Senja di kala itu adalah akhir pertemuan kita,Â
Masih kuingat dengan jelas senyuman manis yang terukir indah di wajahmu.Â
secangkir kopi dan rokok yang menjadi teman dikala heningmu,Â
kau menceritakan banyak hal yang tak jarang menjadikan tawa candaan disetiap akhir ceritamu
senja dikala itu,Â
mengingatkanku pada pelukan hangatmu
yang mengantarkanku untuk bergegas mengarungi lautan misool
dengan penuh haru, senantiasa kuingat pesanmu di negeri rantau
kaulah motivasi dan penyemangatku,Â
hari-hariku menjadi sangat berarti karenamu
namun, ayah apakah engkau tahu?Â
betapa hancur dan pilunya hatiku ketika mendengar kabar bahwa dirimu telah tiada.Â
tahukah engkau pilunya diri ini dengan setiap linangan air mataku mengingat dirimu
ayah, kepada pundak siapa lagi aku harus bersandar ketika diri ini risau
kepada siapa lagi aku harus bercerita tentang semua duka laraku
ayah,
belum sempat kupersembahkan toga ini padamu, kau telah pergi ke alam nirwana
senja dikala itu adalah kenangan terakhir kita,Â
senja dikala itu mengajarkanku bahwa semanis dan seindah apapun senja akan tetap meninggalkankuÂ
bukan karena keinginannya tetapi sudah menjadi ketentuan semesta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H