Mohon tunggu...
Siti Khoirnafiya
Siti Khoirnafiya Mohon Tunggu... Lainnya - Pamong budaya

Antropolog, menyukai kajian tentang bidang kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Etnografer Mengatasi Dilema saat Kerja di Lapangan?

18 Juli 2024   09:08 Diperbarui: 18 Juli 2024   09:11 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situasi data menunjuk bahwa kondisi yang menentukan tetapi tetap akan dimobilisasi.

  • Ketika deskripsi data perilaku dianalisis dengan cara yang berdeda/esteti, penuh warna, dan menghidupkan dari kerasnya pemikiran maka akan mempunyai kekuatan yang membentuk pola-pola sosial.

  • Ketika data mendeskripsikan momen yang tajam, ia akan mampu menangkap dengan perhatian lebih pada pola-pola keberlangsungan struktur dalam kehidupan mereka.

  • Katz menawarkan logika untuk membentuk teks etnografis dan bagaimana menilai kualitasnya. Inti argumennya adalah bahwa kriteria evaluatif yang masuk akal ketika secara bijak terhadap metodologi yang menghubungkan bagaimana kehidupan sosial bekerja dan mengapa itu terjadi. Etnografi menjadi 'bercahaya (luminous)' ketika mampu memberikan penjelasan kausal, seperti 'trik perdagangan' yang disampaikan oleh Becker. Etnografer seringkali tanpa sadar mulai bergerak dari deskripsi ke eksplanasi. Dari 7 poin yang disampaikan Katz, mungkin satu sama lainnya tidak sama karena kesalahan pemilihan contoh, setiap pembaca memiliki keterbatasan literatur dari gaya penulis etnografer, dan seringkali ketujuhnya tidak lengkap ada. Penjelasan kausal tidak dipergunakan oleh para positivisme untuk dapat memprediksi atas dasar pengetahuan realitas, sebaliknya etnografer/pemula 'benci' dengan analisis. Katz melihat bahwa keduanya sesungguhnya membutuhkan  'retrodiction'. Menurut Katz, dengan menempatkan keterlibatan dalam dunia subjek, deskripsi etnografi akan mampu memecahkan persoalan metodologi yang kabur. Pada satu sisi etnografi harus mampu menawarkan penjelasan-penjelasan (eksplanasi) atau akan menjadi sasaran kritik karena hanya mampu mendeskripsikannya.

    Katz memperlihatkan 3 perangkat istilah dalam mengevaluasi etnografi pada bab 1 dan melanjutkan dengan sety ke 4 pada isu lainnya pada bagian kedua. Pada bagian 1, Katz mengetengahkan istilah enigma, paradoks, dan absurditas sebagai permasalahan umum bagi etnografer, tetapi berdasar pada substansi penjelasan Ferguson, bagaimana kita lebih bijak menggunakan metodologi secara luas dalam pengalaman penelitian. Sebuah data tunggal yang menggambarkan apa peristiwa yang terlihat, bagaimana hal itu datang kemudian untuk menjadi efektif dapat meluncurkan rasa ingin tahu untuk memberikan jawaban mengapa. Etnografer dalam Katz harus mampu belajar mengatasi masalah terkait dengan apa yang menurut peneliti dianggap tidak masuk akal, 'berpura-pura' memahami apa yang ada dalam subjek masuk akal sehingga tidak tersinggung. Hal ini karena akhirnya kita tidak hanya akan mendeskripsikannya tetapi meneksplanasikannya.

    Katz, menguraikan untuk memahami teka teki deskripsi menuju sebuah penjelasan (yang sulit dapat dijelaskan peneliti, paradok yang muncul, dan absurd), maka etnografer harus mencoba terus menerus menjahit/merajutnya. Katz mengungkapkan kasus geng dan kasus pemerkosaan menjadi contoh untuk belajar terkait ketiga permasalahan itu. Juga contoh etnografi terkait liminalitas. Data etnografi harus mendeskripsikan bagaimana orang mentransmisikan pekerjaan dalam aspek spiritual, magic, budaya sentimental untuk menjelaskan mengapa hal tersebut mempunyai  keterkaitannya dalam prosesnya. Dengan demikian data sajian etnografer, adalah yang kaya dan beragam/variasi, kontektual, padat, spesifik, terinci; seperti yang digambarkan dalam contoh penumpang yang mereka dalam satu perjalanan, satu tempat tetapi ekspresi dan pengalaman mereka beragam dan berbeda dengan pengemudi.

    Dalam tulisan Katz bagian ke dua, dijelaskan kembali sedikit tentang tujuan tulisan bagian 1 nya dimana bagaimana mengkompilasi enigmas, mystery, paradox berkaitan dengan penjelasan hubungan kausal antara how and why, kemudian dilanjutkan dengan bagian 2 nya menganalisis manfaat dari penjelasan kausal dari data, sebagai pernyataan kembali (revealing) bahwa mendeskripsikan kondisi how sebagai situasi sosial, mendeskripsikan perilaku how sebagai crafted dan menunjukkan subjek dalam momen poignant.

    Menurut Katz data etnografi dapat secara khusus digunakan untuk mengembangkan penjelasan dengan 'revealing', apresiasi makna emosi dari fenomena dari pengalaman subjek tanpa atensi dramatic karena meringkas tema-tema yang relevan dengan lebih luas dari struktur kehidupan manusia. Implikasi dari reveal ini, deskripsi etnografi akan bercahaya dengan bimbingan penjelasan dari praktik-praktik yang tersembunyi. Dengan kritik terhadap tulisan Elinor Ochs pada masyarakat Madagaskar, Katz ingin memperkaya variasi dan konteks dari deskripsi dan juga beberapa tokoh seperti Evans Pritchard dan Tom Csordas.

    Dengan menyatakan bahwa data disituasikan, Katz memberikan penjelasan bahwa kontribusi etnografer secara profesional adalah ketika ia mampu mensitusikan kehidupan sosial, hal ini karena perilaku manusia adalah situasional (berada dalam waktu dan tempat yang bervariasi), dengan demikian juga akan mampu menjelaskan/eksplanasi. Kemudian istilah crafted, aesthetic, vivid, dan nuansa dari etnografi akan mampu mendeskripsikan sekaligus menjelaskan. Bagaimana kekuatan kausal? Yaitu ketika berada pada penjabaran istilah-istilah tersebut, dengan cara idiosyncratic akan mampu mengatasi permasalahan tersebut dengan baik, bagaimana mengkreasikan situasi-situasi yang tak terlihat dan memperhatikan hubungan relasi antar situasi yang dinamis.

    Hal-hal yang disampaikan oleh Katz disadarinya bukan berarti lalu serta merta sepertinya terpisah antara how dengan why karena logical reason (jawaban akan why) selalu transenden untuk ingin menjelaskan tetapi dengan alasan empiris. Sajian data etnografi yang menyedihkan bukanlah etnografi yang dimaksud oleh Katz, karena tidak secara alamiah material untuk alasan praktik tetapi dikreasikan. Ketika etnografer mencoba dengan data yang poignant, maka data harus mampu dikembangkan dana penjelasan kausal. Data yang poignant termanifestasi secara dalam, dengan mendeskripsikannya dengan baik kita akan mampu mengekplanasinya. Data poignant juga dapat digunakan oleh etnografer untuk merespon kritis secara umum tentang penjelasan. Etnografer mengembangkan penjelasan kausal untuk menunjukkan bagaimana orang berhubungan dengan latar belakangnya untuk kondisi dan interpretasi dibuat pada situasi sosial dan praktik konteks yang relevan dari perilaku. Etnografi akan mampu menguji deskripsi dalam konsep-konsep besar dengan harus menguji penjelasan dalam metodologi penelitiannya.

    Akhirnya, simpulan dari tulisan Katz bagian ke 2, kriteria evaluasi bagi data etnografi  berada pada term poignant, rich, and paradox sebagai contoh penjelasan kausalnya., termasuk pesan poignant, dimana etnografer mencoba mengumpulkan data dan menulisnya dengan logika hasil dari definisi. Banyak pekerja yang mengkonstruksi teks etnografi dengan evaluasi sebagai refleksi diri. Analitis yang samar-samar---bolak balik, bukan berarti tugas pokoknya tetapi membantu secara praktik menggeretakkan dari deskripsi ke penjelasan, mendorong dunia subjek yang 'misteri' yang subjektif berada pada kondisi yang objektif. Kita harus mengapresiasi data data etnografi dengan serius yang mempunyai kekuatan bagi etnografer, penjembatan pertanyaan how ke why.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun