Mohon tunggu...
Siti Nur Qolifah
Siti Nur Qolifah Mohon Tunggu... Freelancer - saya adalah seorang freelancer yang menekuni bidang menulis

seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bunga dan Riba: Perspektif Islam dan Lintas Agama

16 November 2020   11:54 Diperbarui: 16 November 2020   12:01 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat realita saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas negara muslim masih banyak menganut sistem ekonomi konvensional dengan sistem bunga. 

Menurut ekonomi konvensional, kegiatan perbankan dengan sistem bunga dapat membantu perekonomian masyarakat dan menumbuhkan perekonomian masyarakat. Pernyataan tersebut telah menjadi keyakinan kuat bagi kaum kapitalis. Sedangkan bunga dalam islam dianggap sebagai riba, yang secara jelas difirmankan dalam Al-Quran bahwa riba itu haram. 

Yang menjadi pertanyaan "Apakah Bunga Bank Sama dengan Riba?"

Riba secara etimologis bermakna tambahan atau meminta lebihan uang dari nilai awal. Dapat dijabarkan bahwa riba adalah tambahan dari harga pokok secara batil baik dalam kegiatan transaksi jual-beli, pinjam-meminjam maupun dalam bentuk lainya. Secara umum riba dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Riba jahiliyyah, yaitu pembayaran hutang dibayar lebih dari nilai pokoknya dikarenakan si peminjam tidak mampu membayar hutang tepat pada waktunya.

2. Riba Fadhl, yaitu pertukaran antar barang yang sejenis dengan kadar atau takaran yang tidak sama,

3. Riba nasi'ah, yaitu tambahan uang dari pinjaman berdasarkan waktu yang telah ditertentukan.

Salah satu contoh nyata implementasi dari praktek riba dalam kehidupan sehari-hari adalah bunga bank. Sama seperti asal katanya yang berarti tambahan. Dapat diartikan bunga bank adalah termasuk riba.

Riba dalam perspektif islam dikatakan haram karena lebih banyak mudhorot dibanding keuntungan semata, ketika saudara kita mengalami kesusahan hendaknya kita membantu dalam meringankan bebannya, termasuk dalam utang piutng. Adanya tambahan berupa bunga justru akan memberatkan kepada pihak yang berhutang dalam melunasi hutangnya. 

Riba tidak hanya menjadi perhatian dan permasalahan dalam  Islam, melainkan agama lain seperti Filosof Yahudi, Nasrani, dan lainnya juga memiliki pandangan akan praktek-praktek riba, yang saat ini memiliki bentuk lain yaitu bunga. Berikut pandangan para filosof Yahudi, Yunani, Romawi, Pendeta, dan Islam mengenai praktek riba dalam bentuk bunga.

Pandangan para Filosof Yahudi tentang praktek bunga

telah disebutkan dalam Perjanjian Lama dan UU Talmud:

a)Kitab Exoduspasal 22 ayat 25 menyatakan: "Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya."

b). Kitab Deuteronomypasal 23 ayat 19 menyatakan: "Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan."

Filosof Yunani tentang praktek bunga

a). Plato mengecam sistem bunga berdasarkan dua alasan. Pertama, bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua, bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin, dan b). Aristoteles menyatakan bahwa fungsi uang adalah sebagai alat tukar, bukan sebuah alat untuk menghasilkan tambahan melalui sistem bunga, karena keberadaannya berasal dari sesuatu yang belum pasti dan merupakan sesuatu yang tidak adil.

Pandangan para Filosof Romawi tentang praktek bunga

a). St. Basil menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan,

b). St. Gregory dari Nyssa mengutuk praktek bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu

Pandangan Islam berdasarkan ayat al-Qur'an

Al-Qur'an telah melarang praktek riba dengan empat tahap; Pertama: harta ribawi tidakakan bertambah disisi Allah swt. "Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah. (QS. Ar Rum: 39). Kedua: Allah SWT. mengancam kepada mereka yang memakan harta riba. 

Ketiga: Allah SWT. mengharamkan riba karena memberatkan; Keempat: Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan riba dalam jenis apa pun: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. al-Baqarah: 278).

Dapat disimpulkan bahwa bunga menrupakan riba dan dampak akibat praktek riba ini juga dirasakan oleh masyarakat secara umum, baik dampak secara psikologi sosial kemasyarakatan maupun sosial ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun