Dalam kehidupan, menikah sering kali menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh banyak orang. Namun, sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, ada satu hal penting yang perlu dipahami: "Siap nikah" dan "pengin nikah" adalah dua hal yang berbeda. Memahami perbedaan ini dapat membantu kita lebih bijak dalam mengambil keputusan besar tersebut.
Pengin nikah biasanya berasal dari dorongan emosi, tekanan sosial, atau romantisasi tentang pernikahan. Orang yang "pengin nikah" sering kali membayangkan pernikahan sebagai kisah cinta yang indah, penuh kebahagiaan, dan selalu romantis. Hal ini wajar, apalagi jika seseorang sering melihat unggahan media sosial tentang pernikahan sempurna atau mendapatkan tekanan dari lingkungan seperti keluarga dan teman.
Namun, pengin nikah biasanya tidak mempertimbangkan realitas pernikahan yang sesungguhnya. Pernikahan bukan hanya tentang pesta mewah atau hidup bersama pasangan, tetapi juga tentang menghadapi tantangan, tanggung jawab, dan komitmen jangka panjang.
Adapun Ciri-ciri seseorang yang hanya "pengin nikah":
1. Terlalu fokus pada momen romantis tanpa mempertimbangkan tanggung jawab setelah menikah
2. Menganggap menikah sebagai solusi untuk kesepian atau masalah pribadi
3. Terburu-buru menikah hanya karena tekanan sosial atau usia
Berbeda dengan Siap nikah, siap nikah adalah kondisi di mana seseorang benar-benar siap untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan segala konsekuensinya. Kesiapan ini meliputi aspek mental, emosional, spiritual, dan finansial. Orang yang siap menikah memahami bahwa pernikahan adalah komitmen besar yang membutuhkan kerja sama, pengorbanan, dan tanggung jawab.
Beberapa tanda seseorang sudah siap menikah:
1. Kesiapan mental dan emosional: Bisa mengelola emosi, menghadapi konflik dengan dewasa, dan memahami kebutuhan pasangan
2. Kesiapan finansial: Tidak harus kaya raya, tetapi memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga
3. Kesiapan spiritual: Memahami tujuan pernikahan dalam Islam, seperti membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rohmah
4. Kesiapan komunikasi: Mampu membangun komunikasi yang sehat dengan pasangan
Dalam Islam, menikah bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis, tetapi juga menjadi ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, "mampu menikah" yang dimaksud tidak hanya secara fisik, tetapi juga mencakup kesiapan lainnya. Islam mendorong umatnya untuk berpikir matang sebelum menikah agar pernikahan tidak menjadi beban, melainkan menjadi barokah.
Pernikahan adalah keputusan besar yang harus diambil dengan hati-hati. Jangan sampai hanya karena "pengin nikah," seseorang melupakan pentingnya kesiapan. Menikah bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang komitmen, tanggung jawab, dan kerja sama yang panjang. Jadi, sebelum menikah, tanyakan pada diri sendiri: apakah aku benar-benar siap menikah, atau hanya sekadar ingin menikah? Pahami perbedaan ini, agar pernikahan yang kamu jalani menjadi ladang kebarokahan, bukan sekadar pemenuhan keinginan sesaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H