Saya mengajar di Sekolah Menengah Atas. Setiap tahun menjelang kelulusan siswa kelas XII, sekolah kami mengadakan pentas seni yang menampilkan kreasi siswa berupa seni tari tradisional, seni tari modern, teater, fashion show, musik, puisi, dan lain-lain. Kami memberi nama kegiatan ini "PAGER KRESNA" yaitu singkatan dari pagelaran kreasi seni dan nada. Kami lebih sering menyebutnya "pensi" singkatan dari pentas seni. Untuk memudahkan pengaturan kegiatan pensi maka dibentuklah Panitia pensi yang anggotanya adalah dari pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dibantu oleh beberapa orang guru.
Selama ini saya belum pernah terlibat dalam kepanitiaan pensi. Namun pada pelaksanaan pensi tahun 2015 saya mendapat kesempatan untuk mendampingi siswa di bagian perlengkapan. "PAGER KRESNA" kali ini diselenggarakan di aula salah satu hotel ternama di kota saya. Tugas saya adalah mendampingi siswa mulai dari pengecekan barang-barang/perlengkapan pensi yang dibutuhkan, membawa perlengkapan pensi ke hotel, mengecek kembali perlengkapan pensi di hotel setelah kegiatan, dan mengembalikan perlengkapan pensi ke sekolah.
Acara akan digelar hari sabtu pukul 07.00 WIB dan diakhiri pukul 13.00 WIB. Pengecekan perlengkapan pensi yang akan dibawa ke hotel dilaksanakan pada hari kamis di sekolah. Dilanjutkan pada hari jumát pukul 14.00 perlengkapan pensi diangkut menggunakan truk. Panitia yang terdiri 26 anggota OSIS dan saya mengiringi truk yang meninggalkan sekolah dan bergerak menuju lokasi pensi. Sampai di lokasi, siswa segera menurunkan perlengkapan pensi, membawa perlengkapan ke aula, dan menata perlengkapan sesuai dengan posisinya. Kegiatan ini berakhir pukul 20.30. Kegiatan ini cukup melelahkan bagi kami selaku panitia. Panitia dari anggota OSIS menginap di rumah salah satu guru yang rumahnya dekat dengan hotel yang menjadi lokasi pensi.
Pagelaran dilaksanakan keesokan harinya yaitu hari sabtu pukul 07.00 WIB. Singkat cerita acara berlangsung dengan sukses. Acara berakhir pukul 12.30 WIB. Setelah penonton pulang, panitia segera membongkar perlengkapan yang digunakan. Dilanjutkan dengan mengecek barang.
Saya : "Apa barangnya lengkap?"
W selaku seksi perlengkapan : "Lengkap Bu, sudah sesuai dengan catatan"
Saya : "Bagus"
Semua barang lengkap dan siap diangkut pukul 14.00 WIB. Truk yang sedianya datang pukul 13.00 WIB ternyata sampai pukul 14.00 WIB belum datang juga. Saya bersama siswa menunggu sambil berbincang-bincang dengan siswa.
Salah seorang siswa perempuan berinisial A nampak bersedih dan meminta ijin kepada saya untuk pulang.
A : "Bu, bolehkah saya pulang dulu"
Saya : "Tanya dulu ke ketua panitianya"
A : "Sudah Bu, saya diminta untuk minta ijin pada semua anggota. Itu sudah kesepakatan kami, Bu"
Saya : "Terus kamu mau pulang dengan persetujuan semua anggota atau mau bersama teman-temanmu disini"
A : "Sebenarnya saya ingin menyelesaikan kegiatan ini bersama-sama dengan teman-teman, Bu, masalahnya mbah saya dirumah sakit darah tinggi dan akan marah-marah Bu, ini tante saya sudah marah-marah melalui BBM dan saya disuruh pulang sekarang"
Saya : "Kamu bilang kalau kita masih nunggu truknya datang. Nanti Ibu akan menemanimu pulang dan menjelaskan kepada mereka"
A : "Sungguhan ya Bu"
Saya : "Iya"
Setelah penantian yang panjang, dan anak-anak dengan sabar menunggu. Akhirnya truk datang pukul 16.30 WIB. Barang-barang segera dinaikkan ke truk dan setelah semua barang sudah di atas truk, kami bersama-sama meninggalkan hotel pukul 17.00 WIB.
Truk dan siswa yang lain langsung menuju sekolah. Saya bersama A menuju ke rumahnya. Kami sampai di rumahnya ketika adzan maghrib berkumandang. A menuju rumahnya, saya mengikutinya. Begitu sampai didepan pintu rumahnya, dia berhenti sambil melihat ke arah saya. Saya segera menyusulnya.
Dari dalam rumah saya mendengar suara seorang laki-laki tua berkata dengan nada tinggi "Sekolah macam apa, dua hari tidak pulang, tidak usah sekolah sekalian". Hati saya tercekat, saya tidak pernah menyangka bahwa seorang siswa yang sudah bekerja keras untuk kesuksesan kegiatan sekolah dan pulang dengan keadaan payah akan disambut seperti ini. Saya segera masuk, saya perkenalkan diri saya bahwa saya adalah guru yang menemani siswa selama kegiatan hari jumát sampai sabtu. Tiba-tiba tantenya masuk dan dengan nada tinggi menyampaikan bahwa mbahnya kambuh darah tingginya gara-gara kepikiran si A. Saya paham mereka sangat panik. Yang saya lakukan segera adalah meminta maaf pada mbah putri, mbah kakung, dan tantenya. Jika mereka berbicara saya diam, jika ada kesempatan berbicara saya menjelaskan kronologis kegiatan kami selama jumát sampai sabtu. Juga perihal keterlambatan truk pengangkut barang yang mengakibatkan kami sampai di sore baru pulang.
Tante si A : "Begini saja Bu, si A tidak usah dilibatkan dalam kegiatan OSIS lagi Bu, tekanan darah mbahnya naik memikirkan si A kalau tidak pulang tepat waku".
Saya : "Oh, saya bisa memahaminya Bu. Saya mohon pamit dulu Bu, anak-anak masih di sekolah membereskan barang-barang. Saya mau melihat mereka dulu"
Saya lihat mereka tersenyum, hati saya terasa damai.
Saya : "Mbah, maafkan saya ya" (sambil berjabat tangan dngan mbah putri), "Ibu, sekali lagi maafkan saya" (sambil berjabat tangan dengan tante si A), "Mbah, maafkan saya ya" (sambil berjabat tangan dengan mbah kakung). "Saya mohon pamit"
Kemudian saya menghampiri si A yang tidak berdaya.
Saya : (Saya tepuk pundaknya) "Nanti saya akan bicara dengan pembina OSIS, sekarang kamu sholat maghrib dulu ya".
Si A : "Iya Bu"
Saya pun berlalu dengan perasaan yang tidak bisa saya gambarkan. Betapa berat tekanan mental yang dialami si A. Saya khawatir masih ada si A lain yang mengalami perlakuan semacam itu. Seharusnya orang-orang seperti mereka mendapatkan penghargaan, namun karena pemahaman yang kurang dari keluarganya justru mereka dianggap sebagai orang yang berbuat kesalahan.
Saya segera menuju sekolah. Anak-anak hampir selesai membereskan barang. Beberapa orang tua sudah menunggu untuk menjemput mereka. Setelah sholat maghrib, anak-anak saya kumpulkan. Saya tanya pada mereka apakah ada siswa yang akan mendapatkan marah oleh keluarganya. Mereka menjawab bahwa mereka sudah mendapatkan ijin dari keluarga masing-masing.
Saya : "Syukurlah kalo begitu"
Akhirnya anak-anak pulang, tinggal penjaga malam menunggu di gerbang sekolah. saya termangu sejenak, menghela nafas, dan akhirnya pulang. Tak lupa menyampaikan terima kasih pada penjaga malam.
Saya merasa beruntung karena telah mengambil keputusan untuk mengantar si A pulang. Saya tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika dia datang dan sekeluarga telah siap menghakiminya. Pelajaran yang dapat saya peroleh adalah siswa memiliki masalah masing-masing dalam keluarganya. Saya sebagai guru harus lebih peka terhadap masalah yang mereka hadapi. Mereka membutuhkan guru sebagai orang yang dapat memahami mereka dan meyakinkan mereka bahwa apapun yang terjadi semua akan baik-baik saja jika dihadapi dengan hati yang bening.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPPTK Matematika"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H