahan lebih dari 5.444 kasus dihari itu.Â
Dari jumlah kasus terkonfirmasi tersebut 15.037 orang  atau sekitar 3,285% dinyatakan meninggal dunia, kemudian sebanyak 385.094 orang atau sekitar  84,130% dari kasus terkonfirmasi dinyatakan sembuh dan sebanyak 57.604 orang atau sekitar 12,585% dari kasus terkonfirmasi sedang menjalani perawatan di tempat-tempat yang sudah disediakan oleh pemerintah.
Covid 19 atau Coronavirus Dieses ini menyebar pertama kali di Indonesia pada awal Maret 2020 Â melalui salah satu warga negara Indonesia yang tertular virus tersebut, namun pada saat pertama kali kasus tersebut diterkonfirmasi pemerintah tidak dengan cepat mengambil langkah pencegahan yang signifikan seperti menutup akses mobilitas keluar masuk warga negara asing ke Indonesia dengan alasan mempertahankan kestabilan ekonomi negara.Â
Hingga pada akhirnya hal tersebut menyebabkan warga asing ataupun warga negara Indonesia yang semula sedang berada diluar negeri bebas keluar masuk Indonesia, dari hal itulah persebaran covid 19 di Indonesia semakin cepat dan bahkan jumlahnya melebihi negara-negara yang lebih awal terkena peserbaran dari covid 19 ini.
Pada akhirnya dipertengahan Maret yaitu pada tanggal 16 Maret 2020, karena persebaran yang semakin masif dan tak terkendali lagi dengan kasus terkonfirmasi dan banyak nya korban yang meninggal dunia karena virus ini, akhirnya pemerintah mengambil langkah untuk memberlakukan berbagai kebijakan seperti Work Form Home (WFH), Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tentunya kebijakan-kebijakan tersebut menyebabkan munculnya berbagai permasalahan, baik itu dibidang ekonomi, pendidikan, sosial maupun budaya.Â
Dampak yang terlihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat salahsatunya adalah dampak ekonomi yaitu banyaknya masyarakat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tuntutan perusahaan yang juga banyak mengalami kerugian dimasa pandemi ini. Serta banyaknya pedagang kecil yang juga tidak bisa lagi berjualan karena sepinya tempat yang biasa mereka jadikan lahan untuk berdagang seperti, para pedagang jajanan kecil didepan sekolah yang tidak bisa lagi berjualan karena kegiatan sekolah pun ditiadakan dan diberlakukannya belajar dirumah atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Tindakan Ekonomi Masyarakat di Masa Pandemi
Diawal terjadinya pandemi ini banyak menyebabkan kekhawatiran dan kecemasan dimasyarakat terutama pada saat muncul isu lockdown di Indonesia, masyarakat khawatir akan terjadi kelangkaan berbagai kebutuhan, karena kelangkaan tersebut masyarakat juga khawatir jika harga dari pada kebutuhan tersebut akan meningkat berkali-kali lipat dari harga semula  sebelum adanya pandemi ini.Â
Beberapa barang yang menjadi langka seperti masker, handsanitizer, cairan pembunuh kuman, dan APD, kelangkaan dan kenaikan harga tersebut tidak hanya terjadi pada alat-alat pelindung diri atau kesehatan guna mencegah persebaran covid 19 ini, namun hal tersebut juga terjadi pada bahan kebutuhan pokok yang dikhawatirkan ketersediaannya semakin langka (Syadza Alifa, 2020)
Kekhawatiran dan kecemasan tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan ekonomi dimasyarakat yang ditandai dengan adanya perbedaan tindakan ekonomi atau pola konsumsi yang dilakukan yaitu kecenderungan sebagian masyarakat yang melakukan tindakan punic buying atau tindakan masyarakat yang berbelanja dengan cara memborong semua persediaan yang ada.Â
Kecenderungan memborong barang-barang ini dilakukan oleh masyarakat menengah keatas sehingga persediaan barang mereka menumpuk sedangkan masyarakat menengah kebawah justru tidak bisa mendapatkannya karena persediaan barang tersebut sudah menipis.Â
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartanti mengatakan bahwa perilaku panic buying disebabkan oleh faktor psikologis terjadi akibat informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat (Tirto, 25 Maret 2020). Kurangnya informasi tersebut menyebabkan masyarakat panik sehingga merespon dengan belanja secara masif dalam upaya penyelamatan diri. Kekhawatiran yang dirasakan oleh masyarakat yaitu khawatir harga naik jika tidak segera belanja dan khawatir barang akan segera habis ( Syadza Alifa, 2020).
Dimasa pandemi seperti ini banyak masyarakat yang mencoba beradaptasi dengan keadaan yang baru dengan memanfaatkan lahan, keterampilan dan kemampuan mereka dalam menciptakan sesuatu.Â
Banyak masyarakat yang memanfaatkan lahan yang dimilikinya untuk dijadikan perkebunan kecil-kecil an untuk ditanami sayur-sayuran seperti kangkung, sawi, cabai dan jenis tanaman lain yang mudah tumbuh dan dapat dikonsumsi, jikapun tidak mempunyai lahan yang cukup untuk membuat perkebunan tersebut, kini masyarakat dapat melatih keterampilan nya dalam membuat atau melakukan penanaman melalui cara penanaman hidroponik dengan melihat referensi diberbagai sumber, selain itu dimasa pandemi seperti ini banyak juga masyarakat yang memanfaatkan peluang mendapatkan penghasilan melalui sebuah hoby yang banyak digemari dimasyarakat untuk mengurangi kejenuhan selama menjalani keseharian dirumah saja.Â
Beberapa hoby yang dapat dijadikan mata pencaharian dimasa pandemi ini adalah dengan membudidayakan dan menjual ikan cupang. Ikan yang sedang naik daun dimasa pandemi ini dapat menjadi hiburan untuk mengatasi kejenuhan dalam menjalankan aktivitas yang membosankan dimasa pandemi dengan melihat warna-warni dari ikan cupang tersebut.Â
Selain ikan cupang, dimasa pandemi ini salah satu yang sedang banyak di idolakan dan banyak dicari sebagai bagian dari hobby yang memiliki nilai penjualan yang cukup mahal. Hoby lainnya yang dapat menghasilkan dimasa pandemi ini yaitu dengan membudidayakan dan mengoleksi berbagai tanaman hias salah satunya yaitu tanaman yang dikenal dengan nama tanaman Monstera atau Janda Bolong yang harganya dapat mencapai 40 juta per daunnya. Hal ini dapat dijadikan sumber penghasilan bagi yang mempunyai hobby serupa membudidayakan dan menjual tanaman tersebut.
The Phylosophy of Money dalam Tindakan Ekonomi Masyarakat di Masa Pandemi
The Phylosophy of money merupakan suatu teori sosiologi yang dikemukakan oleh George Simmel. George Simmel lahir di Berlin panda 1 Maret 1858. Ia kuliah di Universitas Berlin pada tahun 1876. Simmel merupakan salah satu pemikir yang memiliki sumbangsih besar dalam perkembangan Sosiologi, karyanya yang paling terkenal yaitu "The Phylosophy of Money" pada tahun 1900-an yang menjelaskan konsep bagaimana uang bermain dan bekerja. Simmel meninggal pada tahun 1918.Â
Simmel dikenal sebagai Sosiolog yang mempelajari atau mempelopori kajain mengenai "Ruang Sosial". Ia menjelaskan mengenai aspek relasionis yang menjadi ciri-ciri dari masyarakat yaitu ditentukan dari produksi dan reproduksi ruang sosial itu diciptakan. Menurut Simmel Sosiologi merupakan studi tentang bentuk-bentuk interaksi, namun fokus kepada bentuk Asosiasi.
Uang merupakan bentuk asosiasi dari masyarakat dan menjadi nilai transaksi bagi proses interaksi antara satu individu atau masyarakat, misalkan dalam suatu daerah uang dapat menggantikan masyarakat dalam melakukan siskamling dengan membayar hansip untuk melakukannya.Â
Menurut Simmel, uang dalam The Phylosophy of Money diartiakan sebagai Alat dan Tujuan Sosial, uang merupakan bagian dari relasi yang ada didalam masyarakat yaitu dapat diartikan bahwa seseorang melakukan sesuatu karena uang, dan uang dapat menyatukan jarak dengan objek sehingga menciptakan relasi; yaitu dengan uang keinginan dapat menjadi dekat, dapat dikatakan bahwa kita akan mudah mendapatkan barang yang kita inginkan jika memiliki uang.
Jika kita lihat dari berbagai tindakan ekonomi dimasa pandemi yang telah dijelaskan di atas, konsep Phylosophy of Money yang menyatakan bahwa uang dapat menyatukan jarak dengan objek yaitu pada tindakan punic buying dalam tindakan itu dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki uang akan lebih mudah melakukan tindakan tersebut karena uang yang mereka miliki dapat menyatukan jarak yang ada dengan objek yang ingin mereka miliki dalam hal ini memborong semua persediaan barang-barang yang ada.Â
Sedangkan seseorang yang tidak memiliki uang tidak memiliki kemampuan untuk turut melakukan tindakan tersebut. Begitupun dengan para pecinta ikan cupang dan tanaman hias mereka yang memiliki uang akan mudah untuk mendapatkan ikan cupang atau tanaman hias yang mereka idolakan, dibanding dengan sesama pecinta kedua hal tersebut yang tidak memiliki uang tentu akan sulit dalam memilikinya.Â
Kemudian dalam konsep Phylosophy of Money yang menyatakan bahwa uang merupakan  tujuan sosial adalah dapat dilihat dari para penjual ikan cupang dan tanaman hias tersebut, mereka memanfaatkan peluang kegemaran masyarakat di masa seperti ini dengan memenuhi permintaan pasar untuk menjual kedua hal yang sedang digemari tersebut demi mencapai tujuan sosialnya tersebut yaitu mendapatkan uang.
Referensi
Kompas. 2020. Data Covid 19 di Indonesia. Diakses dari https://covid19.go.id/ pada tanggal 13 November 2020.
Satuan Tugas Penanganan Covid 19. 2020. Beranda Satgas, Data Sebaran. Diakses dari https://covid19.go.id/ pada tanggal 13 November 2020.
Syadza, Alifa. 07 April 2020. Menganalisa Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat Terdampak Covid-19. Diakses pada tanggal 14 November 2020.
Bella, Elvara Rocha. 8 Oktober 2020. Harganya Capai Rp 120 Juta, Ini Ciri-Ciri Janda Bolong Mahal vs Janda Bolong Murah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H