Mohon tunggu...
Siti Komariyah
Siti Komariyah Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Jawa, SMP Negeri 6 Klaten

Saya ingin mengembangkan pemikiran dan ide-ide saya dalam bentuk tulisan yang kemudian bisa dipublikasikan di rubrik Kompasiana, selain itu saya juga ingin mendapatkan pengalaman dan tulisan-tulisan dari beberapa tokoh terkait dengan pendidikan, budaya, dan sastra Jawa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Bahasa Jawa Semakin Terpinggirkan

3 Februari 2023   21:43 Diperbarui: 3 Februari 2023   21:46 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa (Foto:Doc/Sit)

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan berbagai ragam budaya. Salah satu contoh kekayaan budaya tersebut yaitu banyaknya bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagian besar suku-suku di Indonesia memiliki bahasa sendiri yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari  dalam kehidupan bermasyarakat tak terkecuali suku Jawa dengan bahasa Jawanya. 

Bahasa Jawa adalah salah satu  bahasa ibu (Mother Tongue ) dengan jumlah penutur yang sangat besar. Menurut Suparjo (pakar Sastra Jawa dari Universitas Sebelas Maret Solo) menjelaskan, bahwa data UNESCO  menunjukkan  Bahasa Jawa menempati urutan ke-11 dari 6.000 bahasa ibu yang ada di dunia. 

Akan tetapi seiring dengan kemajuan jaman bahasa Jawa mulai mengalami kemunduran, terutama di kalangan anak muda. Mereka beranggapan bahwa berkomunikasi dengan bahasa Jawa bisa dikatakan'katrok' atau kampungan. Hal tersebut  juga terjadi di lingkungan pendidikan.

Peserta didik di lingkungan pelajar di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta semakin tidak memahami indahnya budaya dan bahasa Jawa. Bahkan, mungkin suatu ketika budaya dan bahasa Jawa yang indah itu hanya tinggal kenangan atau dengan kata lain budaya dan bahasa Jawa semakin terpinggirkan.

"Meski budaya dan bahasa Jawa diajarkan di sekolah atau masuk dalam kurikulum sekolah dalam muatan lokal, tetapi budaya Jawa dan Bahasa Jawa menjadi mata pelajaran yang tidak disukai peserta didik atau dengan kata lain semakin terpinggirkan," papar Drs. Ngadi, M.Pd  dalam diskusi terbatas dengan beberapa guru Bahasa Jawa di Klaten, beberapa waktu lalu

Ngadi yang juga ketua MGMP Bahasa Jawa Kabupaten Klaten  lebih jauh mengatakan, bisa jadi nanti wong Jawa ilang Jawane. Wong Jawa kari separo (tinggal setengahnya), bahkan mungkin nanti  wong Jawa wis ora kengehan (tidak tersisa). Ungkapan ini tentu tidak dimaknai sebagaimana adanya. Secara kuantitatif orang Jawa tetap banyak, namun orang Jawa yang mengerti (memahami), ngrasa (menghayati), dan nglakoni (memraktikkan) bahasa dan budaya Jawa dalam hidup dan kehidupannya tidak ada lagi. "Berarti, bahasa dan Budaya Jawa hanya indah dalam kenangan," tandas Ngadi.

Dikatakan, mata pelajaran Bahasa Jawa bagi peserta didik nanti akan menjadi mata pelajaran yang menakutkan, seperti  Bahasa Inggris dan Matematika karena memang peserta didik tidak menyukainya, karena tidak menyukainya, maka menjadi sulit. Yang lebih parahnya lagi nanti orang Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya kelak jika belajar Bahasa Jawa harus ke negeri Belanda.

Jangan sampai terjadi. Karenanya pembelajaran Bahasa Jawa perlu pembenahan melalui budaya berbahasa. Mengingat budaya berbahasa itu penting, disamping pembelajarannya. Dalam konteks ini, pembelajaran Bahasa Jawa tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga harus terlaksana di lingkungan keluarga, dan masyarakat dalam kerangka ekosistem pendidikan.

Pembelajaran bahasa dan budaya Jawa dalam lingkungan keluarga merupakan pondasi pembelajaran bahasa dan budaya Jawa di sekolah. Tujuan pembelajaran bahasa Jawa dalam lingkungan keluarga ditekankan untuk mengenal dan praktik berbahasa Jawa dengan baik sebagai suatu pembiasaan.

Sebenarnya, pembelajaran bahasa dan budaya Jawa dalam lingkungan sekolah bertujuan agar anak mengenal, mengerti dan menguasai penggunaan bahasa Jawa. Maka pembelajaran bahasa dan budaya Jawa di sekolah perlu disiapkan dengan baik, termasuk dalam kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Disamping, pengetahuan kebahasaan dan kesastraan perlu diberikan pula masalah budaya Jawa yang didukung oleh Bahasa Jawa. Pembelajaran Bahasa Jawa meliputi pelajaran membaca, menulis, parama sastra, kesusastraan,  budaya, dan huruf Jawa yang didukung Bahasa Jawa. Pembelajaran di masyarakat dapat dilakukan pada perkumpulan, organisasi dan lembaga yang diharapkan dapat membantu pendidikan anak-anak. Tidak kurang media massa berperan dalam pembelajaran bahasa dan budaya Jawa dalam masyarakat.

Agar bahasa dan Budaya Jawa tetap mampu memberikan andil yang besar dalam rangka pembentukan budi pekerti luhur, maka dapat ditempuh beberapa upaya strategis. Di antaranya adalah membiasakan berbahasa Jawa, dan membenahi pembelajaran bahasa Jawa di sekolah formal.

Mengutip pendapat Ki Sugeng Subagya (Pamong Taman Siswa) bahwa membiasakan budaya Jawa dalam berbahasa dapat dilakukan dengan: (1) bapak dan ibu dalam keluarga mempergunakan bahasa krama; (2) Bahasa krama digunakan dalam berbicara dengan teman sejawat; (3) rintisan Java Day dalam satu minggu baik di kantor maupun di sekolah; (4) Kegiatan agama dan keagamaan, misalnya Khutbah Jumat dan Misa Gereja dengan menggunakan Bahasa Jawa; (5) seminar, sarasehan, dan diskusi dengan menggunakan bahasa Jawa dan sebagainya.

Sedang untuk membenahi pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah, dapat dilakukan dengan: (1) menata kembali kurikulum mata pelajaran bahasa Jawa; (2) Pembelajaran bahasa Jawa yang disesuaikan dengan nut ing jaman kelakone; (3) pemanfaatan media dan penguasaan model pembelajaran yang bervariasi bagi guru Bahasa Jawa; dan (4) menggali khasanah budaya Jawa dan kearifan lokal untuk pembelajaran budi pekerti luhur seperti bersikap jujur, mengutamakan kepentingan masyarakat, arif dan bijaksana, mengingat asal muasalnya, sudibya, aja dumeh dan lain sebagainya.

Selain dari pembelajaran bahasa Jawa di sekolah hendaknya dimulai dari fungsinya sebagai alat komunikasi. Jadi sebaiknya bahasa Jawa bukan hanya sebagai mata pelajaran pengetahuan semata, tetapi juga digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu tidak perlu takut salah. Hakikat berbahasa sesungguhnya adalah kebiasaan "pakulinan". (Sit)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun