Dengan pertimbangan, bahwa kertas dan petugas survei mampu masuk hingga ke pelosok daerah yang masih sulit dijangkau teknologi dan biaya oprasional yang lebih murah.
Setelah nama yang dicalonkan masuk ke Daftar Caleg Tetap (DCT), harus dilakukan survei lanjutan. Tingkat popularitas dan elektabilitas calon dapat dipantau dari hasil survei ini.
Survei yang dilakukan biasa menggunakan kuesioner. Sistem komunikasi langsung dengan narasumber, untuk mengisi data yang dibutuhkan akan memberikan data yang dinilai lebih efektif dan akurat.
Rata-rata dibutuhkan 20 lembar kertas berisi pertanyaan, untuk sebuah kuesioner. Untuk Caleg DPR-RI agar mendapatkan data yang maksimal, dibutuhkan sekitar 120 PSU (Primary Sampling Unit) di setiap provinsi.
Dikumpulkan 100 kuesioner dari masing-masing PSU. Untuk mendapatkan data kuesioner yang lengkap. Itu berarti, 1 PSU membutuhkan 2.000 lembar kertas.
Provinsi dengan 120 PSU membutuhkan kertas kuesioner sebanyak 240.000 lembar kertas. Maka untuk 33 provinsi, dibutuhkan hampir 8 juta lembar kertas kuesioner.
Kebutuhan itu hanya untuk 1 lembaga survei. Sementara saat ini ada lebih dari 30 lembaga survei politik, yang terdaftar di KPU.
Jika minimal ada 30 lembaga survei, maka kertas yang dibutuhkan lebih dari 240 juta lembar kertas.
Angka itu belum termasuk kertas-kertas perizinan yang harus dipersiapkan lembaga survei untuk dapat melakukan wawancara kepada masyarakat secara langsung.
Perizinan ini mulai dari izin Depdagri, kantor urusan sosial politik daerah, kelurahan, RW hingga ke RT. Yang jumlahnya juga disesuaikan dengan jumlah sebaran PSU.
Setelah data kuesioner didapat, caleg dapat melakukan analisa. Mereka bisa melihat apakah promosi mereka selama ini tepat sasaran.