Marah merupakan emosi emosional yang biasa, saat istri cemburu atau marah maka sebagai pasangannya harus dapat menenangkannya. Permasalahan akan datang silih berganti, untuk itu seharusnya kita mengerti bagaimana menghadapi pasangan saat marah.
Islam senantiasa memberikan ajaran agar kita dapat berlaku lemah lembut terhadap pasangan kita. Teladan yang paling jelas yaitu dari Rasulullah Saw., di masa hidupnya beliau pun merasakan permasalahan rumah tangga seperti pada manusia lainnya. Namun yang berbeda ialah akhlak dan sikap yang Rasulullah Saw lakukan saat menghadapinya.
Habib Ali Zaenal Abidin Al-Kaff dalam salah satu ceramahnya menyampaikan bahwa suatu saat ketia Aisyah ra., ada masalah dengan Rasulullah Saw. kemudian Aisyah berkata kepada Rasul "Ya Rasulullah, kamu yang bersalah,"
Kemudian Rasulullah Saw berkata, "Kita selesaikan masalahnya, wahai Aisyah dengan baik-baik." Setelah mencari solusi, akhirnya Aisyah ra berkata "Panggil salah seorang dari sahabatmu yang menjadi hakim, menengahi di antara kita berdua,"
Rasulullah Saw berkata, "Kalau begitu saya panggil Umar," kemudian Aisyah ra menjawab "Tidak, Umar terlalu keras," Sebab besarnya cinta Rasulullah Saw kepada Aisyah, maka hal tersebut dituruti.
Dijelaskan dalam Bukhari, bahwasanya Rasulullah Saw berkata kepada Aisyah ra "Wahai Aisyah aku tahu kapan kamu marah dan kapan kamu tidak marah," kemudian Aisyah menjawab "Kapan ya Rasulullah?" kemudian dijawab oleh Rasulullah Saw "Ketika kamu bersumpah Wa Rabbi Ibrahim (Demi Tuhannya Nabi Ibrahim), berarti kamu tidak sedang mau menyebut namaku. Kamu berarti lagi marah."
"Tapi kalau kamu sedang berbahagia dan senang kepadaku, kamu akan mengatakan Wa Rabbi Muhammad (Demi Tuhannya Nabi Muhammad Saw),"
Kemudian, sebab Aisyah tidak ingin Sayyidina Umar yang menjadi penengah karena terlalu tegas. Akhirnya Rasulullah Saw berkata lagi "Bagaimana kalau kita panggil Utsman?" Aisyah ra kembali menjawab: "Utsman nanti lebih membela kamu, ya Rasulullah, ia orang yang pemalu."
"Kalau begitu bagaimana kalau sayyidina Ali saja?" kata Rasul. Namun Aisyah juga tidak mau sebab Ali adalah sepupu dan menantunya Rasulullah, pasti akan lebih cenderung kepada Rasulullah.
Lalu, Rasul bertanya siapakah yang Aisyah mau, Abu Bakar? Kemudian Aisyah setuju untuk menjadikan Abu Bakar sebagai hakim penengah. Meskipun Rasulullah tahu bahwa Abu bakar merupakan ayah daripada Aisyah ra.
Ketika mereka bertiga sedang berunding, kemudian Aisyah sebab kecemburuannya yang berlebihan dan amarahnya kepada Rasul. Hingga sampai membuat Abu Bakar ingin memuku Aisyah.
Namun, saat itu juga Aisyah berlindung di balik Rasulullah Saw. kemudian Rasulullah Saw menegur Abu Bakar ra "Aku tidak mengiginkan hal ini darimu!"
Setelah itu, Rasulullah Saw berkata kepada Aisyah "Tidakkah kau lihat, bagaimana aku telah menyelamatkan engkau dari kemarahan ayahmu?" (HR. Muslim)
Pelukan dan Kasih Sayang
Dilansir dari NU Online, bahwasanya Rasulullah Saw marah sebab Aisyah masih menyimpan kecemburuannya kepada Khadijah ra, istri pertama Rasulullah Saw yang sudah wafat. Di tengah kemarahannya, Rasulullah Saw berkata "Pejamkanlah matamu!"
Kemudian, Rasulullah Saw mendekat ke arah Aisyah ra, kemudian memeluknya dan berkata: "Ya Khumairahku, rasa marah telah pergi usai aku memelukmu." (HR. Muslim).
Teguran yang Tegas dan Tepat
Rasulullah Saw, dalam menghadapi sifat amarahnya dan istrinya, beliau memahami situasi dan kondisi. Sehingga, apa yang dilakukannya sesuai dengan perbuatan apa yang dilakukan oleh istrinya. Sebagaimana suatu kisah diceritakan:
Aisyah ra pada suatu saat pernah berkata dengan nada bercanda kepada Shafiyah yang memiliki postur tubuh pendek. Kemudian Rasulullah Saw menegur Aisyah ra, dengan berkata "Sungguh, kau telah mengatakan satu perkataan yang bila bercampur dengan air di lautan maka akan rusaklah laut tersebut," (HR. Tirmidzi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H