Di zaman milenial ini, kebanyakan program konseling yang dilaksanakan di tingkat satuan pendidikan carut marut. Sebagai contoh yaitu kegiatan konseling yang dilakukan di salah satu Madrasah di Ngawi. Seolah-olah kegiatan konseling disana hanya sebagai formalitas saja. Mengapa dikatakan demikian? Mari kita simak penjelasan dibawah ini.
Kegiatan konseling sebenarnya merupakan wadah untuk meluapkan semua pendapat, kerisauan dan permasalahan yang ada di lingkungan madrasah. Dalam setiap prosesnya, kegiatan konseling selayaknya transparan dan dapat merangkul semua stakeholder yang ada dalam lingkup madrasah tersebut.Â
Mengapa demikian? Karena kegiatan tersebut akan bisa berjalan apabila didukung semua stakeholder di lingkungan madrasah. Namun, pada kenyataannya masih banyak madrasah yang acuh tak acuh terhadap masalah ini. Contohnya seperti Madrasah di Ngawi tersebut.Â
Di madrasah tersebut, kegiatan konseling hanya berpusat pada konselor saja tanpa melibatkan wali kelas, guru pengampu mata pelajaran dan stakeholder yang lainnya. Padahal, kenyataanya yang mengetahui secara keseluruhan karakteristik siswa justru wali kelas dan guru pengampu mata pelajaran.Â
Selain itu, di madrasah tersebut kegiatan konseling dilaksanakan hanya pada waktu tertentu saja. Misalkan ketika aka ada kegiatan akreditasi sekolah, ketika kegiatan Masa Orientasi Siswa baru (MOS) dan ketika akan dilaksanakan pendaftaran menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi, contohnya pendaftaran masuk perkuliahan. Â
Lantas bagaimana jika kegiatan konseling hanya sebagai formalitas dan  hanya guru Bimbingan Konseling saja yang bertindak dalam kegiatan konseling ? Ini merupakan kesalahan besar yang seharusnya tidak terjadi dalam kegiatan konseling.Â
Dikatakan demikian karena jika konseling hanya formalitas semata maka sekolah tersebut belum mematuhi apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan jika hanya konselor saja yang melakukan konseling, bisa saja proses konseling tersebut tidak tepat sasaran pada apa yang diharapkan oleh siswa.Â
Contoh riilnya saja, ketika siswa tidak memperhatikan gurunya dan malas-malasan ketika kegiatan pembelajaran. Kemudian guru pengampu mata pelajaran melaporkan pada guru Bimbingan Konseling. Setelah itu, guru Bimbingan konseling melakukan proses konseling mengenai masalah tersebut tanpa melibatkan koordinasi yang intens bersama guru pengampu yang melaporkan masalah tersebut dan seolah-olah si konselor sudah mengetahui semua penyebabnya. Kemudian konselor mengatasinya sendiri, sehingga hasil yang diharapkan malah membawa dampak buruk terhadap perkembangan belajar siswa.
Nah, ini yang kerapkali terjadi dalam kegiatan konseling. Lantas bagaimana untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan tersebut? Solusi yang tepat untuk mengatasi kecarut marutan kegiatan konseling yaitu dengan adanya pengkoordinasian antara guru Bimbingan Konseling dengan seluruh stakaholder yang ada di lingkup madrasah tersebut.Â
Adapun, stakeholder yang tergabung dalam lingkup madrasah yaitu meliputi administrator sekolah, guru, siswa organisasi kesiswaan, wali murid, komite sekolah, psikolog sekolah (guru Bimbingan Konseling), wali kelas, serta dukungan yang ainnya seperti staf kantin, penjaga sekolah dan petugas laboratorium.Â
Dengan adanya kegiatan koordinasi, maka kegiatan konseling akan berjalam sebagaimana yang diharapkan. Jika diibaratkan dengan kegiatan pembelajaran selama di dalam kelas, kegiatan konseling itu sebagai mata pelajaran dan stakeholder adalah gurunya. Apabila seorang siswa melakukan kegiatan pembelajaran tanpa didampingi oleh guru, maka kegiatan pembelajaran tersebut tetap berjalan namun tidak kondusif. sama halnya dengan kegiatan konseling, tanpa adanya koordinasi dengan stakeholder maka kegiatan konseling tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Dari analogi diatas, dapat dipahami bahwasanya kegiatan konseling itu tidak bisa berjalan sendiri, melainkan membutuhkan unsur pendukung, yaitu berupa stakeholder guna mewujudkan kegiatan konseling yang sesuai dengan kebutuhan konselor dan konseli serta sesuai dengan harapan dinas pendidikan dan kebudayaan.
Semoga penjelasan diatas, dapat memberikan sedikit pencerahan terhadap permasalahan konseling yang selama ini terjadi hampir diseluruh jenjang pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H