Era digital tentunya membawa banyak perubahan baru yang tidak ditemukan pada dekade-dekade yang terdahulu. Perkembangan era digital ini memberikan banyak manfaat kepada umat manusia. Contoh dari manfaat yang dibawa oleh era digital ini, seperti kemudahan akses informasi, kecepatan dalam berkomunikasi, digitalisasi berbagai layanan publik, meningkatnya interaksi antar individu melalui jejaring sosial, serta mudahnya untuk mengakses hiburan melalui gawai masing-masing. Salah satu bentuk peningkatan akses informasi dan kemudahan bersosialisasi secara digital adalah dengan hadirnya sosial media.
Menkominfo RI mengungkapkan, pada tahun 2024, jumlah pengguna internet aktif di Indonesia telah melampaui 220 juta orang. Menurut data APJII 2024, angka ini mencakup lebih dari 70% dari total populasi negara tersebut. Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024, dari total populasi 278,6 juta jiwa, sekitar 221 juta orang telah terhubung ke jaringan internet.
Bila pengguna media sosial dilihat dari segi usia, mayoritasnya adalah kelompok masyarakat kelahiran tahun 1997-2012 atau yang sering disebut dengan Generasi Z yaitu sebanyak 34,40%. Dilansir dari kominfo.go.id, sebuah studi yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan didanai oleh UNICEF menemukan bahwa 98% dari anak-anak dan remaja tahu tentang internet dan 79,5% diantaranya adalah pengguna  (Admin Diskominfo, 2024).
Pada tahun 2024, penggunaan media sosial di Indonesia menunjukkan angka yang signifikan. Berdasarkan data dari Databoks Katadata, jumlah total pengguna media sosial mencapai 191 juta orang, atau sekitar 73,7% dari populasi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 167 juta orang, atau 64,3% dari populasi, merupakan pengguna aktif yang rutin mengakses media sosial. Sosial media yang populer digunakan di Indonesia seperti YouTube, Facebook, Instagram, Whatsapp, dan TikTok.Â
Media sosial memberikan ruang bagi masyarakat saat ini untuk mengetahui kehidupan dari orang lain melalui berbagai platform. Tidak hanya menyaksikan kehidupan orang lain secara virtual, pengguna media sosial juga dapat ikut serta membagikan aktivitas serta kehidupan sehari-harinya. Hadirnya media sosial ini seakan membuat kehidupan masyarakat ini sangat transparan serta tidak terbatas oleh ruang dan waktu.Â
Paparan terus-menerus terhadap representasi hidup orang lain yang telah dikurasi di platform media sosial dapat memicu perasaan tidak cukup baik dan perbandingan sosial. Notifikasi yang tak henti-hentinya, kelebihan informasi, serta tekanan untuk menjaga eksistensi digital dapat meningkatkan kecemasan dan menciptakan rasa selalu "terhubung" tanpa henti. Selain itu, sifat adiktif dari perangkat digital dan platform media sosial dapat mengganggu pola tidur, memengaruhi kualitas dan durasi istirahat. Kurang tidur, pada gilirannya, memiliki kaitan yang jelas dengan berbagai masalah kesehatan mental, termasuk depresi dan kecemasan (Yang, 2020 dalam Ramadhan, 2024). Selain itu, menurut penelitian oleh Hadar (2017) dan Small (2020) dalam Ramadhan (2024), stimulasi terus-menerus dari layar juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berkonsentrasi, gangguan perhatian, serta penurunan kesejahteraan kognitif secara keseluruhan. Dampak yang diberikan oleh media sosial terhadap kondisi mental individu ini menyebabkan perlu adanya upaya untuk mengurangi paparan media sosial itu sendiri. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak buruk tersebut adalah dengan detoks media sosial.
Detoks media sosial adalah upaya untuk membatasi atau menghentikan penggunaan media sosial dalam jangka waktu tertentu. Detoks media sosial dapat membantu mengatasi kecanduan teknologi, meningkatkan kualitas tidur, dan menjaga kesehatan mental.
Tanda-tanda Kebutuhan Detoks Media Sosial:
Berikut adalah tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang memerlukan detoks media sosial:
Merasa tidak bisa lepas atau perlu mengakses media sosial atau gadget setiap saat
Merasa tidak nyaman, tertekan, cemas, tegang setelah mengakses media sosial
Merasa takut atau khawatir tertinggal kabar yang viral jika tidak membuka media sosial
Menganggap jumlah like dan komentar di postingan media sosial sebagai sesuatu yang penting
Sengaja meluangkan waktu seperti begadang atau bangun pagi untuk mengakses media sosial
Merasa sulit untuk berkonsentrasi karena selalu terganggu dengan media sosial
Mengalami kerenggangan atau masalah dalam hubungan pribadi atau pekerjaan karena terlalu sering mengakses media sosial
Manfaat Detoks Media Sosial
Detoksifikasi media sosial menjadi salah satu cara yang disarankan untuk menangani permasalahan kesehatan mental di era yang digital ini. Detoks sosmed dapat membawa beberapa manfaat seperti:
1. Menjaga kesehatan mental
Sosial media dapat membawa banyak pengaruh luar yang tidak tersaring. Dengan menggunakan media sosial kita akan lebih mudah melihat kehidupan orang lain. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan-perasaan seperti rendah diri, malu, iri, atau bahkan membenci diri sendiri dikarenakan kita akan membandingkan kehidupan orang lain dengan diri sendiri. Â Selain itu, menggunakan media sosial secara berlebihan juga bisa menyebabkan seseorang takut atau khawatir akan tertinggal berbagai hal yang sedang tren atau viral di media sosial. Kondisi ini disebut dengan fear of missing out (FOMO). Bila berlarut-larut, hal-hal tersebut dapat meningkatkan risiko gangguan mental, seperti gangguan kecemasan dan depresi. Dengan melakukan detoks media sosial, risiko mengalami berbagai masalah tersebut pun akan menurun, sehingga kesehatan mental bisa tetap terjaga.
