Sejatinya, tatakelola withholding tax bisa di justifikasi mengingat bahwa sektor pajak di Indonesia masih berkutat dengan persoalan:
- Kepatuhan pajak yang rendah
- Tingginya shadow economy
- Keterbatasan Informasi yang dimiliki oleh otoritas pajak
Akan tetapi penerapan tatakelola withholding tax seringkali juga tidak bebas dari persoalan dan harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian. Seiring dengan berjalannya waktu, tatakelola withholding tax yang berlaku di Indonesia terus mengalami perluasan. Terutama, terkait dengan objek jenis penghasilannya yang semakin banyak menyasar kepada jenis penghasilan atas kegiatan usaha lainnya. Serta, peluasan dalam hal sifatnya (Final maupun tidak final), tatakelola pemotongan dan pelaporan, variasi besaran tarifnya, maupun persebaran aturannya. Secara umum, hal ini menciptakan ketidakmudahan bagi wajib pajak untuk memahami dan mengadministrasikannya dengan baik (Darussalam, 2018).
Apa Saja Jenis-Jenis Penghasilan yang Termasuk Dalam Withholding Tax?
Merujuk pada Undang-Udang Pajak Penghasilan, subjek yang dipotong pajak penghasilan atau penerima bukti pemotongan adalah sebagai berikut:
- Orang Pribadi: Subjek orang pribadi ini termasuk jenis subjek pajak dari warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
- Badan: Merupakan subjek pajak dalam bentuk badan usaha atau perusahaan.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT): Ini merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Pemerintah telah menentukan jenis-jenis penghasilan yang kewajiban perpajakannya dilakukan dengan menerapkan sistem withholding tax, baik yang diperlakukan sebagai kredit pajak maupun pajak final. Berikut jenis-jenis penghasilan yang dikenakan withholding tax berdasarkan pasal-pasal dalam undang-undang Pajak Penghasilan:
1. Pemotongan PPh Pasal 21
Pengenaan PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu penghasilan berupa gaji, bonus, upah, honorarium, tunjangan, serta hasil usaha lainnya dengan dalam bentuk apapun. Pemotong PPh Pasal 21 adalah pihak yang memberikan penghasilan (pemberi kerja) kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri terkait pekerjaan (Pekerja). PPh Pasal 21 akan selalu berkaitan dengan PPh Pasal 26 dalam hal pajak penghasilan wajib pajak pribadi karyawan/ pegawai maupun pekerja bebas. Bedanya, PPh Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan pada Wajib Pajak Luar Negeri atau Warga Negara Asing sehubungan dengan penerimaan penghasilan di Indonesia. Merujuk Pasal 2 ayat (1), Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan, pemotong dan/atau pemungut PPh harus dibuat berdasarkan:
- Bukti Pemotongan PPh atas pemotongan PPh yang dilakukan
- Bukti Pemungutan PPh atas pemungutan PPh yang dilakukan
Bukti potong atas pemotongan PPh Pasal 21 dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi wajib pajak orang pribadi (pegawai) yang menerima penghasilan.
2. Pemungutan PPh Pasal 22
Pengenaan PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dibebankan kepada badan usaha yang melakukan kegiatan ekspor, impor, re-impor, dan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Selain itu pemungut PPh Pasal 22 terdiri dari bendahara pemerintah, BUMN atau instansi yang teah ditunjuk oleh pemerintah terkait dengan pembayaran atas penyerahan barang. Badan-badan tertentu terkait dengan penghasilan dari kegiatan di bidang impor, serta wajib pajak badan terkait pembayaran dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong mewah.