Delapan bulan sudah berlalu sejak kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan Pemerintah Indonesia, tepatnya pada tanggal 2 Maret 2020. Sampai bulan Desember saat ini, kasus terkonfirmasi positif COVID-19 masih terbilang cukup tinggi. Kasus terkonfirmasi positif per hari berada dikisaran 4-7 ribuan orang.
Dilansir dari laman resmi Pemerintah Republik Indonesia covid19.go.id, (19/12/2020) data kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia per 19 Desember 2020 bertambah 7.751 orang. Secara keseluruhan angka kasus positif COVID-19 di Indonesia sampai saat ini mencapai 657.948 orang.
Kasus positif COVID-19 berbanding lurus dengan banyaknya limbah yang dihasilkan dari suatu usaha atau kegiatan manusia selama pandemi COVID-19 ini. Limbah tersebut baik yang berasal dari limbah domestik maupun limbah medis. Limbah domestik merupakan limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan rumah tangga. Sedangkan, limbah medis merupakan limbah yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti rumah sakit, klinik, atau puskesmas. Namun, limbah medis juga dapat dihasilkan dari rumah tangga seperti bekas masker dan sarung tangan pada pasien terkonfirmasi positif yang melakukan isolasi mandiri. Tentunya hal tersebut harus menjadi perhatian khusus dalam menanganinya, sebab limbah tersebut berpotensi dapat menyebarkan virus corona.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada beberapa wilayah di Indonesia membuat perilaku belanja masyarakat melalui daring meningkat. Berdasarkan hasil studi yang dirilis Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian dan Kependudukan LIPI menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan belanja daring khususnya pada warga Jabodetabek dan peningkatan dalam penggunaan layanan pesan antar makanan melalui jasa transportasi daring.
Belanja daring pada aplikasi e-commerce maupun media sosial atau belanja kebutuhan pangan dengan memanfaatkan jasa layanan pesan antar menghasilkan sampah plastik yang cukup banyak. Menurut LIPI yang dikutip dari laman resminya menyatakan bahwa sebesar 96% pesanan paket dibungkus dengan plastik tebal ditambah dengan bubble wrap dan selotip. Jumlah plastik pembungkus paket pada wilayah Jabodetabek lebih banyak daripada sampah plastik kemasan.
Peningkatan kasus positif juga mengakibatkan peningkatan jumlah limbah medis yang dibuang selama penanganan COVID-19. Rosa Vivien Ratnawati selaku Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan bahwa jumlah limbah medis selama pandemi COVID-19 meningkat sebesar 30-50% dan tercatat limbah COVID-19 yang dihasilkan dari laporan 34 provinsi sampai tanggal 15 Oktober 2020 mencapai 1.662,75 ton. Di lain sisi, beberapa daerah terutama yang berada di luar Pulau Jawa kapasitas pengolahan limbah B3 medis masih terbatas.
Dikutip dari Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis melalui laman Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI bahwa kapasitas pengolahan limbah medis fasyankes di seluruh Indonesia baru mencapai 70,21 ton per hari dan kapasitas dari jasa pengolahan oleh pihak ketiga sebesar 244,08 ton per hari. Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) dengan RS berjumlah 2.889, 10.062 puskesmas, 7.641 klinik, dan fasilitas lainnya seperti apotek, laboratorium kesehatan dan lain sebagainya, diprediksi jumlah limbah medis yang dihasilkan Indonesia per hari sebanyak 294,66 ton.
Kapasitas total dasar pengolahan limbah medis sebesar 314,29 ton per hari dengan 267,20 ton per hari dilakukan di pulau Jawa. Hal tersebut mengakibatkan tidak meratanya pengolahan limbah medis di Indonesia. Padahal, limbah medis perlu ditangani dengan cepat dan segera. Dalam hal ini, pemerintah dirasa perlu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah medis fasyankes secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Limbah medis dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu limbah medis padat, limbah medis cair, dan limbah medis gas. Limbah medis termasuk ke dalam kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pengelolaan limbah yang tepat dan benar sangat diperlukan, sebab limbah B3 dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup serta mengancam kesehatan dan kelangsungan hidup manusia ataupun makhluk hidup yang lain.
Limbah B3 medis padat yang berpotensi terkontaminasi zat yang bersifat infeksius berupa masker bekas, sarung tangan bekas, Alat Pelindung Diri (APD) bekas dan lain sebagainya. Limbah medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam penanganannya diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Selain itu, pada tahun 2020 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/537/2020 tentang Pedoman Pengelolaan Limbah Medis dalam Penanganan COVID 19. Dalam keputusan tersebut menyampaikan tentang langkah-langkah yang tepat untuk mengelola limbah medis dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan maupun limbah medis dari rumah tangga yang berbahaya bagi manusia maupun lingkungan.
Pandemi COVID-19 membuat sektor-sektor penopang negara terganggu, mulai dari sektor kesehatan, ekonomi, sampai lingkungan hidup. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi masyarakat maupun pemerintah. Selain pemerintah, masyarakat harus turut andil dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19 melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) 3M yang dicanangkan pemerintah, yaitu Menggunakan masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak. Dengan begitu, pandemi COVID-19 ini dapat segera berlalu. Tentunya, hal tersebut menjadi keinginan terbesar semua orang di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H