Meskipun hukum positivisme memberikan kepastian hukum, pendekatan ini sering dianggap terlalu kaku dan tidak memperhitungkan keadilan substantif. Dalam beberapa kasus, seperti kasus Baiq Nuril, penerapan hukum positivisme menimbulkan ketidakadilan sosial. Meskipun Baiq Nuril divonis berdasarkan aturan hukum tertulis, banyak pihak merasa bahwa hukum tersebut tidak mempertimbangkan konteks yang lebih luas, seperti situasi Baiq sebagai korban pelecehan.
Positivisme hukum cenderung fokus pada penegakan aturan tertulis tanpa memperhatikan konteks moral atau sosial dari kasus yang sedang ditangani. Ini berarti bahwa dalam beberapa situasi, hukum dapat ditegakkan secara formal, tetapi tidak adil secara moral atau etika. Dalam konteks Indonesia, di mana ada banyak ketimpangan sosial, penerapan hukum yang terlalu kaku bisa menyebabkan ketidakpuasan di masyarakat dan dianggap tidak mencerminkan keadilan yang sebenarnya.
Mazhab hukum positivisme sangat penting dalam menjaga kepastian dan stabilitas hukum di Indonesia. Namun, pendekatan yang terlalu kaku dalam menerapkan hukum tertulis bisa mengabaikan keadilan substantif yang diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi sistem hukum di Indonesia untuk menyeimbangkan antara penegakan hukum positif dan nilai-nilai keadilan sosial agar keputusan hukum tidak hanya sah secara formal tetapi juga adil dan diterima oleh masyarakat luas.
Nama : Sita Nur F.mÂ
Nim   : 222111157 ( D )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H