2. Meningkatkan kualitas tidur
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan, terutama di saat sebelum tidur, dapat menyebabkan penurunan kualitas serta jam tidur dan bahkan gangguan tidur, seperti insomnia. Hal ini dikarenakan, berbagai emosi yang dirasakan saat mengakses media sosial, baik emosi positif maupun negatif, dapat membuat tubuh tetap terjaga. Selain itu, sinar biru dari layar gadget juga bisa menghambat pelepasan hormon melatonin yang memicu rasa kantuk.
3. Menjaga hubungan dengan orang-orang terdekat
Kecanduan media sosial ternyata secara tidak langsung bisa merenggangkan hubungan dengan orang-orang terdekat, baik itu pasangan, keluarga, atau teman. Sebagai contoh, saat sedang quality time bersama orang-orang terdekat kita bisa lebih fokus dan hadir baik secara fisik maupun mental untuk menghabiskan waktu bersama mereka dibandingkan mengakses media sosial.
4. Meningkatkan produktivitas
Melakukan detoks media sosial dapat memberikan waktu untuk melakukan hal-hal lain seperti berolahraga, mengerjakan hobi, belajar tentang hal-hal baru, beristirahat, serta memberikan waktu untuk melakukan tugas-tugas kita dengan lebih nyaman tanpa terburu-buru.
Tips Melakukan Detoks Media Sosial
Lalu, bagaimana cara untuk melakukan detoks media sosial dengan baik? Berikut adalah beberapa tips yang bisa dilakukan:
Tentukan durasi waktu untuk melakukan detoks media sosial (misalnya 1–2 bulan tidak menggunakan media sosial).
Hapus aplikasi media sosial dari ponsel atau gadget selama melakukan detoks media sosial.
Lakukan berbagai kegiatan positif untuk mengisi waktu tanpa media sosial, seperti berolahraga, membaca buku, berlibur, meditasi, atau mencoba hobi baru.
Tulis pengalaman dan perubahan apa yang dirasakan selama melakukan detoks media sosial.
Usahakanlah untuk tetap konsisten dalam melakukan detoks media sosial.
REFERENSI:
El-Khoury, J., Haidar, R., Kanj, R.R., Bou Ali, L. and Majari, G. (2020). Characteristics of social media ‘detoxification’ in university students. Libyan Journal of Medicine, 16(1), p.1846861. doi:https://doi.org/10.1080/19932820.2020.1846861.
Franchina, V., Vanden Abeele, M., van Rooij, A., Lo Coco, G. and De Marez, L. (2018). Fear of Missing Out as a Predictor of Problematic Social Media Use and Phubbing Behavior among Flemish Adolescents. International Journal of Environmental Research and Public Health, [online] 15(10), p.2319. doi:https://doi.org/10.3390/ijerph15102319.
Fuller, K. (2019). Social Media Breaks and Why They Are Necessary. [online] Psychology Today. Available at: https://www.psychologytoday.com/intl/blog/happiness-is-state-mind/201907/social-media-breaks-and-why-they-are-necessary.
Hadar, A., Hadas, I., Lazarovits, A., Alyagon, U., Eliraz, D., & Zangen, A. (2017). Answering the missed call: Initial exploration of cognitive and electrophysiological changes associated with smartphone use and abuse. PloS one, 12(7), e0180094.
Katadata. Statistik penggunaan media sosial di Indonesia tahun 2024. Databoks Katadata. Retrieved December 4, 2024, from https://databoks.katadata.co.id
Lepik, K. and Murumaa-Mengel, M. (2019). Students on a Social Media ‘Detox’: Disrupting the Everyday Practices of Social Media Use. Communications in Computer and Information Science, [online] 989, pp.60–69. doi:https://doi.org/10.1007/978-3-030-13472-3_6.Â
Ramadhan, R. N., Rampengan, D. D., Yumnanisha, D. A., Setiono, S. B., Tjandra, K. C., Ariyanto, M. V., ... & Empitu, M. A. (2024). Impacts of digital social media detox for mental health: A systematic review and meta-analysis. Narra J, 4(2), e786.
Small, G. W., Lee, J., Kaufman, A., Jalil, J., Siddarth, P., Gaddipati, H., ... & Bookheimer, S. Y. (2020). Brain health consequences of digital technology use. Dialogues in clinical neuroscience, 22(2), 179-187.Â
Yang, J., Fu, X., Liao, X., & Li, Y. (2020). Association of problematic smartphone use with poor sleep quality, depression, and anxiety: A systematic review and meta-analysis. Psychiatry research, 284, 112686.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H