Mohon tunggu...
Siti Ainurofiah
Siti Ainurofiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siti Ainurofi'ah/ S20192076 Mahasiswa UIN KHAS Jember

Hukum Ekonomi syari'ah UIN KHAS Jember

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Legal Opinion Perjanjian Jual Beli Kredit

14 Desember 2021   09:10 Diperbarui: 14 Desember 2021   09:15 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

LEGAL OPINION 

Duduk Perkara         

Tepatnya tanggal 18 Juli 2021 Bu Idah melakukan jual beli kredit, objek yang dibeli berupa gorden rumah kepada kreditur yang bernama "Wati". Harga awal gorden berjumlah 5jt rupiah (include pemasangan). Mereka melakukan kesepakatan dari awal tidak memakai DP, jadi semua pembiayaan dan pemasangan gorden ditanggung kreditur. Bu Idah memilih mengangsur 1 bulan 2 kali, tepatnya tgl 14 dan 25 dan berjumlah 400rb setiap pembayaran, jadi totalnya adalah 800rb perbulan. Masalah tgl pembiayaan sudah di sepakati bersama. Setelah Bu Idah (selaku debitur)  sudah mengangsur selama 4 bulan berjalan, dia berkeinginan untuk melunasi semua angsuran karena sedang memperoleh rezeki yang cukup. Sebelum dia melunasi semua kreditannya, ada seorang debitur lain yg mengatakan bahwa hati" dengan kreditur Wati, debitur lain sudah pengalaman bahwa angsuran terakhir harus membayar sebesar angsuran yang dibayar setiap bulannya. Untuk meminta harga kredit itu pun sangat sulit, berbagai cara dilakukan oleh Bu Idah untuk mendapatkan kepastian harga kredit yg ditetapkan oleh kreditur. Karena harga kredit belum disampaikan oleh kreditur terhadap debitur, sedangkan Bu Idah ingin melunasi semua kreditnya. Beruntungnya dia mempunyai bukti atau catatan berapa kali dia sudah membayar angsuran. Dan terbilang sudah 8kali dia membayar angsuran. Tetapi, kreditur dalam catatannya hanya diangsur 7 kali saja. Disinilah letak ketidakadilan, sehingga Bu Idah berkonsultasi kepada yang ahli dibidangnya.

Dasar Hukum 

            Terkait duduk perkara diatas, kami mencatat sejumah peraturan perundang-undangan dan hukum islam yang relefansi dengan duduk perkara, yakni telah melanggar pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sah perjanjian, pasal 1328, 1338-1339 KUHPerdata, Q.S Al-Baqarah ayat 275 (tentang riba), Al-Baqarah ayat 282 hingga KUHP tentang penipuan.

Pendapat Hukum 

            Praktik sistem kredit yang dijalankan oleh kreditur di atas benar-benar tidak sesuai dengan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa syarat perjanjian sah apabila (1)Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, (2)Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3)Suatu pokok persoalan tertentu, (4)Suatu sebab yang terlarang. Jelas dalam pasal tersebut ada peraturan mengenai subjek dan objek perjanjian. Subjek perjanjian, harus ada kesepakatan dan kecakapan antara keduabelah pihak. Ada syarat umum diluar pasal 1320 KUHPerdata yang mana harus dilakukan. Syarat  umum itu berupa (1)Perjanjian harus dilakukan dengan I'tikad baik, (2)Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku, (3)Perjanjian harus berdasarkan asas kepatutan, (4)Perjanjian tidak boleh melanggar kepentingan umum. Dari paparan pasal 1320 dapat dideskripsikan sebagai berikut:

            Pertama, dalam duduk perkara kreditur tidak memberitahu harga kredit itu berapa, sehingga memicu tindakan I'tikad buruk dikemudian hari. Melihat korban tindakan I'tikad buruk dari kreditur tidak hanya dialami oleh Bu Idah saja. Dari sini kami bisa menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh kreditur ada unsur kesengajaan untuk memperoleh jumlah yang besar atau memperkaya diri.  

            Kedua, segala bentuk transaksi apapun atau perjanjian jual beli kredit ini harus menyesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku. Sebagai kreditur berkewajiban untuk memberitahu berapa harga aslinya dan berapa harga kredit yang harus diangsur oleh debitur. Untuk menghindari segala bentuk macam penipuan, karena harga awal sudah sepakat tetapi kreditur meminta penambahan harga. Sedangkan kewajiban bagi debitur segala bentuk kredit atau hutang piutang hendaknya ada buku angsuran tersendiri, jadi jika ada persoalan atau sengketa yang muncul dikemudian hari ada bukti otentik yang menguatkan argument. Seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282 "Bagi yang menjalankan praktik hutang piutang hendaknya menuliskannya, jika tidak bisa menulis alangkah baiknya ada seorang saksi" itu berlaku juga pada jual beli kredit ini agar terhindar dari segala bentuk praktik riba bahkan penipuan (karena kelebihan harga yang harus dibayar oleh debitur sangatlah tinggi). Jika sudah terdapat bukti, segala bentuk penipuan dapat dilaporkan. Apabila tindakan kreditur dilakukan secara terus menerus akan sangat merugikan debitur, bahkan bisa masuk pada penipuan karena harga yang disepakati diawal sangatlah berbeda. Sesuai dengan pasal 1328 KUHPErdata "penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan ada pembuktian".

            Jika ditelaah menggunakan hukum islam, perjanjian jual beli kredit tersebut tidak memenuhi syarat dan rukun jual beli pada umumnya, yakni : barang dan harga barang harus jelas, jika tidak jelas harganya maka suatu saat akan menimbulkan riba atas penambahan harga dari harga yang disepakati, yang mana pihak debitur dalam hal ini merasa dirugikan. Sesuai dengan surat al-baqarah ayat 275 "Allah menghalakan jual beli dan mengharamkan riba".

            Dari duduk perkara di atas pula dapat diambil pasal 1338-1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa "Semua persetujuan harus dilakukan dengan I'tikad baik dan persetujuan tidak hanya mengikat apa yang ada didalamnya tapi juga berdasarkan unsur keadilan, kebiasaan dan undang-undang. Jika sudah berlandaskan I'tikad buruk seperti duduk perkara diatas, maka bisa jadi kreditur terjerat pasal 378 KUHP dengan kurungan maksimal 4 tahun penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun