Pemilu atau Pemilihan Umum adalah ciri adanya sistem demokrasi yang dianut Indonesia sejak Pemerintahan Ir.Soekarno dan Muh.Hatta tahun (1950-1959). Saat itu pemilihan tidak dilakukan langsung oleh rakyat. Rakyat hanya berhak memilih anggota DPR, DPRD, Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, tetapi yang berhak menentukan presiden dan wakil presiden adalah Parlemen.
Namun, tahun 2003 silam pemerintah mengeluarkan aturan baru tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden, yang berhasil ditaklukkan KPU (Komisi Psemilihan Umun) untuk pertama kalinya ditahun 2004, dan merupakan kali pertama KPU sangat sibuk, hingga sekarang aturan itu diberlakukan dan menjadi pedoman yang terlaksana bahkan tak bisa dipungkiri  mungkin akan terus berlangsung hingga pemilu-pemilu dibeberapa tahun mendatang.
Menurut ketua KPU 2004-2007 Ramlan Subakti, pemilu 2004 luar biasa. Kompas (15/10/2004) menuliskan bahwa dalam satu tahun KPU harus menyelenggarakan tiga kali pemilu: pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, pemilu presiden dan wakil-presiden, dimana ditahun 2019 diganti menjadi pemilu serentak. Pemilu umumnya dikenal sebagai jalur aspirasi rakyat, para politisi hanya sebagai tonggak yang menjembatani aspirasi-aspirasi rakyat tersebut. Beberapa hari yang lalu rakyat kembali menggunakan hak mereka untuk memilih tonggak yang menjembatani mereka kepada pemerintah, dimana pesta demokrasi serentak  dilaksanakan diseluruh Indonesia pada Rabu, 17- April 2019 . Pada Pemilu tahun ini pasangan calon No. urut 1. Jokowi dan Maaruf Amin  dan pasangan calon No. urut 2. Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno, sebagai calon kandidat presiden dan wakil presiden, yang besar harapan rakyat siapapun kelak yang terpilih mampu membawa Indonesia ke ranah yang lebih baik.
Setelah pemilihan atas presiden dan wakil presiden serta legislatif, masuk kepada tahap perhitungan suara yang tentunya hasil tidak serta merta dapat keluar dengan cepat dalam waktu sehari atau seminggu, pasalnya dilansir dari media yaitu CNN (Cable News Network ) Indonesia bahwa KPU akan mengumumkan bahwa hasil akan keluar kisaran paling lama 22 mei 2019 atau setelah 35 hari pemungutan suara.
Berbagai bentuk respon masyarakat menyaksikan proses pemilu, seperti khawatir, acuh bahkan beberapa yang melontarkan kritik adapula yang memilih bungkam tidak berkomentar apapun. Sedang sebagian lainnya tergambarkan dari kicauan-kicauan mereka  menyanjung paslon (pasangan calon) bahkan menyeloteh karena perbedaaan sudut pandang terhadap paslon yang orang lain pilih. Hal ini memang wajar terjadi, tapi tidak berarti hak orang lain utuk memilih tidak bernilai.
Terlepas dari bedanya pilihan atau pandangan, sebagai warga negarayang bak seharusnya saling menjatuhkan saling mencaci menimbulkan kerusuhan  sehingga pondasi internal kenegaraan goyah akibat dari arogansi.Akan tetapi, saling membangun dan merangkul saling mempercayai bahwasannya masa depan negara akan lebih baik dengan kedatangan semangat dan energi baru dari setiap kandidat merupakan keharusan. Bentuk reaksi rakyat juga datang dari keresahan mereka karena kotak suara yang berasal dari kardus dan di berikannya hak suara kepada penderita gangguan sakit jiwa.
Hal ini memicu beberapa pengamat politisi berkomentar salah satunya seorang akademisi Indonesia Rocky Gerung berdasar pada lansiran akun twitternya mengisarkan akan adanya masalah-masalah yang timbul pada proses pemilu 2019, ia mengungkapkan bahwa "Legitimasi Pemilu makin defisit. Gejala kecurangan makin kentara.
Saya kira penting lembaga pemantau independen Internasional ikut mengawasi, demi transparasi demokrasi". Ia menyinggung tentang demokrasi yang ia anggap kurang transparan pada proses tahun ini, ia menyarankan penting pihak luar negeri untuk ikut membantu jalannya proses pemilu agar potensi kecurangan dapat diminimalisir, selain itu adanya pematau dari negara lain dapat menetralkan proses berjalannya sehingga selaras atau sesuai  dengan apa yang diharapkan.
Sedang pada kesempatan lainnya, politisi Andi arief menimpali ungkapan Rocky Gerung dengan ujarannya yaitu telah ada dua pemantau yang telah mengkonfirmasi untuk ikut andil hadir dalam mengawasi jalannya pilpres Indonesia.
Kemudian masalah pemilu tidak hanya datang dari area domestik, tidak hanya terjadi dikalangan rakyat dalam negeri  namun pula rakyat diluar negeri.
System pemilihan yang berbeda dengan 5 tahun yang lalu, membuat rakyat yang berada dinegara lain kisruh dan merasa agak terganggu dengan durasi waktu yang cukup lama untuk memilih dan menentukan.berbagai banyak kertas suara didalam TPS (Tempat pemungutan Suara), dalam arti tak hanya presiden dan wakilnya namun juga anggota legislatif terkait lainnya.
Bahkan warga Sidney, Australia menuntut pemilihan ulang karena tidak bisa menggunakan hak pilih mereka dipicu penutupan TPS yang cepat dengan alasan pihak penyelenggara kehabisan waktu penyewaan gedung yang digunakan. Hal ini bisa terjadi karena pada tahun 2014 pemilihan legislatif dilakukan secara terpisah yaitu 9 April 2014, sedang pemilihan presiden 3 bulan setelahnya yaitu 9 juli 2014.
Terkait hal ini, karena dicanangkannya aturan baru pemerintah dengan digabungkannya UU Pileg, UU Pilpres,dan UU Penyelenggaraan Pemilu menjadi hanya UU Pemilu.
Tak heran pemilihan tahun ini rumpuh, semeraut karena faktor keserentakan semua tingkat kandidat pencalon yang dipilih. Seperti yang disampaikan Maman Imanulhaq Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.Republika Jum'at,(19/4) "kita sudah meminta KPU dan Bawaslu untuk melihat kembali beberapa kekisruhan terutama di Malaysia, Sidney dan Hongkong," kata Maman, Jakarta Senin(15/4). Hal ini dilakukan dengan harapan agar rakyat yang berada dilokasi tersebut mendapatkan haknya untuk memilih dan dapat terfasilitasi dengan baik mengingat waktu yang mereka punya sangat kompleks.
Disisi lain, kegemparan terjadi saat ini baik dilingkungan tempat tinggal rakyat maupun didunia maya dipicu adanya peretasan pada website KPU sebulan sebelum pemilu berlangsung. Hal ini yang memancing keresahan warga akan bagaimana nasib negara jika hal semacam peretasan tidak bisa negara atasi. Para peretas didesas-desus dari China dan Rusia, tetapi tentu ini belum tentu benar, hanya isu yang belum pasti ada pembuktian.
Dibalik hal ini pihak KPU memastikan akan menangani semua bentuk peretasan yakni dengan berkoordinasi dengan pihak intelegen lain negara, seperti Polri, Badan Sandi, dan Siber Negara.Kamis (14/3/19) Arief Budiman Kepala KPU menuturkan bahwa semua masalah yang datang mereka upayakan tidak akan mampu menggangu proses jalannya pemilu mendatang "Sampai hari ini bisa kami selesaikan semua, ada yang sekedar di-facing saja, ada yang mencoba sampai mau masuk ke sistem induk kami, tapi semua sudah kami atasi." Â tutur Arief.
Pihak KPUtelah mengantisipasi kejadian yang terus berlangsung setiap adanya aktivitas demokrasi ini, mereka telah merumuskan aturan atau cara baru dengan pengaksesan data hasil suara tidak dengan cara online namun offline. Sistem ini oleh KPU diberi nama "Situng" Â (Sistem Informasi Perhitungan Suara).
Kemudian pemicu  utama keresahan warga yaitu Kabar yang tersebar sebulan yang lalu yakni salah satu pengguna media sosial Facebook, Aras Myta menyebarkan sebuah video yang mengklaim perhitungan suara KPU dalam pemilu 2019 hanya dilakukan dengan system IT semata. Padahal dari KPU menyatakan hal ini sama sekali tidak benar.
Prosedur perhitungan yang diambil KPU adalah rekapitulasi manual dan berjenjang, dalam maksud hampir semua proses yang dilakukan  oleh KPU dilakukan secara manual, tidak dilakukan dengan cara elektronik dari pemilu ke pemilu. IT (Situng) memang digunakan tetapi hanya untuk menginput data yang telah dihitung cepat dari proses rekapitulasi.
