Mohon tunggu...
Siti Nuraini
Siti Nuraini Mohon Tunggu... Diplomat - Hanya seorang hamba

Baru belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Siena Baumann

30 September 2019   16:29 Diperbarui: 30 September 2019   16:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku seorang imigran, kamu tahu itu?" Siena tertawa, lalu mengangguk. Robbie akhirnya tersenyum kecil melihat tingkah Siena yang malu-malu, tetapi akhirnya ia mendeham dan mencoba terlihat serius lagi. "Ini adalah ide yang paling bodoh yang pernah kudengar, ketika ada suatu negara yang akan mengusirku, karena aku bukan bangsa negara itu. Bukankah manusia itu tidak tumbuh seperti lumut di pegunungan? Bukankah aku dan kamu memang awalnya satu, Siena? Aku memang tidak habis pikir dengan gaya pemerintahan negara ini..." Aku melihat hantu di matamu. Kamu menggetarkan lenganmu untuk membuatku yakin, bahwa kamu bisa berkomunikasi dengan dunia mereka dan... Siapa mereka? Siapa temanmu berbicara?

"Apaakah itu terlalu mengganggumu?"

Robbie akhirnya tersenyum. "Tidak, Siena." Robbie pun terdiam, tetapi ia kemudian melanjutkan, "Itu akan sangat menjengkelkan, bila aku harus mati, karena kesalahpahaman ini... Kita ini bodoh, tetapi tetap mau berada di dalamnya." Robbie menarik lengan Siena. Ia menghentikan perjalanan mereka di tengah taman. Siena menatap Robbie dengan tenang dan berusaha mendengarkannya. Namun, pria muda itu pun akhirnya menegakkan tubuhnya, setelah ia sedikit condong ke arah perempuan itu. Siena mendeham. "Apakah aku terlihat seperti anjing yang melihat tulang?" Siena terdiam. "Apakah aku mengerikan? Apakah kamu takut denganku sekarang?" Aku gelisah, Siena...

5 September 2019

Tolong lindungi aku. "Apakah Anda sangat sering mendebat sesuatu yang konyol belakangan ini? Kenapa?" Erick bertanya kepadaku. Ia harus mengatakan kata "Anda" itu sekarang. Dia adalah teman semasa SMA. Sangat aneh dan culun. Namun, sekarang lihatlah rambutnya yang tertata rapi itu. Dia pun mendeham. Pria yang lahir di Bengkulu, Indonesia itu membuatku membenci gaya gotik untuk seorang pria maskulin. Ia akan tampak seperti seorang pria jantan yang tertarik dengan ide homo seksual dengan penampilan apik, yang tidak lagi mencirikan seorang pria yang tidak pernah mengganti baju dalamnya selama beberapa dekade. "Apakah aku harus berpura-pura, Bobby?

Aku tertawa. "TIdak, Kawan," kataku sambil menggelengkan kepala. "Kamu tahu, aku hanya seorang pembisnis gagal. Aku melakukan ini didasarkan alasan yang aneh. Ada sesuatu yang mendorongku untuk melakukannya, padahal aku tidak bisa senang dengan melakukan apa yang aku tidak suka. Kamu tahu, aku sangat suka Pegunungan Alpen dan segelas anggur muda dari Austria. Semasa SMA aku berkeinginan untuk menghabiskan waktu bersama Siena, tetapi lihatkah aku sekarang. Aku menjadi seorang pendeta dengan alasan yang aku tidak tahu."

"Kamu masih terlihat nakal, Kawan," kata Erick kemudian, "kamu masih terlihat kacau." Robbie pun tersenyum dengan perkataan temannya itu.

"Aku takut meragukanmu...," katanya akhirnya, "aku kembali besok atau lusa. Aku harus melihat matahari terbenam di pantai mediterania sore ini." Erick hanya bisa menahan emosinya. Aku keluar dan menghentikan langkahku, ketika matahari menerpa wajahku. Aku tersesat...

Cinta akan membuatmu mengerti. Bukan untaian waktu... Namun, kamu akan mengerti, walau itu hanya sebatas serpihan-serpihan kertas yang menyapu wajah cantikmu... Siena, aku khawatir kau tidak mencintaiku lagi. Bahkan perjalanan yang panjang membuatku lupa akan dirimu, walau aku tidak ingin melepaskan tempurung kepalaku untuk mencuci habis kenanganku bersamamu...

Mengangguklah, Siena... Ya, seperti itu... Seperti itu, dan kamu akhirnnya tidak tahu dengan apa yang selama ini aku sembunyikan darimu... Siena, kamu masih mencintaiku, kan? Siena, bantu aku membangun rumah kenanganku... Aku tahu, kalau perjalanan ini membuatku letih, tetapi kamu tahu, kan? Aku tidak mungkin berhenti... Ini akan selamanya berlanjut... Bangunkan aku rumah untuk istirahatku... Namun, aku tidak tahu kapan aku akan berhenti berputar di tempat yang sama dengan pikiran yang melahap habis dunia ini...

29/09/2019

Siti Nur'aini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun