Meski terpaut hampir tiga tahun lagi menjelang pemilihan Presiden Indonesia di tahun 2024. Akan tetapi, para politikus kian gencar membuat ancang-ancang untuk dapat mempersiapkan diri mereka dalam ajang konstestasi tersebut. Tidak heran jika pendekatan rakyat menjadi satu hal untuk dapat memperoleh suara terbanyak.
Namun, di antara kian gencarnya masing-masing politikus dari latar belakang partai yang berbeda mempersiapkan diri mereka. Justru terjadi ketegangan dalam internal partai kepala banteng. Ketegangan tersebut ramai menjadi sorotan publik, lantaran berawal dari tidak diundangnya Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam acara konsolidasi persiapan pilpres 2024 oleh PDI-P yang dilaksanakan di kantor DPD PDI-P Jawa Tengah.
Acara yang dihadiri oleh seluruh kader PDI-P, begitu pula Puan Maharani tersebut, menuai banyak pertanyaan mengenai sebab musabab tidak diundangnya Ganjar. Kemudian, dalam acara tersebut Bambang Wuryanto yang merupakan Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu sempat melontarkan ucapan ketidaksukaannya terhadap sikap Ganjar. Lantaran Ganjar dinilai sok pintar sehingga tidak ada dari kader yang didengarkannya, selain langsung dari bu Mega.
Dalam internalnya, Ganjar dinilai terlalu fokus mengambil ancang-ancang untuk dicalonkan di pilpres 2024. Padahal, belum ada keputusan dari ketua umum PDI-P, bu Megawati mengenai siapa yang akan dicalonkan dalam ajang konstestasi mendatang.
Namun, di satu sisi bahwa Ganjar menyatakan bahwa dirinya memang tidak diundang, dan kalaupun diundang dalam acara tersebut pasti ia akan datang. Karena baginya, setiap kader wajib datang.
Adapun dalam politik, untuk mendukung alur pemenangan diperlukan beberapa hal di antaranya yaitu popularity, acceptability dan electability. Â Popularitas merupakan tingkat keternalan kandidat di khalayak luas. Sehingga, semakin kandidat dikenal publik, maka semakin mempermudah diri dan tim nantinya untuk bergerak dalam tindakah persuasif kepada komunikan. Sedangkan, akseptabilitas merupakan pandangan bagaimana kandidat bisa diterima dan dianggap menjadi bagian dari warga, terutama warga yang menjadi calon pemilih. Biasanya, dalam tingkat akesptabilitas ini, warga melihat bagaimana latar belakang kandidat tersebut, pengetahuan mengenai politik, dan lain sebagainya. Dan yang terakhir yaitu elektabilitas, atau kemungkinan tingkat perolehan suara kandidat dari para pemilih.
Mengingat hal tersebut, dalam beberapa survey yang dilakukan untuk memberikan pandangan calon kandidat pilpres 2024, di antara tiga nama teratas menurut survey SMRC, yang dilakukan dalam kurun waktu 28 Februari -- 8 Maret 2021 dengan melibatkan 1.064 responden dengan perolehan: Prabowo memperoleh sebanyak 13,4%, sedangkan Ganjar Pranowo 6,1%, dan Anies Baswedan 5,4%, adapun sisanya berada di bawah persentase dari ketiga nama tersebut.
Sedangkan, hasil survey dari Charta Politika Indonesia yang dilakukan 20-24 Maret 2021 dengan sebanyak 1.200 responden, dengan usia di atas 17 tahun. Maka perolehan yang dihasilkan yaitu Prabowo memperoleh 19,6%, Ganjar sebanyak 16,0% dan Anies Baswedan 12,6%. Adapun sisanya berada di bawah dari ketiga persentase tersebut.
Popularitas Ganjar Mengancam Elite PDI-P yang Lain?
Daripada survey yang tengah dilakukan, persentase Ganjar memperoleh angka yang cukup tinggi. Sejauh ini jika diruntut menurut lembaga survey tersebut berada dalam posisi kedua. Artinya bahwa popularitas Ganjar sudah tinggi di mata masyarakat.
Selain itu, Ganjar juga dinilai aktif dalam berbagai media sosial, terutama Youtube. Sempat beberapa kali ia menjadi host dalam channel Youtube-nya sendiri. Hal tersebut justru menimbulkan berbagai kritikan dan bully-an bagi dirinya. Akan tetapi saat diwawancarai dirinya justru tidak meladeni hal tersebut, bagi dirinya bahwa ia tidak perlu menjaga image.
Ia mengaku bahwa dirinya sudah aktif dalam media sosial sejak dari DPR. Akan tetapi, melihat jumlah elektabilitas yang diperoleh karena popularitas Ganjar di mata masyarakat berkat selalu aktif dalam bermedia sosial, nampaknya justru membuat internal PDI-P tidak tenang.
Sebab, hal tersebut dinilai bahwa elektabilitas yang diperoleh Ganjar bisa saja menghalangi elite partai tersebut yang memiliki kepentingan lain. Akibatnya, dalam hal ini tersebar isu bahwa posisi Ganjar menghalangi Puan Mahari yang merupakan salah satu yang memiliki trah Soekarno untuk maju dalam pilpres 2024.
Hal tersebut menjadi polemik, di samping ganjar memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi, namun di sisi lain ada trah yang mesti dipertahankan. Sehingga, terlihat bahwa Ganjar sampai saat ini tidak ada dukungan dalam internal dalam hal tersebut. Dan terlihat pula ketika ganjar tidak diundang dalam konsolidasi PDI-P beberapa waktu lalu.
Kemudian, permasalahan tidak adanya dukungan dari internal partai, diperjelas ketika Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu, Bambang Wuryanto menyebutkan bahwa partainya mempersilahkan apabila Ganjar Pranowo mengambil langkah untuk pindah ke partai lain dalam pilpres 2024.
Dalam hal ini, jika kita amati bersama bahwa terlihat sangat jelas meskipun Ganjar memperoleh tingkat elektabilitas yang tinggi. Akan tetapi, dilihat tidak ada sama sekali dukungan daripada internal partai. Ada apa sebenarnya?
Menjaga Trah atau Mendengarkan Rakyat?
Jika sudah seperti ini, yang perlu kita sama-sama perhatikan mengenai jalan PDI-P ke depannya. Hal tesebut juga menjadi tantangan bagi PDI-P untuk menjaga citranya di mata masyrakat, sebab memilih dua hal yang sama-sama dinilai penting dalam menjaga partai tersebut, memang cukup sulit.
Lantaran saat ini ada Puan yang merupakan penerus trah keluarga, di satu sisi ada Ganjar yang memiliki elektabitas tinggi dari masyarakat. Tentu, hal tersebut harus dapat dipertimbangkan oleh ketua umum PDI-P secara matang untuk dapat memilih secara bijak dengan berlandaskan asas demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H