Mohon tunggu...
Siti Dhea Meutia Syarif
Siti Dhea Meutia Syarif Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Full time learner, Half time student.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Terminal High-Altitude Area Defence (THAAD) Amerika Serikat sebagai Penyeimbang Kekuatan China di Asia Timur

1 Juni 2020   21:27 Diperbarui: 1 Juni 2020   21:27 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Agresi militer Korea Utara yang telah meningkat sejak 2016 lalu membuat Amerika Serikat (AS) mengambil tindakan militer guna merespon uji coba nuklir Korea Utara yang keempat pada Januari 2016, peluncuran satelit pada Februari 2016, dan tiga penembakan rudal balistik pada September 2016 (Lee, 2017). 

AS merespon hal tersebut dengan melakukan kerjasama militer dengan Korea Selatan pada 8 Juli 2016 lalu untuk menempatkan sebuah sistem pertahanan yang dirancang untuk menembak jatuh rudal balistik jarak pendek dan menengah dalam fase terminal mereka menggunakan pendekatan hit-to-kill serta memiliki radar X-band (Mehta, 2016) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Terminal High-Altitude Area Defence (THAAD). 

Namun, penempatan sistem pertahanan rudal tersebut menuai kontroversial baik dalam domestik Korea Selatan maupun internasional, seperti China dan Rusia.

Sebelumnya, pihak Korea Selatan telah melakukan perlawanan agar sistem pertahanan rudal AS tersebut tidak ditempatkan di Seongju, Korea Selatan, namun karena tingginya tekanan yang diberikan AS sebagai negara sekutu, mulai memburuknya hubungan Korea Selatan-China setelah Korea Selatan mengumumkan niatnya untuk mengerahkan THAAD, serta ancaman Korea Utara yang ingin menguji coba rudal dan nuklirnya dianggap dapat mengancam Korea Selatan, Presiden Korea Selatan Park Geun-hye memutuskan untuk memantapkan pilihannya dengan menempatkan THAAD tersebut di wilayahnya (Ryan, 2016). Selain itu, alasan AS ingin menempatkan THAAD adalah demi mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara, menjaga perdamaian, serta stabilitas di kawasan Asia Timur.

Meskipun THAAD  memberikan pertahanan terbatas bagi Korea Selatan terhadap rudal balistik Korea Utara, namun tujuan utama THAAD juga dapat dimaksudkan untuk melemahkan penangkal nuklir China dan guna memperluas arsitektur pertahanan AS di Asia Timur pada sistem anti-rudal globalnya yang pada akhirnya akan mengancam China itu sendiri, sehingga wajar apabila Respon China terhadap penempatan tersebut cenderung sangat vokal dan negatif karena kepentingan nasionalnya terganggu. 

Selain itu, upaya penempatan THAAD di Korea Selatan juga dapat dilihat sebagai upaya AS menjadi penyeimbang kekuatan China di kawasan tersebut dengan cara memantau pergerakan militer China melalui Korea Selatan sehingga AS dapat menurunkan tingkat keamanan China.

Hal ini selaras dengan penjelasan Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengenai THAAD, di mana pemantauan radar X-band yang dimiliki THAAD dapat menjangkau kawasan di Asia yang tentunya akan merusak kepentingan strategis China. 

Selain itu, radar tersebut juga dapat mendeteksi uji coba rudal China di timur laut China dan rudal balistik antarbenua, sehingga dapat melemahkan pencegahan nuklir di China. (China's Ministry of Foreign Affairs, 2013).

Memang, jika dilihat dari kacamata AS sebagai sekutu dan mitra pertahanan Korea Selatan, AS berkomitmen untuk mendukung pertahanan Korea Selatan dengan memperkuat kemampuan militernya sebagaimana diperlukan untuk melindungi Korea Selatan dari ancaman Korea Utara dan berkomitmen untuk menjaga kestabilan kawasan Asia Timur. 

Namun, jika ditinjau lebih jauh penempatan THAAD di Kawasan Asia Timur ini juga dapat dilihat sebagai upaya AS untuk membatasi kekuatan China di wilayah tersebut. Hal ini terlihat dari respon China terhadap Korea Selatan yang mulai melakukan pembatasan ekonomi, seperti dalam bidang hiburan, produk konsumen, hingga pariwisata demi melindungi kepentingan nasionalnya (Frater, 2016). 

Dengan kata lain, hal tersebut dilakukan agar Korea Selatan mencabut THAAD Amerika Serikat yang telah ditempatkan di sana, sehingga hubungan Korea Selatan-China dapat kembali membaik.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, baik AS maupun China memiliki kepentingannya masing-masing di Kawasan Asia Timur. Dalam menganalisis kasus di atas, penulis menggunakan kerangka konsep kepentingan nasional. Kepentingan nasional merupakan serangkaian prioritas suatu negara mengenai tindakan yang akan dilakukan negara tersebut terhadap hubungannya dengan negara-negara lain. 

Kepentingan tersebut dapat berupa hal-hal yang menjadi penting dalam kondisi internal negara tersebut, contohnya seperti hak asasi manusia, militer, ekonomi, dan sebagainya. 

Atas dasar hal itu, kepentingan nasional menentukan tindakan politik suatu negara yang akan menjadi salah satu pilar utama dalam hubungan internasional. Tidak ada standar yang dapat menentukan bahwa hal tersebut merupakan sebuah kepentingan nasional karena setiap negara memiliki bias dan kepentingan nasionalnya masing-masing. 

Jika kepentingan suatu negara terganggu, maka negara tersebut cenderung akan melakukan cara-cara tertentu guna melindungi kepentingannya, biasanya dalam bentuk soft diplomacy hingga hard diplomacy (Nye, 1999).

Dalam kasus penempatan THAAD Amerika Serikat di Korea Selatan tersebut, terlihat bahwa Amerika Serikat memiliki kepentingan nasional di bidang militer dan politik, baik terhadap Korea Selatan, Korea Utara maupun China.

Karena kepentingan AS berbenturan dengan kepentingan negara-negara terkait, maka timbullah sebuah permasalahan baru karena tiap negara ingin melindungi kepentingan nasionalnya masing-masing. Penempatan THAAD tersebut telah memicu perlombaan senjata regional dan ketidakstabilan kawasan (Revere, 2016). 

Di satu sisi, THAAD akan menyebabkan Korea Utara mengembangkan senjata nuklir yang lebih maju, hubungan Korea Selatan-China akan semakin merenggang akibat keputusan Korea Selatan yang dapat dianggap sebagai bagian dari strategi kepentingan nasionalnya untuk menjaga kekuatan nasionalnya dengan bantuan AS.

Di sisi lain, China dan Rusia sebagai negara penentang adanya THAAD mungkin di masa depan akan mengambil tindakan seperti meningkatkan teknologi militernya untuk menahan Korea Selatan dan Amerika Serikat. 

Dengan kata lain, penempatan THAAD ini dapat menghasilkan konfrontasi baru antara AS-Korea Selatan melawan China-Rusia-Korea Utara, yang akan memiliki ketegangan mirip seperti era Perang Dingin.

Dengan menggunakan konsep kepentingan nasional, dapat disimpulkan bahwa penempatan THAAD Amerika Serikat di Korea Selatan ini ditujukan bukan hanya untuk menangkal serangan rudal dan nuklir yang akan diluncurkan oleh Korea Utara dan menstabilkan kembali wilayah Asia Timur, namun juga sebagai upaya AS dalam memperlemah keamanan China melalui penempatan THAAD di Korea Selatan, membatasi kekuatan China, serta upaya AS untuk menjadi penyeimbang kekuatan China di kawasan tersebut. 

Tidak dapat dipungkiri pula bahwa ketika AS melakukan tindakan tersebut, banyak negara terkait yang merasa kepentingan nasionalnya terganggu, sehingga justru tujuan yang diinginkan AS di kawasan ini belum dapat terwujud karena upaya AS sendiri yang memicu perlombaan senjata regional dan ketidakstabilan kawasan.

Menurut penulis, tindakan yang dilakukan AS dengan menempatkan THAAD-nya di Korea Selatan kurang efektif dan justru menjadi bumerang bagi AS sendiri. Jika AS ingin menjadi penyeimbang kekuatan China di Asia Timur, AS dapat menarik simpati negara-negara kawasan tersebut agar menjadi sekutu, salah satunya dengan melakukan kerjasama dalam bidang ekonomi dan militer, serta mengadakan forum diskusi guna membahas denuklirisasi di Korea Utara dan kestabilan kawasan. 

Karena jika hanya mengandalkan sistem pertahanan rudal yang ditempatkan di Korea Selatan, maka akan memunculkan berbagai spekulasi yang berujung menjadi ketidakpercayaan negara kawasan bahwa ternyata tujuan AS menempatkan THAAD di Korea Selatan adalah untuk mencegah kekuatan China di kawasan alih-alih ingin mencegah ancaman rudal dan nuklir dari Korea Utara. 

Namun, melihat karakteristik Donald Trump sebagai pemimpin AS saat ini cenderung tidak bisa ditebak, nampaknya AS tidak akan mencabut THAAD-nya dalam waktu dekat karena kepentingan nasional AS di kawasan tersebut masih tinggi.

Referensi

China's Ministry of Foreign Affairs. (2013, February 13). Wang Yi Talks about US's Plan to Deploy THAAD Missile Defense System in ROK. Diambil kembali dari China's Ministry of Foreign Affairs

Frater, P. (2016, August 4). China Reportedly Bans Korean TV Content, Talent. Diambil kembali dari Variety.

Haggard, S. (2017, January 11). The Most Important Story of 2017: China, South Korea, and THAAD. Diambil kembali dari Peterson Institute for International Economics

Lee, B. (2017). THAAD Deployment in South Korea: Militarism Leading to Political Regression. Diambil kembali dari Harvard International Review.

Mehta, A. (2016, February 25). PACOM Head Supports Exercises Near China, Talks THAAD. Diambil kembali dari Defense News

Morgenthau, H. J. (2005). Morgenthau, H. J. (2005). Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace. McGraw-Hill Education, 7 Edition.

Nye, J. S. (1999). Redefining the National Interest. Foreign Affairs, Vol. 78, No. 4 , 23.

Revere, E. J. (2016, January 25). U.S. Policy and East Asian Security: Challenges and Response. Diambil kembali dari Brookings Institution  

Ryan, M. (2016, July 8). Pentagon to Deploy Anti-Missile System in South Korea. Diambil kembali dari Washington Post

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun