Mohon tunggu...
Siti Nuraini
Siti Nuraini Mohon Tunggu... Diplomat - Hanya seorang hamba

Baru belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Siena Baumann

30 September 2019   16:29 Diperbarui: 30 September 2019   16:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

25 Mei 2016

Di Melbourne bersama kakak tertuaku.

Udara hangat yang bertiup dari arah barat pulau kecil di Selat Timor. Aku duduk bersama kakakku dengan secangkir wine muda. Aku bilang kepadanya, kalau aku sebenarnya tidak bisa minum. Namun, dia beranggapan sangat berbeda dengan apa yang dia lakukan di depan orang tua. Di Jakarta kami tidak banyak bertingkah aneh. Dia tampak sebagai pelajar rajin dan bersahaja, ketika disambut pulang dari Darwin. Dia, Siena. Kehilangan pacarnya, ketika ia masih berusia 16 tahun di Melbourne. Dia telah melukai perasaan kakakku selama beberapa tahun belakangan ini.

***

"Siena Baumann..."

Siena tersenyum. "Kamu menakutiku dengan senyummu itu."

Robbie tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Aku hanya sedang menebak siapa nama lengkapmu, karena aku tidak salah mengeja... Kemarin namamu masuk ke dalam berita utama kampus. Ternyata, ya... Kamu ini berbakat sekali melukis. Aku tidak menyangka hidup ini begitu indah tercipta, karena ada gadis muda yang berusaha membuatnya semakin indah dengan senyum dan gigitan buah apel merah di pipinya."

Siena semakin malu-malu. Robbie merobek ujung bindernya menjadi bagian yang kecil-kecil. Ia mencoba menuliskan sehuruf demi sehurup pada serpihan kertas dengan cermat menekan tinta polpennya. "Aku kadang sangat sulit untuk mengungkapkan perasaanku kepada orang yang kusuka," gumamnya. Siena benar-benar tidak bisa berpikir jernih dengan apa yang dikatakan Robbie. Pria muda itu pun tertawa kecil. Ia mengumpulakan serpihan-serpihan itu di kedua telapak tangannya dan meniupkannya ke arah wajah Siena... "Tebak apa yang aku tuliskan untukmu..."

"Kamu menuliskannya perhuruf... Aku tidak mengerti..."

Begitulah hidup itu... Kamu tidak akan mudah mengartikannya semaumu. Kamu punya beban di benakmu. Itu tidak datang dari masalah yang kamu buat. Itu datang dari takdirmu yang menghendaki hal baru terjadi di dalam hidupmu... Sesuatu yang tidak kamu sangka-sangka... "Aku mengerti, Siena. Kamu pun mengerti." Mereka berhenti berbicara sejenak. Udara yang kering namun dingin menyapu rambut halus Robbie yang kecokelatan. Dia masih tersenyum. Matanya bagaikan busur panah yang menjurus lurus ke arah kekasihnya itu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun