Tadi pagi membuat puisi berharap hujan, siang ini hujan. Semoga Jakarta hujan tanpa badai. Semoga hujan membawa berkah.
Di kota metropolitan, hiruk pikuk tak pernah berhenti,Â
Gedung pencakar langit menjulang tinggi.Â
Namun di balik gemerlapnya, ada sisi lain yang tak terhindarkan,Â
Saat alam bereaksi, Mungkinkan Jakarta ada hujan badai?
Di jantung kota dengan beton menjulang tinggi,Â
Hujan badai mungkinkan datang?
Nampak langit mendung kelabu.Â
Angin berputar, pohon-pohon bergoyang,Â
Dari jendela pikiranku kacau terbayang.Â
Deru air menggelegar, membasahi jalanan,Â
Genangan air meluap, menggenangi rumah-rumah.Â
Mobil-mobil terjebak, lampu merah berkedip,Â
Kemacetan merayap, menambah derita.
Di tengah badai, petir menyambar,
 Menyala sekejap, lalu menghilang.Â
Suara gemuruh menggema, menggetarkan jiwa,Â
Jakarta terdiam, dalam dekapan hujan.
Namun di balik badai, tersembunyi keindahan,
Tetesan air menari, di atas kaca jendela.Â
Bau tanah basah, menyapa indra penciuman,Â
Seolah alam berbisik, "Aku masih ada."
Semoga hujan badai berlalu, langit kembali cerah,
Jakarta bangkit, dengan semangat baru.Â
Melepas sisa air, kehidupan tertata,Â
Menjelang mentari pagi, hangat menyapa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H