Mohon tunggu...
Siti Dewani
Siti Dewani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi - Universitas Mercu Buana

Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si. Ak., Nama: Siti Dewani, NIM: 55522120009, Mata Kuliah: Manajemen Pajak, Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis_08 Manajemen Pajak

2 November 2023   02:32 Diperbarui: 2 November 2023   05:43 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuis_08 Kritik Penerapan Faktur Pajak 07, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021

Kegiatan bisnis yang berada di kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) yang artinya bebas dari pengenaan Pajak PPN dan PPnBM. Namun, tetap terdapat beberapa ketentuan dan prosedur administrasi pajak yang berlaku untuk menggunakan fasilitas bebas pajak di Kawasan Pelabuhan Bebas atau Perdagangan Bebas (KPBPB). Apabila salah satu ketentuan administrasi pajak tidak terpenuhi, maka kegiatan bisnis di area KPBPB tersebut akan menjadi objek pajak. Demikian pula, pengusaha yang terjun di area KPBPB harus menanggung PPN terutang. Kawasan Perdagangan Bebas atau Pelabuhan Bebas (KPBPB) adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai (PMK 173, 2021).

Secara spesifik Free Trade Zone (FTZ) memiliki arti menurut Charles W Thurston yaitu; "An-Free Trade Zone is in essence, a tax- free enclave and not consideres part of the country as far as import regulations are concerned. When an item leaves a free trade zone and is officially imported into the host country of the Free Trade Zone, all duties and regulation are imposed" (Arafat, 2010).

Di Indonesia peraturan perpajakan dalam kawasan perdagangan bebas telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 yang berisikan tentang Tata Cara, Pembayaran, Pelunasan dan Pengadministrasian PPN dan PPnBM.

Apa Yang Menjadi Tujuan Pemerintah Dengan Diterbitkannya PMK-173 Tahun 2021 ?

Dengan dirilisnya PMK No. 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang efektif berlaku pada tanggal 2 februari 2022 diharapakan para wajib pajak baik di area KPBPB dan diluar KPBPB yaitu Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP), Tempat Penimbunan Berikat (TPB), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memiliki pemahaman yang utuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan pada PMK 173/2021 ini terkait pajak di KPBPB ini dasarnya adalah pengaturan pemanfaatan pembebasan PPN dan PPnBM pada Kawasan Bebas atau Free Trade Zone, yaitu kemudahan prosedur untuk mendapatkan fasilitas bebas pajak di kawasan perdagangan bebas yang dapat diajukan secara online, dimana sebelumnya dilakukan secara manual.

PMK 173/2021 merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2021 tentang penyelenggaraan KPBPB yang mengamanatkan agar Kementrian Keuangan mengatur ketentuan PPN dan PPnBM di kawasan bebas. Tujuan dari diterbitkannya PMK ini adalah untuk memperkuat pengawasan dalam penerapan fasilitas perpajakan di area KPBPB dengan administrasi PPN yang sederhana. Jika pada peraturan sebelumnya no. 41/2018 pada tahap Endorsement banyak dokumen yang di syaratkan, pada PMK ini akan diubah menjadi fully electronic yang datanya telah terintegrasi di Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).

Bagaimanakah Arah Kebijakan Pemerintah Yang Tertuang Dalam PMK-173 Tahun 2021 ?

Objek fasilitas dan kemudahan PPN di KPBPB telah diatur secara eksplisit dalam PP no. 41/2021. Oleh karena itu, substansi pengaturan dalam PMK 173/2021 diarahkan untuk penguatan administrasi PPN di area KPBPB supaya:

Berkeadilan, dimana pada PMK sebelumnya, Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas pembuat faktur 07 yang akan menanggung tanggung jawab dan sanksi apabila prosedur dan persyaratan administrasi tidak terpenuhi padahal pihak yang berkepentingan dalam menggunakan barang, yang bisa memasukkan barang ke area KPBPB dan yang mempunyai akses administrasi kepabeanan adalah Pengusaha yang berada di area KPBPB sedangkan pihak PKP tidak bisa mengkontrol dengan pasti bahwa barang dapat masuk ke area KPBPB dan atas hal tersebut kadangkala menimbulkan sengketa bagi PKP atas tanggungjawab yang dipikulnya karena kelalaian pihak lain. 

Dengan di terbitkannya PMK ini dapat memberikan keadilan bagi kedua belah pihak yaitu, bahwa apabila barang tidak masuk ke kawasan bebas maka pengusaha di KPBPB lah yang akan dikenakan sanksi dan sepanjang PKP menerima dokumen Pemberitahuan Perolehan atau Pengeluaran BKP atau JKP (PPJB), maka sanksi tidak berlaku bagi PKP. Sehingga jelas tanggungjawab dapat dipikul bersama diantara Pengusaha KPBPB (Wajib Pajak kawasan bebas) dan PKP (Wajib Pajak di luar kawasan bebas) sesuai dengan ketentuan undang-undang PPN yang berlaku.

Memberikan Kepastian Hukum, adanya kepastian hukum yang melalukan endorsement atau subjek hukum yaitu Pengusaha yang memasukkan barang ke kawasan bebas dan kepastian hukum siapa yang wajib melunasi PPN terutang dari dokumen PPBJ, apabila tidak mendapatkan endorsement atas perolehan BKP, maka pengusaha di KPBPB yang membuat PPBJ harus melunasi PPN terutang

Sederhana dalam segi administrasi dan sistem, kemudahan prosedur untuk mendapatkan fasilitas bebas pajak di kawasan perdagangan bebas yang dapat diajukan secara online dimana sebelumnya dilakukan secara manual.

Kemudahan, fully electronic yang datanya telah terintegrasi di Sistem Indonesia National Single Window (SINSW). Pada sistem sebelumnya permohonan endorsement menjadi issue karena begitu banyak persyaratan, dengan diterapkannya PMK ini beberapa dokumen di pangkas seperti Bill of Lading, sistem saat ini konsepnya adalah fully electronic, effortless, dengan prosedur diterbitkannya Faktur Pajak 07 sebagai proksi pemberian fasilitas PPN dan dokumen pemasukan barang (PPJB) untuk bisa barang masuk ke kawasan bebas secara formal eligible untuk diberikan akses pembebasan PPN

Pengawasan yang efektif, adanya pengawasan dari pemerintah agar kawasan bebas diperkuat design pengawasannya dengan dibuat administrasi pengawasan yang efektif dan terintegrasi

Mengapa Penerapan PMK-173 Tahun 2021 Masih Mendapatkan Kritik Dari Pelaku Bisnis Terkait Dengan Penerbitan Faktur Pajak 07 ?

Sesuai dengan tujuan dari diterbitkannya PMK-173 Tahun 2021 yaitu memberikan kemudahan prosedur untuk mendapatkan fasilitas bebas pajak di kawasan perdagangan bebas yang dapat diajukan secara online dan fully electronic, dimana semua data yang disubmit ke sistem yang telah terintegrasi yaitu Sistem INSW. Pada dasarnya integrasi informasi dari sebuah sistem diperlukan karena :

1. Adanya kebutuhan konstituen untuk bekerja sama antar Institusi/ Lembaga dalam suatu pemerintahan

2. Terjadinya pengolahan data antar sistem informasi setiap Institusi/ Lembaga pemerintahan yang saling terkait, sehingga untuk melengkapi suatu informasi dibutuhkan proses pertukaran data dengan sistem informasi yang lain

3. Dapat memungkinkan penyediaan realtime pengaksesan data

4. Mengubah data untuk analisis dan pertukaran data, mengatur penempatan data sebagai pengawasan

Namun hal diatas sepertinya tidak berjalan secara efektif pada sistem integrasi yang dimaksud dalam PMK-173 tahun 2021, yang mana masih terdapat di beberapa perusahaan dimintai keterangan dan penjelasan oleh pihak DJP dalam hal ini Account Representative (AR) atas dasar penerbitan Faktur Pajak dengan kode 07 untuk penyerahan barang ke area KPBPB. Dasar pembuatan faktur pajak 07 adalah dokumen PPBJ. Terdapat pula sejumlah dokumen yang wajib tersedia dalam sistem yang disediakan DJP dalam rangka endorsement. Pertama, pemberitahuan pabean atas pemasukan BKP berwujud ke KPBPB yang telah terdaftar di kantor pabean. Kedua, surat persetujuan barang dari kawasan pabean. Ketiga, faktur pajak sesuai dengan ketentuan diberikan fasilitas tanpa dipungut PPN atau PPN dan PPnBM. 

Atas ketiga dokumen tersebut sesuai PMK-173/2021 telah terintegrasi pada sistem INSW. Atas permintaan keterangan dan penjelasan yang dimintai oleh AR tersebut seharusnya dapat diperoleh melalui sistem INSW yang dapat memberikan informasi apa yang diperlukan oleh AR sebagai tujuan pengawasan terhadap wajib pajak. Sehingga informasi atas permintaan keterangan dan penjelasan yang diminta oleh AR kepada wajib pajak menjadi pertanyaan bagi pelaku usaha. Sudah efektifkah sistem INSW pada DJP?

Referensi :

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari dan/atau ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

2. Arafat, Wilson. (2010). Pedoman Komprehensif Mengukur Kinerja Penerapan. GCG. Yogyakarta.ANDI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun