Oleh : Siti Fainurryzky Annisa, S.Tr.Gz Mahasiswi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Pada saat ini sangat banyak ditemukan restoran atau frenchise yang menyediakan dan menjual makanan junkfood, sehingga masyarakat sangat mudah dan terjangkau dalam mengakses makanan junkfood ini. Prevalensi konsumsi junkfood di kalangan masyarakat, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda, mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Di Amerika Serikat, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar 36,6% orang dewasa dan 33,6% remaja mengonsumsi junk food secara rutin setiap hari. Sedangkan di Indonesia, meskipun data spesifik tentang konsumsi junk food bervariasi, ada peningkatan konsumsi makanan cepat saji di kalangan anak-anak dan remaja. Urbanisasi yang pesat di kota-kota besar seperti Jakarta juga menyebabkan peningkatan konsumsi junk food.
Junkfood adalah makanan yang rendah nilai gizinya dan biasanya tinggi kalori, lemak, gula, garam, atau bahan aditif lainnya. Makanan ini umumnya mengandung sedikit atau tidak ada nutrisi penting seperti serat, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Makanan ini sering mengandung kadar tinggi gula, garam, lemak jenuh, serta bahan pengawet dan aditif lainnya, yang menjadikannya tidak sehat jika dikonsumsi secara berlebihan. Junk food dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis makanan, kandungan nutrisinya, dan dampaknya terhadap kesehatan.
Berdasarkan Jenis Makanan diklasifikasikan menjadi Makanan cepat saji (fast food) yaitu Makanan yang disiapkan dan disajikan dengan cepat di restoran atau gerai cepat saji (seperti Burger, kentang goreng, pizza, ayam goreng, hot dog), Makanan ringan (snacks) yaitu Makanan ringan yang biasanya dikonsumsi di luar waktu makan utama dan umumnya tinggi kalori tetapi rendah nutrisi (seperti : Keripik kentang, nachos, popcorn mentega, kerupuk), Makanan manis (confectionery) adalah Produk makanan yang kaya akan gula dan sering kali tidak mengandung nutrisi bermanfaat (seperti : Permen, cokelat, donat, kue, biskuit manis, es krim), dan Minuman bersoda dan berenergi yaitu Minuman yang tinggi gula dan kalori, sering kali tanpa kandungan gizi (seperti : Soda, minuman berenergi, minuman berperisa manis).
Berdasarkan Kandungan Nutrisinya diklasifikasikan menjadi Tinggi Gula (Seperti : Permen, minuman bersoda, kue manis), Tinggi Lemak Jenuh dan Trans (seperti : Burger, kentang goreng, makanan yang digoreng dengan minyak terhidrogenasi), Tinggi Garam (Natrium(Keripik kentang, makanan kalengan, pizza, dan makanan olahan, Rendah Serat (seperti : Roti putih, makanan olahan tepung, makanan ringan tanpa biji-bijian utuh). Sedangkan Berdasarkan Tingkat Pengolahan diklasifikasikan menjadi Ultra-proses: Makanan yang sangat diproses dengan berbagai bahan tambahan seperti pengawet, pewarna, pemanis buatan, dan perisa. Makanan ini biasanya kehilangan sebagian besar nilai nutrisinya selama proses pengolahan (seperti : Nugget ayam, sosis, makanan beku instan, minuman ringan kemasan), dan Setengah proses (semi-processed): Makanan yang diproses tetapi masih mempertahankan beberapa komponen alami, meskipun mereka mungkin sudah ditambahkan gula, garam, atau lemak (seperti: Sereal manis, kue kemasan, dan makanan kaleng).
Maraknya junkfood dikalangan remaja disebabkan oleh beberapa faktor seperti kemudahan Akses Junk food yang mudah didapatkan di restoran cepat saji, supermarket, dan kios-kios, sehingga menjadi pilihan yang cepat dan praktis bagi remaja. Harga junk food yang murah dan terjangkau membuatnya lebih menarik bagi remaja yang memiliki keterbatasan anggaran. Pengaruh Iklan dan Media Sosial dimana Remaja sangat terpengaruh oleh iklan dan konten di media sosial yang mempromosikan junk food. Kampanye iklan sering kali dirancang untuk menarik perhatian mereka melalui promosi visual yang menarik dan penggunaan influencer. Gaya Hidup Cepat dimana Banyak remaja memiliki jadwal yang sibuk, baik karena sekolah maupun aktivitas sosial, sehingga mereka cenderung memilih makanan cepat saji yang tidak membutuhkan waktu persiapan. Serta Tekanan Sosial seringkali Remaja memilih junk food sebagai bagian dari aktivitas sosial bersama teman-teman mereka, seperti saat berkumpul di restoran cepat saji atau membeli makanan ringan bersama.
Fenomena maraknya pengonsumsian junkfood di kalangan remaja, tentu saja akan berakibat terhadap kesehatan mereka. Dampak yang ditimbulkan adalah Obesitas yang terjadi akibat Konsumsi junk food yang tinggi kalori dan rendah nutrisi dapat menyebabkan kenaikan berat badan berlebih. Obesitas di masa remaja meningkatkan risiko obesitas di masa dewasa. Penyakit Metabolik yang disebabkan pola makan yang didominasi junk food dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, resistensi insulin, dan sindrom metabolik pada remaja. Masalah Jantung hal ini terjadi akibat tingginya kadar lemak jenuh, gula, dan garam dalam junk food dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kolesterol, yang dapat berdampak buruk pada kesehatan jantung. Gangguan Pencernaan akibat kekurangan serat dalam junk food dapat menyebabkan sembelit dan masalah pencernaan lainnya. Serta dapat mengakibatkan gangguan Konsentrasi dan Energi akibat Pola makan buruk yang rendah nutrisi dapat memengaruhi kemampuan kognitif, energi, dan konsentrasi remaja di sekolah dan aktivitas lainnya.
Dampak yang ditimbulkan dengan konsumsi junkfood secara berlebihan, sangat berpengaruh terhadap kesehatan para remaja baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sehingga konsumsi junkfood secara  berlebihan harus dilakukan pembatasan.
Upaya Promosi Kesehatan dalam membatasi Konsumsi Junkfood pada remaja
Edukasi tentang Gizi dan Kesehatan
Edukasi gizi dan kesehatan sangat penting dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan tentang gizi dan pola makan sehat dalam kurikulum sekolah dapat membantu meningkatkan pemahaman remaja tentang dampak negatif junk food dan pentingnya makan mehat serta Meningkatkan kesadaran melalui kampanye kesehatan publik di media sosial dan acara sekolah yang menunjukkan risiko junk food serta manfaat pola makan seimbang. Selain itu juga perlu dilakukan penyuluhan kesehatan dengan melibatkan Orang tua, guru, dan tenaga kesehatan dapat melakukan penyuluhan mengenai pentingnya memilih makanan bergizi dan menghindari makanan yang tinggi gula, lemak jenuh, dan garam.
Pengawasan dan Pembatasan Iklan Junk Food
Membuat sebuat Regulasi Iklan dimana pemerintah dapat mengatur atau membatasi iklan junk food yang ditargetkan kepada anak-anak dan remaja, terutama di media sosial, televisi, dan internet. Mengawasi konten media sosial yang mempromosikan junk food dan memfasilitasi promosi pola makan sehat melalui kolaborasi dengan influencer dan tokoh masyarakat.
Mendorong Akses ke Alternatif Makanan Sehat
Dengan Menyediakan Pilihan Sehat di Sekolah di kantin sekolah yang terjangkau, bergizi, dan menarik dapat mengurangi ketergantungan pada junk food. Serta mendorong restoran cepat saji untuk menawarkan pilihan makanan yang lebih sehat, seperti salad, buah, atau menu rendah kalori. Orang tua dan sekolah juga dapat menggantikan makanan ringan yang tinggi kalori dengan camilan sehat seperti buah-buahan, kacang-kacangan, atau yogurt rendah lemak.
Pengaturan Lingkungan dan Kebijakan Kesehatan
Kebijkan kesehatan dalam membatasi konsumsi junkfood juga diperlukan dengan menetapkan pajak untuk Junk Food. Hal ini sudah dilakukan dibeberapa negara telah menerapkan pajak untuk makanan tinggi gula, lemak, atau garam, sehingga harga junk food meningkat dan dapat mengurangi pembelian. Memberlakukan aturan yang mewajibkan pelabelan gizi yang jelas pada makanan kemasan untuk membantu konsumen membuat pilihan yang lebih sehat, serta membatasi penjualan junk food dan minuman bersoda di lingkungan sekolah dapat mengurangi konsumsi makanan tidak sehat oleh siswa.
Dukungan dan Peran Orang Tua
Orang tua berperan penting dalam memberikan contoh pola makan sehat di rumah. Memasak makanan bergizi bersama anak-anak juga dapat meningkatkan minat mereka terhadap makanan sehat. Orang tua bisa mengendalikan jenis makanan yang tersedia di rumah dengan membatasi pembelian junk food dan menyediakan pilihan makanan sehat. Memberikan komunikasi Kesehatan dengan mengajak anak berdiskusi tentang manfaat gizi dan risiko kesehatan dari junk food, serta pentingnya menjaga kesehatan tubuh.
Dukungan Komunitas dan Lingkungan
Komunitas lokal bisa menyediakan program yang mempromosikan gaya hidup sehat, seperti kelas memasak sehat untuk remaja atau kampanye kesehatan di sekolah dan lingkungan sekitar. Memfasilitasi akses ke ruang publik seperti taman dan lapangan olahraga dapat mendorong remaja untuk lebih aktif secara fisik, yang akan membantu menyeimbangkan kebiasaan makan.
Menggunakan Teknologi untuk Mempromosikan Pola Makan Sehat
Mempromosikan penggunaan aplikasi yang membantu remaja melacak pola makan mereka dan memberikan saran nutrisi yang lebih sehat. Menggunakan media sosial untuk menyebarkan resep sehat, tantangan memasak sehat, atau tips gaya hidup sehat yang menarik perhatian remaja.
Meningkatkan Kesadaran akan Dampak Lingkungan
Promosi Makanan Lokal dan Ramah Lingkungan dengan Meningkatkan kesadaran tentang dampak lingkungan dari makanan olahan dan junk food dapat mendorong remaja untuk beralih ke makanan sehat yang lebih alami dan ramah lingkungan.
Mengurangi dan membatasi konsumsi junk food di kalangan remaja memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan pendidikan, regulasi, dukungan orang tua, serta peran komunitas dan pemerintah. Dengan menyediakan akses yang lebih mudah ke makanan sehat dan meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif junk food, remaja dapat lebih termotivasi untuk membuat pilihan makanan yang lebih baik dan menjaga kesehatan jangka pendek maupun jangka panjang mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H