Pesatnya perkembangan teknologi, arus informasi yang tidak dapat dibendung dan pandemic Covid 19 adalah beberapa disrupsi yang sedang kita hadapi. Tentunya hal tersebut harus disikapi dengan perbaikan dan penyesuaian cara belajar (sistem di sekolah) agar kita dapat bertahan dan "menang' menghadapi perubahan yang sangat besar dan cepat tersebut.
Bagi para praktisi Pendidikan, istilah Taksonomi Bloom bukanlah hal yang asing. Taksonomi Bloom dikembangkan oleh Benjamin Bloom pada tahun 1956, yang merupakan kerangka pengkasifikasian dan pengurutan hasil belajar dan ketrampilan berpikir kognitif.Â
Taksonomi ini mengurutkan proses berpikir dari kemampuan berpikir tingkat rendah kepada kemampuan berpikir tingkat yang lebih kompleks (tingkat tinggi) dan dari yang bersifat konkret menjadi abstrak.
Urutan Taksonomi Bloom asli pada dimensi keterampilan kognitif adalah Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, dan Evaluasi. Kerangka tersebut direvisi pada tahun 2001 oleh Lorin Anderson dan David Krathwohl, menjadi Taksonomi Bloom Revisi.
Revisi tersebut meliputi dua dimensi yaitu Pengetahuan dan Proses Kognitif. Pada Hirarki Bloom awal, urutan pertama proses kognitif adalah Pengetahuan yang pada Hirarki Bloom Revisi, Pengetahuan dijadikan menjadi dimensi tersendiri Pada dimensi pengetahuan terdapat empat sub kategori yaitu:Â
Pengetahuan Faktual, Pengetahuan Konsep, Pengetahuan Prosedur dan Pengetahuan Metakognitif. Pengetahuan Metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri.Â
Pengetahuan Metakognitif adalah hal penting yang harus dikuasai oleh siswa dalam aktivitas belajar karena hal tersebut membantu siswa memahami & mengatur proses belajar dirinya sendiri sehingga siswa mampu belajar secara mandiri.
Pada dimensi Proses Kognitif, urutan Pengetahuan berganti menjadi Mengingat, dan pada tingkatan selanjutnya terjadi perubahan cara penulisan yang tentunya akan merubah makna dari kata tersebut.Â
Dari Pemahaman menjadi Memahami; Penerapan menjadi Menerapkan; Analisis menjadi Menganalisis; Sintesis menjadi Mencipta dan menjadi hirarki teratas berganti tempat dengan Evaluasi yang menjadi Mengevaluasi.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Revisi terhadap taksonomi ini dilakukan karena kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada Handbook dan adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan dan pemikiran-pemikiran baru dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan.Â
Salah satu tujuan pendidikan adalah menyiapkan siswa memiliki kompetensi yang utuh agar mampu berperan aktif membangun tatanan sosial, ekonomi, sadar pengetahuan dan menjadi warga dunia dizaman (waktu) yang dialaminya.
Taksonomi Bloom Revisi banyak memberi manfaat bagi guru dalam hal-hal berikut ini:
- Membantu guru-guru lebih memahami tujuan-tujuan pembelajaran mereka (tujuan-tujuan yang mereka buat sendiri dan tujuan-tujuan yang telah disediakan oleh pihak lain);
- Membantu guru membuat keputusan-keputusan yang lebih bagus mengenai bagaimana mengajar dan mengases siswa dalam kerangka tujuan-tujuan pembelajaran itu;
- Membantu guru menentukan seberapa sesuai antara tujuan, asesmen, dan pembelajarannya dengan cara yang tepat;
Selain menolong bagi guru yang mengajar, Taksonomi Bloom Revisi membantu siswa untuk memperoleh hasil belajar tidak semata pada hasil belajar mengingat dan memahami pengetahuan konseptual melainkan hingga hasil belajar mengevaluasi dan memahami pengetahuan metakognitif, mengevaluasi pengetahuan konseptual, menciptakan pengetahuan procedural
Melalui Taksonomi Bloom Revisi, siswa mengalami belajar yang bermakna menghadirkan pengetahuan dan proses kognitif yang siswa butuhkan untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah terjadi ketika siswa menggagas cara untuk mencapai tujuan yang belum pernah dia capai, yakni mengerti bagaimana cara mengubah keadaan jadi keadaan yang diinginkan (Anderson & Krathwohl, 2010:97).
Tak ada gading yang tak retak, peribahasa ini berlaku juga pada Taksonomi Bloom. Walaupun banyak hal positif yang diperoleh dari Taksonomi Bloom Revisi namun ada beberapa orang yang berpendapat bahwa proses belajar (berpikir kognitif) tidak dapat dikelompokan menjadi sebuah hirarki karena semua mempunya posisi yang sama dan tidak ada yang menjadi lebih penting dari lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H