Oleh: Siti Fatimah, S.Pd
Kesejahteraan guru-guru honorer sejak dulu hingga kini masih menjadi primadona untuk diperbincangkan. Pengabdian yang telah dilakukan oleh para guru honorer di sekolah formal maupun non formal perlu perhatian lebih. Berkaca pada masa Umar bin Khattab guru di gaji 15 dinar perbulan atau setara 33 juta lebih. Karena Islam begitu menghargai seorang guru yang sangat berjasa.
Jawa Tengah merupakan provinsi yang jumlah guru-guru honorernya termasuk banyak di Indonesia, meski lebih banyak di provinsi Jawa Timur. Khususnya guru-guru honorer di jenjang SD menunjukkan jumlah yang tidak stabil, mulai dari tahun 2016 yang melonjak tinggi 52,987% hingga pada tahun ini 2020 menurun 9,210% dari 209.876 jumlah guru honorer.
Tabel 1. Data statistik guru honorer tingkat SD Provinsi Jawa Tengah dalam kurun 2016-2020
TahunÂ
Jumlah (persen)Â
2016/2017
52,987
2017/2018
7,642
2018/2019
9,821
2019/2020
9,210
Sumber : http://statistik.data.kemdikbud.go.id/
Menengok kesejahteraan guru honorer yang mengabdi di sekolah-sekolah negeri maupun swasta masih jauh dari harapan, mulai dari guru yang mengajar di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD)/sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat.Â
Melansir dari detik.com nasib itu dialami guru honorer di Purworejo bernama Yan Budi Nugroho, pekerjaannya dari mengajar hanya diupah Rp. 200.000 per bulan dan bukan berhenti disitu saja mengutip dari jawa pos.com salah satu guru SDN di Kecamatan Bancar Tuban gaji honorer jauh dari kata layak senilai Rp. 150.000.
Solusi dari Pemerintahan kini banyak digalakkan, berbagai bantuan-bantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berupa janji guru-guru honorer akan dijadikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dengan berbagai syarat, kuota (paket data) di masa Pandemi covid-19 ini dan yang baru ramai diperbincangkan publik bantuan uang tunai senilai Rp 1.800.000 dengan berbagai syarat.Â
Meski berbagai cara telah dilakukan Pemerintah, ternyata tidak semua lapisan guru-guru mendapatkan bantuan tersebut. Nyatanya, masih ada guru-guru honorer yang melakukan aksi demo dengan berbagai alasan.
Gerakan-gerakan untuk mencapai zelfbestuur bagi guru-guru honorer
Pekerjaan guru tidak dapat menjanjikan untuk kesejahteraan secara finansial, akan tetapi secara batin jerih payah seorang guru terbayarkan saat melihat muridnya tumbuh dengan pandai dan cerdasnya sebab bimbingan dan arahannya. Meski demikian, hidup terus berjalan dan dapur rumah harus terus mengepul. Oleh sebab itu, seorang guru dalam mencukupi kebutuhan finansialnya diperlukan berbagai cara agar dapat hidup layak. Salah satunya adalah kemandirian.
Mengambil istilah zelfbestuur dari tokoh besar Sarekat Islam (SI) HOS Tjokroaminoto yang memiliki makna pemerintahan sendiri, bagi para guru honorer di Indonesia khususnya di Jawa Tengah semangat zelfbestuur perlu menjadi tonggak utama untuk kesejahteraan. Bahkan semangat zelfbestuur mampu merepresentasikan untuk kemerdekaan nasional bagi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) khususnya guru-guru honorer.
Kesejahteraan yang hakiki idaman para guru honorer dapat menjadi kenyataan apabila melakukan berbagai hal diantaranya yaitu melakukan gerakan politik administrasi, gerakan politik konsolidasi dan gerakan sosial-ekonomi.
Gerakan politik administrasi dapat dilakukan bagi PGRI khususnya para guru honorer dengan gerakan menata administrasi organisasi dan sistem rekrutmen keanggotaan yang selama ini anggota PGRI hanya guru-guru formal saja. Perlu penambahan anggota guru-guru honorer selain dari kalangan guru formal, bisa dengan yang non formal.
Gerakan politik konsolidasi dilakukan dengan berupaya memperkuat gerakan organisasi mulai dari pusat ke cabang-cabangnya. PGRI pusat selalu ada komunikasi dengan segala cabang-cabang di Indonesia khususnya guru-guru yang ada di Jawa Tengah dengan berbagai kegiatan. Mulai dari pelatihan-pelatihan khususnya pelatihan tentang softskill kewirausahaan sehingga para guru honorer tidak hanya mengandalkan gaji yang dirasa kurang, workshop dan sekolah tentang keguruan.
Terakhir adalah gerakan sosial-ekonomi, di sini PGRI melakukan pembentukan sebuah koperasi khususnya diberbagai cabang-cabang daerah yang terdapat guru-guru honorer. Dari hasil keuntungan yang diperoleh koperasi dikumpulkan untuk membantu para guru honorer yang membutuhkan.Â
Serta bidang pendidikan membentuk sebuah sekolah dalam naungan PGRI dengan bekerja sama guru-guru honorer dalam berbagai daerah di Indonesia, sektor pertanian dengan dapat bekerja sama para guru honorer yang memiliki sawah sendiri. Sehingga kesejahteraan yang didambakan oleh guru-guru honorer selama ini dapat terwujud dengan baik sesuai yang diharapkan tanpa ada halangan dan hambatan atas solusi yang diberikan Pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H