Di bawah langit Jawa yang kelam,
Ku dengar suara angin yang menangis,
Mengisi malam dengan kesedihan,
Menyusup dalam jiwa yang pilu.
Pada senja nan merah menyala,
Dalam rimba yang sunyi dan sunyinya,
Aku sendiri, tanpa teman berduka,
Dalam kesepian yang tak terkira.
Hatiku pilu bagai burung terkurung,
Terbang tak terhingga mencari pelarian,
Namun kenyataan tetap membelenggu,
Membakar jiwaku dengan bara penyesalan.
Mimpi-mimpi indah lenyap tanpa jejak,
Seperti bayang-bayang dalam kabut pagi,
Kini hanya tinggal kenangan yang pahit,
Mengguratkan luka dalam sanubariku.
Seperti gemericik air di kali yang suram,
Terdengar tangis hatiku yang terluka,
Tak ada kata yang mampu menggambarkan,
Derita yang kualami dalam setiap hela nafas.
Oh, betapa sedihnya hatiku yang rapuh,
Di dalam kisah hidup yang penuh duka,
Seperti reruntuhan candi yang terabaikan,
Aku meratap di balik sepi yang menyesakkan.
Namun kuharap, di masa yang akan datang,
Dalam bayang-bayang senja yang redup,
Akan ada sinar kebahagiaan yang menyinari,
Menghapus lara dan membangkitkan semangat.
Ku percaya, meski pilu menghantui hari-hari,
Di tanah Jawa yang penuh dengan cerita,
Aku akan menemukan kekuatan dan keindahan,
Di dalam hati yang sedih, ku temukan cahaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H