Mohon tunggu...
siti latifatul wahidiyah
siti latifatul wahidiyah Mohon Tunggu... Lainnya - karyawan swasta

mempelajari sesuatu yang baru terasa menarik buat saya . karena saya suka dengan hal2 yang baru dalam hidup saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setia dalam Diam, Luka dalam Sabar

31 Oktober 2024   06:57 Diperbarui: 31 Oktober 2024   07:00 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu, suara telepon yang berdering memecah keheningan rumah. Zizah menghela napas panjang sebelum mengangkatnya, tahu siapa di seberang sana dan apa yang mungkin akan ia dengar. Di ujung telepon, suara suaminya, Fero, langsung terdengar tegas, bahkan dingin.

"Kenapa nasi yang kamu masak kemarin keras? Apa susahnya buat nasi yang layak? Aku kerja jauh-jauh di sini, kamu di rumah malah malas-malasan," katanya tanpa menunggu jawaban.

Zizah terdiam, menahan sakit yang mengalir dalam dadanya. Pagi itu dia terpaksa menanak nasi terburu-buru karena anak mereka rewel dan membutuhkan perhatian. Tapi, seperti biasa, Fero tidak mendengar penjelasannya; tidak ada ruang untuk Zizah berbicara. Di matanya, tugas Zizah adalah sempurna melayani, tidak peduli betapa sulitnya keadaan di rumah. Seolah-olah ia hanya ada untuk memenuhi apa yang Fero harapkan.

Zizah menarik napas panjang, menenangkan hatinya yang hampir pecah. Setiap hari, dia berusaha menjadi istri yang baik, sabar, dan setia menunggu suaminya yang bekerja di Kalimantan. Tetapi jarak membuat komunikasi mereka menjadi sulit. Fero yang keras kepala dan mudah membandingkan istrinya dengan orang lain, sering kali marah hanya karena hal-hal sepele. Mulai dari makanan yang kurang enak hingga kondisi rumah yang tidak selalu rapi --- semua menjadi alasan baginya untuk mengkritik Zizah.

Beberapa teman sering berkata, "Zizah, kamu terlalu sabar. Harusnya kamu juga bicara, tunjukkan kalau kamu tidak salah."

Namun, Zizah hanya tersenyum tipis. Di dalam hatinya, ia hanya ingin menjaga rumah tangganya tetap utuh, menghindari pertengkaran yang tidak perlu. Setiap malam, dalam kesunyian rumah yang sepi, Zizah sering kali menangis, memohon kepada Tuhan agar suaminya mengerti dan melihat perjuangannya, mengakui bahwa ia bukanlah wanita sempurna tetapi selalu berusaha menjadi istri terbaik untuk Fero.

Hubungan jarak jauh yang mereka jalani memang sulit. Fero, yang bekerja di perusahaan pertambangan di Kalimantan, selalu merasa bahwa ia adalah pencari nafkah yang membanting tulang demi keluarga. Ketika pulang, ia ingin rumahnya sempurna, rapi, dan tenang --- seakan lupa bahwa Zizah juga berjuang, sendiri menghadapi segala hal yang ada di rumah. Dalam pikirannya, Zizah seharusnya bersyukur atas segala yang ia sediakan, tanpa memahami beban yang Zizah pikul sendirian.

Suatu malam, setelah pertengkaran yang membuat Zizah tak tahan lagi, Fero memutuskan untuk pulang lebih awal dari yang dijadwalkan. Dia ingin menenangkan pikirannya, merasa sudah melakukan cukup banyak untuk keluarganya dan ingin memberi pelajaran pada istrinya.

Namun, setibanya di rumah, pandangan Fero berubah. Dia melihat Zizah yang sedang menenangkan anak mereka yang sakit dengan wajah lelah namun penuh kasih. Rumah tidak berantakan seperti yang dia pikirkan; Zizah tidak malas seperti yang selama ini ia tuduhkan. Sebaliknya, ia justru melihat betapa keras Zizah berusaha, bekerja dan mengurus keluarga tanpa mengeluh, meski tanpa dukungan langsung darinya.

Fero terhenyak. Teringat bagaimana selama ini ia selalu membandingkan Zizah dengan istri-istri teman kerjanya yang katanya lebih pintar dan cekatan. Padahal, Zizah telah berkorban banyak demi menjaga keluarganya tetap utuh.

"Maaf, aku tidak tahu kalau kamu... sesulit ini mengurus semuanya," katanya lirih sambil duduk di samping Zizah, menatap wajah istrinya yang kelelahan namun tetap tersenyum padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun