Mohon tunggu...
Siti Andriana
Siti Andriana Mohon Tunggu... Guru - Guru / Enterpreneur / Penulis

Dunia Sementara, Akhirat Selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Yatim Piatu

20 Mei 2024   14:00 Diperbarui: 20 Mei 2024   18:20 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bismillah." Pedal sepeda mulai ku kayuh perlahan.InsyaAllah akan baik-baik saja untuk ayah.

Dalam perjalanan ke rumah sakit yang mulai sepi dan kendaraan tak terlalu ramai seperti biasa. Aku nekat dengan sepeda kesayanganku menuju rumah sakit. Pikiranku memang tak menentu, hatiku memang nyaris sangat sensitive teringat nama Ayah. Kupacu sepeda lebih laju agar segera sampai ke rumah sakit.

Dalam perjalanan, teringat semua perjuangan Ayah untukku. Semua tentangnya, suka dan dukanya membesarkan dan mendidikku selama ini. Ada satu momen bahagia yang tak bisa aku lupakan dari ayah.

Saat usiaku 12 tahun, saat aku memasuki jenjang SMP. Ayah ingin memnberikan kejutan kue ulang tahun untukku. Namun pada saat itu, ayah tak memiliki uang untuk membeli kue. Akhirnya berbekal dengan pengetahuan seadanya dan buku resep Ibu yang tertinggal di kamarnya. Ayah membuat kue minisize untukku. Rasanya enak, gak bantat dan bisa dikatakan perjuangan Ayah berhasil. Ayah menungguku pulang sekolah, hingga aku yang dalam kondisi lelah. Ketika masuk rumah menjadi sumringah dengan kejutan Ayah. Ayah menghias gubuk kami seadanya. Ia tak habis-habisnya mengumpulkan ide membuat aku bahagia. Aku bahagia sekali hari itu.

Ahh Ayah... Engkau luar biasa untuk perjalananku.

Sesampainya di rumah sakit, aku memarkir sepedaku. Kembali berjalan menuju lorong dan menuju kamar Ayah. Ku lihat dokter dan pasien sedang berbincang. Ku lihat, Ayah mulai mereda dan lemas di pembaringan. Ingin sekali rasanya aku menghampiri Ayah segera. Benar, tak menunggu waktu lama dokter dan suster keluar ruangan.

Segera ku hampiri dokter setelah mereka membuka pintu ruangan Ayah.

"Bagaimana Dokter, Ayah baik-baik sajakan ?"tanyaku tak sabar mendengar jawaban mereka.

"Doakan yang terbaik ya, kami sudah berusaha semampu kami. Kembali pada Allah semuanya. Sepertinya Pak sastro sangat tersiksa dengan kondisi kulitnya yang melepuh hebat. Saya salut, ia masih semangat dan ceria. Padahal sudah terlalu banyak luka di tubuhnya. Untuk saat ini, saya harap anda bisa mendampinginya selalu. Ia butuh teman bercerita, sepertinya." Jawab dokter.

"Terima kasih, Dok."Tangisku ingin pecah memeluk Ayah. Aku segera berlari menghampiri Ayah.

Ayah masih diam, kaku dan belum sadarkan diri. Entahlah, aku tidak tahu lagi menguakkan segala pekik yang tak bisa menjerit dengan leluasa. Batinku terisak-isak mengisi suasana lorong Rumah Sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun