[caption id="attachment_245506" align="aligncenter" width="605" caption="kontenpositif.com"][/caption]
Wah, tidak terasa sebentar lagi saya akan wisuda! Ya, syukur Alhamdulillah akhirnya saya sudah lulus, tepatnya dua minggu yang lalu, dan sekarang tinggal menunggu waktunya wisuda! Ah, saya jadi ingat masa-masa ketika dulu lagi dilema-dilemanya mencari tempat kuliah juga jurusan yang dipilih. Sebenarnya, cita-cita saya cuman satu, jadi Diplomat (ya, sekarang sih belum tercapai). Dari saya kecil, saya selalu ingin jadi diplomat dan lambat laun, seiring bertambahnya umur, saya punya cita-cita baru, yaitu menjadi istri diplomat. Haha, tidak, saya bercanda. Ya, intinya dari kecil saya sudah ingin jadi diplomat. Kenapa? Karena keren. Saya pernah melihat di berita mengenai sidang PBB dimana disitu bisa saya lihat orang-orang dari berbagai Negara berkumpul, mendiskusikan sesuatu yang pada saat itu saya tidak mengerti mereka lagi berdiskusi apa. Pokoknya, saya melihatnya keren. Memang sih, cita-cita saya pernah bertambah, dari hanya diplomat, berkembang menjadi ingin menjadi arsitek, dokter, dan psikolog. Kenapa arsitek? Karena pakde bude saya ada yang arsitek dan entah kenapa saya ingin saja mengikuti mereka. Kenapa dokter? Karena dokter mayoritas banyak uang (pemikiran anak polos). Kenapa psikolog? Karena nonton Akademi Fantasi Indonesia yang ditayangkan di Indosiar yang kalau tidak salah nama psikolognya itu Ibu Romi. Random memang.
Ketika SMA, saya masuk jurusan IPA. Well, science is not my thing actually. Saya masuk IPA, jujur, hanya karena rayuan orang tua yang berharap saya jadi dokter atau jadi insinyur, dengan jurus mautnya yang mengatakan, "tenang aja, enggak akan nyesel pilih IPA, karena orang IPA bisa pilih IPS tapi IPS enggak akan bisa pilih jurusan IPA nantinya". Ya, dan saya menurut. Padahal, dari tes-tes psikologi yang sudah saya jalani, semuanya mengatakan bahwa saya cocoknya di IPS, kemudian bahasa, dan IPA itu ada di opsi terakhir. Memang sih nilai-nilai mata pelajaran IPA saya tidak ada yang jelek, ya.. lumayan atau rata-rata lah. Itupun belajarnya sambil jungkir balik, karena otak saya membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mengerti segala hal yang berbau IPA. Les sana-sini juga belajar sampai larut malam. Pusing. Memang akhirnya peringkat di kelas sih, lumayan.. tapi.. tertekan.
Sampai akhirnya, ketika kelas 3 SMA, saya memutuskan dengan tegas, bahwa saya hanya akan memilih jurusan IPS saat menjalani tes-tes universitas, bukan IPC ataupun IPA. Tidak. Keputusan saya bulat, dan orang tua saya akhirnya setuju. Saya sadar bahwa saya sendiri yang paling mengetahui kemampuan saya ada dimana, dan apa yang saya mau. Orang tua boleh berharap, tapi ya kehidupan kita nantinya itu sepenuhnya akan bergantung pada diri kita sendiri. Maka, ketika teman-teman saya yang lain konsentrasi dengan buku SNMPTN IPA nya, saya sendiri yang bergelut mempelajari Sejarah, Ekonomi, Geografi, dan Matematika IPS. Saya pun ambil bimbingan belajar yang khusus untuk belajar IPS menjelang SIMAK UI, karena dulu saya ingin sekali menjadi mahasiswi UI. Berkali-kali saya ikut try out sana sini, dan hasilnya sangat lumayan. Well, apa sih jurusan yang ingin saya ambil? Orang bilang itu bunuh diri, tapi peduli amat. Saya pilih jurusan Hubungan Internasional dan Komunikasi. Ketika SIMAK UI, saya gagal disana. Sedikit patah hati, tapi saya tidak menyerah. Buat saya, yang penting jurusan Hubungan Internasional, dimanapun tempat kuliahnya (enggak asal juga sih, tapi pilih-pilih). Saya sudah berencana mendaftar di Universitas Parahyangan dan Universitas Padjajaran, dengan pilihan jurusan.. tetap Hubungan Internasional.
Menjelang tes di kedua universitas itu, saya dikasih informasi mengenai salah satu kampus, yang terdengarnya lumayan bagus, dan kebetulan saya dapat brosur di sekolah, bahwa kampus itu akan mengadakan tes beasiswa di kota tempat saya tinggal, di Bandung. Ah, saya langsung daftar saja, dengan sangat minim persiapan. Secara, brosur itu tiba ditangan saya dua hari menjelang tes. Yang membuat saya tertarik adalah, kampus itu menggunakan full English speaking dan juga international environment nya, dan pas sekali ada jurusan Hubungan Internasional nya. Akhirnya saya tes, dan ya.. saya keterima disana, dan mendapat beasiswa. Awalnya bimbang, mau diambil atau tidak, tapi orang tua saya menganjurkan untuk mengambilnya, alasannya ya saya sudah dapat jurusan yang saya mau dan juga penggunaan full bahasa Inggris yang orang tua saya anggap itu sangat penting. Di kampus lain, tidak ada yang benar-benar menggunakan bahasa Inggris secara penuh. Saya tidak tau sih kalau saat ini ada atau tidak. Tanggapan teman-teman saya ada yang kagum ada juga yang meremehkan. Kagum karena itu beasiswa dan kampus berbahasa inggris. Meremehkan bagi orang-orang yang mengaggap bahwa kampus swasta itu ecek-ecek, dan belum seterkenal kampus negeri seperti yang mereka pilih. Saya, peduli amat. Saya yakin kesuksesan seseorang bukan ada pada seberapa terkenal kampusnya, tapi tetap akan pada kualitas dari diri kita sendiri seperti apa.
Hasilnya apa? Ya, saya senang bisa mendapatkan jurusan yang saya idam-idamkan dan sangat saya sukai. Walaupun bukan di UI, tapi pada akhirnya yang mengajar pun dosen yang mengajar di UI juga. Saya mendapat dosen mantan duta besar Jerman dan mantan duta besar Belgia, dosen UNPAD juga ada, mantan dosen UNPAR juga ada, saya juga dapat dosen pembimbing skripsi mantan menristek jaman Presiden Gusdur yang kualitas mengajarnya oke banget, ya pada akhirnya kualitas yang saya dapatkan sama atau bahkan lebih dari yang saya pikir sebelumnya. Kesempatan magang 6 bulan, yang lumayan menambah isi CV saya, juga kesempatan bekerja yang saat ini saya dapatkan, adalah nikmat lebih yang Tuhan berikan untuk saya, dibalik kesakit hatian saya ditolak oleh kampus idaman. Hahaha.
Saya ada sedikit tips untuk para calon mahasiswa nih, (semoga) berguna ya! :D
1.     Know what do you want, and be consistent with it.
Kamu harus tau persis, apa yang kamu mau.Bukan ikut-ikut teman, atau ingin terlihat keren. Kalau kamu memiliki ketertarikan dalam dunia bisnis misalnya, ambil kuliah yang berkaitan dengan bisnis, dan terus konsisten dengan apa yang kamu ingin. Jangan di kampus A kamu pilih bisnis, lalu di kampus B kamu pilih kedokteran.
2.     Lihat  dan cari tau mengenai passing grade.
Ini penting, buat mengukur kemampuan kita untuk memasuki sebuah universitas, dan juga dalam menentukan strategi saat kamu mengikuti SNMPTN nanti. Ini juga bisa dijadikan cambukan semangat untuk terus belajar demi masuk jurusan idaman di kampus idaman.
3.     Jangan terpaku dengan satu kampus idaman.
Ya, banyak orang yang sampai saat ini memiliki stereotype untuk kuliah hanya di kampus yang terkenal saja, apapun itu jurusannya. Ini banyak terjadi pada teman saya. Apapun jurusannya, asal di kampus A yang terkenal, oke-oke saja. Itu tipe orang yang tidak tau arah tujuan hidupnya, tipe yang ikut kemana air mengalir, sekalipun air membawanya ke air terjun. Kampus pada umumnya baik kok, tergantung diri kita sendiri, mau berkembang atau tidak.
4.     Swasta tidak lebih jelek daripada negeri.
Masih banyak sekali orang yang ngotot masuk perguruan tinggi negeri karena menganggap bahwa swasta itu seperti orang-orang yang 'terbuang'. Ini kenyataan. Banyak yang masih menganggap seperti itu. Bukan karena saya kuliah di kampus swasta ya, hehe. Tapi begini, kampus dimanapun itu, mau swasta ataupun negeri, sama saja. Keduanya punya sisi positif dan negatifnya. Kampus negeri pun ada yang kurang begitu bagus, baik itu fasilitas dan lingkungannya, begitupun dengan swasta. Intinya begini, kalau mau dapat perguruan tinggi entah itu swasta atau negeri, dengan fasilitas yang lengkap, jurusan sesuai dengan yang diinginkan, lingkungan yang mendukung dimana anak-anaknya pintar-pintar atau berintegritas, ya harus belajar dengan rajin. Ada 'harga' yang harus dibayar jika kamu ingin masuk ke tempat yang berkualitas. Kalau negeri, 'harga' yang harus dibayar adalah kerja keras karena kompetisinya ketat, mengingat negeri bayarannya lebih murah daripada swasta, dan semua orang pasti menginginkan bayaran rendah, kualitas tinggi. Iya kan? Haha. Sedangkan kalau di swasta, 'harga' yang harus dibayar ya selain kerja keras, tentunya juga uang yang lebih. Eitss, jangan dipikir, masuk universitas swasta itu gampang, asal punya uang juga bisa. Tidak semuanya begitu. Beberapa universitas swasta menerapkan standar tinggi dalam menerima mahasiswanya, lho. J
Jadi bagaimana? Sudah mantap mau mendaftar di jurusan apa dan universitas apa? Good luck ya (if you need a luck) :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H