Mohon tunggu...
Nona Kumala
Nona Kumala Mohon Tunggu... Guru - Guru - Penulis

Berharap pada manusia adalah patah hati secara sengaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Hati Milik Yunda

5 Januari 2024   13:53 Diperbarui: 5 Januari 2024   14:36 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis penasaran itu benar-benar tak tenang. Ia kembali bangkit dan berjalan bolak-balik dengan tangan di bawah dagu.

"Apa yang kamu lakukan, Nduk? Dari tadi paman perhatikan kamu sibuk memikirkan sesuatu. Apa ada hal yang mengganggumu?"

Yunda tersentak dan menoleh ke arah tangga, yang mana sang paman berdiri dengan senyuman tipis. Pria yang selama bertahun-tahun ini telah dianggap seperti ayah kandungnya sendiri. Paman Ruslilah, yang telah mengasuhnya sejak kedua orang tua Yunda meninggal dunia.

Yunda terdiam hingga Rusli sudah tiba di lantai bawah, pria itu duduk di sofa dan meminta agar Yunda juga duduk di sampingnya.

"Berapa umur kamu sekarang?"

Yunda tampak berpikir lalu menyahut, "Tahun ini dua puluh empat. Kenapa, Paman?"

Rusli mengganggukkan kepala pelan. "Kamu udah dewasa sekarang."

"Yunda sudah dewasa sejak tujuh tahun yang lalu paman. Apa Paman nggak sadar?" Yunda berkata diiringi nada candaan. Rusli mengembangkan senyuman. Senyuman yang Yunda tak pernah lihat. Pria itu seolah tengah memendam sesuatu yang berat. Namun, gadis itu mencoba menahan diri agar tidak bertanya hal lainnya, ia khawatir pada pamannya.

"Ayah, apa yang terjadi? Kenapa ibu mau pergi!?" Suara Erik terdengar panik.

Baik Rusli maupun Yunda langsung bangkit dan kaget. Erik dengan tatapan yang berkaca-kaca menarik tangan dan menatap sang ayah.

Tubuh Yunda bergetar hebat, ia kembali mengingat pertengkaran antara paman dan bibinya tadi. "A-a-apa yang terjadi, Paman?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun