Gunung yang perkasa itu adalah kekasihku
Dilubuk hatiku ia adalah buah hatiku
Dulu kita sama-sama bisu, sampai ketika cinta menemukan kita
Ia menariku dari muslihat terang bulan dibalik langit biru
Lalu aku bergegas menyongsong peluknya
Lalu aku pergi berlari menyongsong peluknya
Aku sudah bersumpah akan menyongsong-nya
Detak jantungya khawatir, apa ini kisahku?
***
Angin berhenti mendesir, jantungnya berhenti berdetak
Sudah mati ia tak goyah pun teripis angin "Aku tak mendesir lagi"
Aku ingin undur diri dengan berat hati
Kata selamat tinggal itu akan kubisikan berulang kali ditelingamu sampai kau benar-benar mati. Kakiku sudah menyentuh bumi, dan kekasihku yang perkasa menyembunyikanku dengan pandai seperti ia menyembunyikan kebiruan cakrawala saat matahari berteriak-teriak akan membunuhnya.
Aku dipangkunya penuh kecemasan, dikeemasan pangkuanya yang lembut dan tidak menyakiti bak pasir diujung pantai perawan. Aku dan kekasihku sungguh berpadu dengan kesempurnaan ia puaskan dahagaku sedangkan ia tak terlelap sampai aku menyadari aku tak membutuhkan perlindunganya lagi.
"Kekasih, nafasmu memenuhi segenap relung hatiku?
Kau lunakan suaraku dalam gelora didadamu....
kau redamkan laraku dalam pandang matamu"
"Kini saat fajar tiba, kau ucapkan padaku kaidah cinta, kau bisikan semuanya ditelingaku, setelah itu kau hilangkanku dalam pelukanmu yang penuh damba itu... Ooh kekasih... janganlah pergi?"
Aku harus pergi hari-hari terik itu segera tiba, tak mungkin kudendangkan cinta selalu untukmu, tak mungkin kecupan-kecupan kasih ini akan selalu hinggap dipipi, dan dikeningmu. Janganlah kau warnai hatimu itu terus menerus dengan kekhawatiran. Janganlah kau teduhkan kegalauan itu selalu didalam dadamu yang indah itu.
Aku harus menjadi manusia yang kejam, begitupun kau kekasihku. Suatu saat kau harus membunuh rindumu kala air surut itu menariku jauh darimu, dan kau harus bisa tumbuh dan mengusap dari yang mengucur dari dua pasang matamu saat air pasang mengantarkanku kembali padamu. Sambut aku.
Yang kekasihku tak tahu akau sering menari-menari mengitari api yang menerangi badan-badan kami saja, mereka lahir dari rahim-rahim kekhawatiran sang kekasih sepertimu, senyuman mereka tak terlhat karena kesucian cinta dan kesedihan telah menodainya dengan kekhawatiran. Air mata mereka berkelap-kelip bakbintang memerah, mereka dalam kesedihan yang nyata manakala sesekali mendengar keluh kesah kekasihnya akan betapa kecilnya mereka tanpa cinta dari yang dicintainya.
Duh... jantung malam yang malam ini sedang menggeliat-geliat, aku adalah segenap mahluk-Mu. Kuserahkan kekasihku yang saat ini jauh dalam lindungan dan kasihmu. Kau berikan masa-masa pertemuan yang indah, dan kini Kau jauhkan kami dalam masa-masa pembuangan yang mengkhawatirkan. Entah rindu, entah cinta, aku sudah kebirikan semuanya dalam kalbuku, kadang aku tak kuat menghimpunya hingga Sebagianya berubah menjadi air mata, sebagianya membuatku terdiam, sebagianya membuatku menjadi pemangsa waktu yang ganas.
Duh... Hyang Gusti hamba manusia rindu tatap tak berharap murka. tolong berikanlah keadilan padaku jika Kau tak berkenan mempertemukanku dengan kekasihku, panggilah malaikat maut-Mu untuk menjemputku.
My Rindu : Untuk Diajengku
Kang mas sudah hampir lupa didagu atau dibawah bibir letak andeng-andangmu, tapi percayalah setiap senja sore datang rasa kecupan mesra, nakal, menimbulkan efek merinding tidak karuan dan segala rasanya itu tak pernah kang mas lupakan. (*)
****************************************************************
DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,  datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H