Artinya, Situng untuk memaparkan hasil data pemilu yang telah terkumpul, data dari tingkat kecamatan, kebupaten/kota, provinsi, baru kemudian nasional,. Namun, agar lebih aman server dalam keadaan offline.
Sekalipun begitu, komisioner KPU Viryan Aziz di Hotel Saripan Pasific, jl Mh Thamrin, Jakrta pusat, Rabu (27/32019) menuturkan bahwa "Perhitungan itu bukanlah yang menjadi dasar, yang menjadi dasar adalah rekapitulasi berjenjang dari kantor kecamatan, direkap ke kantor KPU kabupaten/kota, direngkap lagi dikantor KPU provinsi, direkap lagi di KPU RI,"tuturnya.
Jadi pengumpulan data suara pemilu 2019  telah diancang-ancang prosesnya dan telah diantisipasi ketat akan adanya  segala kendala yang mengangguan kelancaran proses penetuan para kandidat  berdatangan dan telah disiapkan matang dan diusahakan dapat berjalan sebaik mungkin oleh KPU.
Proses ini tentunya juga melibatkan saksi dan berada dibawah Pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar keamanan berkali-kali lebih tangguh.
KPU sebisa mungkin segera memberi klarifikasi atas masalah yang timbul atau setiap berita-berita hoax yang beredar seperti salah satunya video yang beredar sebelum pemilu , mengingat hal ini pemilu mengupayakana agar website mereka tidak dapat diganggu gugat.
Kendati demikian, keresahan warga yang ditimbulkan karena berita Server KPU yang jebol atau diterobos masuk, sama sekali tidak benar dan  informasi yang menyebut bahwa kandidat telah mendapatkan angka suara didalam server jugapun tidaklah benar.
KPU sebagai pihak yang bertanggung jawab, tidak tidur, tidak absen memantau dan menjaga penghitungan suara yang diwajibkan kepada mereka.
Tidak hanya itu, system yang mereka gunakan tidak melalui online tetapi dominan pada proses manual  jadi potensi peretasan dapat dihindarkan.
Prinsip yang akarkan KPU bahwasannya mereka harus terbuka, konsisten,dan mampu memberikan klarifikasi terhadap informasi apapun yang beredar tetang mereka.
Ada baiknya sebagai masyarakat atau warga Indonesia yang baik perlu membimbing diri, memiliki kepedulian yang tinggi, menanamkan moral yang patut dijadikan teladan bagi generasi Indonesia mendatang.
Dampak awal mungkin tidak begitu nyata, namun perlahan merubuhkan rumah sendiri sebagai tempat bernaung, arah pulang, bercengkrama  Layaknya pepatah lama "Hujan batu dinegeri sendiri lebih baik daripada hujan emas dinegeri orang". Seburuk-buruk negara kita inilah negara kita. Kita yang menetukan sendiri setiap lika-likunya bukan orang lain.
Baiknya sebagai manusia yang diberi akal dan pengetahuan yang sempurna oleh Tuhan yang maha kuasa untuk lebih bijak menyikapi keadaan seperti berita- berita yang tersebar, Â mengkaji sebelum menerima, tidak dengan merauk mentah-mentah.
 Peka terhadap informasi memang baik tapi tidak dengan menerima tanpa menulusuri kebenaran terlebih dulu. Tidak hanya menuntut pemerintah dan menyalahkan pihak berwenang, tapi kembali kepada pribadi sendiri. Mendorong diri mengambil langkah yang lebih positif, sehingga mamicu energi positif juga ikut tersebar  kepada orang lain.
Terlepas dari itu, pemerintah dan pihak- pihak terkait bukan tidak peduli atas apa yang terjadi  namun mereka juga ikut bersi keras turun tangan, mencoba mencari inti permasalahan agar negara tetap damai, hanya saja mungkin terkadang penanganannya agak telat, bukan berarti karena hal itu kita bebas mencaci.
Yang perlu digaris bawahi, kualitas negara  hadir dari kualitas unsur-unsur didalam negara itu sendiri, jadi siapapun tidak pantas bertutur atau berpanutan bahwa pemimpin buruk rakyat buruk,rakyat buruk pemimpinburuk. Sekalipun pemimpin buruk bukan berarti rakyat buruk begitupun sebaliknya. Jadi, bagaimanapun inilah negara kita  tercinta, tanah air aman dan makmur yang harus kita junjung dan bangun bersama. Siapapun nanti  yang berhasil menduduki kursi elit semoga mampu  membawa negara tercinta pada kemajuan serta kemakmuran terutama untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H