Mohon tunggu...
Siska Julianti
Siska Julianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kejahatan Cyber: Kisah Sekar Dalam Melewati Cyber Stalking di Usia Remaja. Apakah Berbahaya?

15 Februari 2024   02:27 Diperbarui: 16 Februari 2024   00:04 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media sosial menjadi platform terbaik dalam berkomunikasi jarak jauh dengan orang lain. Teknologi yang disediakan ini tentunya menjadi sebuah keuntungan bagi pengguna karena tidak perlu bersusah payah dalam menjangkau komunikasi dengan orang lain.

Namun, apakah media sosial yang digunakan sudah aman?

            Terkadang masih banyak pengguna yang merasa bahwa media sosial yang digunakan tidak benar-benar aman dalam menjaga privasinya. Kejahatan ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti halnya yang dialami oleh Sekar (Nama Samaran), (20) ketika sedang menempuh pendidikan SMP disalah satu sekolah di Kota Bandung. Kejahatan media sosial yang dialami menjadi sebuah trauma serta peringatan bahwa media sosial tidak seaman yang dibayangkan. Banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan media sosial sebagai media untuk melakukan kejahatan.

            Tahun 2018 menjadi tahun terberat bagi Sekar (Nama Samaran),  (20). Pasalnya, ia harus merasakan kejadian yang membuatnya trauma hingga saat ini. Media sosial yang ia gunakan sehari-hari menjadi sebuah bomerang yang mengancam keselamatannya.

             Sekar mengatakan, saat itu ia baru saja menginjak usia 15 tahun,  di mana sangat aktif dalam menggunakan media sosial. Seperti yang kita tahu, menggunakan wajah dan nama pada profil media sosial bukanlah sesuatu yang aneh.

            Saat itu, tiba-tiba saja salah satu teman laki-laki (kita sebut saja namanya Arya) di sekolah menghubunginya lewat Line dengan menanyakan apakah ia bisa masuk ke grup angkatan sekolah. Tanpa pikir panjang, Sekar langsung memberikan nomor dari beberapa admin WhatsApp grup angkatan sekolahnya. Sebenarnya, Sekar bingung karena biasanya jarang sekali ada yang menghubunginya lewat Line. Namun, hal tersebutlah yang menjadi awal kejadian kelam yang dapat ia ingat hingga saat ini.

"Sebenernya waktu itu kaget ko ada yang nge Line, dia minta undangan masuk grup wa tapi karena bukan aku adminnya jadi langsung aku kasih nomor-nomor itu . Kebetulan waktu itu aku tau orangnya dan kasih nomornya pake screenshoot gitu," ucap Sekar, (12/02/2024).

            Sekar (Nama Samaran), (20) mengatakan, beberapa hari kemudian tiba-tiba saja banyak pesan masuk yang dan mengatakan bahwa Arya (Nama Samaran) merupakan seorang LGBTQ. Awalnya Sekar tidak ingin menanggapi pesan-pesan tersebut, namun lama kelamaan semakin banyak pesan yang masuk dengan isi pesan yang sama.

"Beberapa hari setelah itu banyak banget yang chat dan bilang kalo dia LGBTQ. Awalnya aku diemin, tapi lama-lama makin banyak gitu yang chatnya."

            Sebetulnya, sebelum kejadian ini terjadi ada sebuah berita yang menyebar di sekolah yang mengatakan bahwa Arya (Nama Samaran) merupakan seorang LGBTQ dan tergabung dalam sebuah komunitas. Namun, lambat laun berita tersebut menghilang begitu saja.

            Sekar (Nama Samaran) mengatakan bahwa Arya ialah orang yang pendiam namun masih dapat berkomunikasi. Beberapa kali Sekar pernah berbicara dengannya dan tidak mendapatkan kejanggalan apa pun.

            Setelah banyaknya pesan yang masuk ke nomor Sekar (Nama Samaran), berita mengenai hal ini langsung menyeruak ke seluruh penjuru sekolah dan mengakibatnya di panggil oleh pihak sekolah. Pada saat itu, ia ditanya apakah ia memiliki kedekatan dengan Arya (Nama Samaran). Sekar (Nama Samaran) mengatakan bahwa ia hanya kenal karena memang satu kelas. Ternyata, menurut penuturan pihak sekolah, ada kontak Sekar gadungan yang menyebarkan berita bahwa Arya merupakan seorang LGBTQ. Kontak tersebut menggunakan nama dan foto milik Sekar.

"Kebetulan emang sekelas aja dan ga terlalu deket juga. Kaget banget sih waktu BK bilang kalo ada kontak gadungan yang pake nama dan foto aku buat nyebarin itu," ucap Sekar.

            Penggunaan foto orang lain pada akun media sosial termasuk pelanggaran privasi. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

            "Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara gambar, peta, rancangan, foto, elektronik data interchange (EDI), surat elektronik (Electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya." 

Pasal 26 Ayat (1) dan Ayat (2) UU ITE.

"Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan."

"Setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini."

            Ternyata, bukan hanya Sekar yang mendapat pesan beruntun seperti itu. Admin-admin grup WhatsApp angkatan sekolahnya pun mendapat pesan yang sama. Admin-admin tersebut mengatakan bahwa mereka yang meneror mendapatkan nomornya dari Sekar.

            Semakin lama, kontak yang masuk semakin banyak dengan berbagai isi pesan. Puncaknya adalah ketika beberapa kontak tersebut mengirimkan foto Arya (Nama Samaran) yang tidak berbusana. Sekar tidak tahu apakah itu merupakan foto editan atau bukan. Namun, tetap saja hal itu membuatnya semakin takut.

            Pada tahun tersebut, fitur invite grup WhatsApp belum menggunakan pembatasan ketika ingin memasukkan orang ke dalam grup. Jadi, orang-orang dapat dengan mudah memasukkan orang yang diinginkan tanpa harus meminta izin atau melewati fitur pembatasan.

            Hal ini menjadi sebuah keuntungan bagi pelaku yang meneror Sekar. Pasalnya, ia tiba-tiba saja dimasukkan ke dalam sebuah grup yang berisikan komunitas LGBTQ. Ketika masuk, Sekar mengatakan bahwa ia disambut layaknya anggota yang sudah diincar lama untuk bisa bergabung dengan mereka.

"Tiba-tiba aja aku dimasukin grup yang isinya orang-orang gitu semua. Waktu itu aku ga lagi megang hp jadi gatau. Pas masuk aku langsung disambut dan mereka bilang Welcome to The Familiy Sekar, " Ujar Sekar.

            Rasa takut semakin memuncak ketika ia bergabung bersama komunitas tersebut. Banyak foto tidak senonoh yang mereka kirimkan di sana. Lagi-lagi, pada tahun tersebut WhatsApp belum memiliki fitur pembatasan dalam menyimpan foto. Maksudnya, foto yang orang lain kirimkan pada kita dapat langsung tersimpan ketika kita membuka grup tersebut.

            Sebelum keluar dari grup, Sekar sempat menangkap layar pada beberapa nomor dalam komunitas  itu sebagai bukti ketika akan melakukan pengaduan.

            Hari demi hari semakin banyak ancaman yang masuk dan mengganggu kehidupannya. Sampai suatu hari, ada salah satu pesan yang masuk dengan mengatakan bahwa jika Sekar tidak mau bekerja sama dengannya, maka ia akan menunggunya pulang dengan membawa senjata tajam.. Tentu saja hal tersebut menjadi puncak ketakukan bagi Sekar. Pasalnya, ancaman yang diberikan bisa saja benar-benar terjadi dan dapat mengancam keselamatannya.

"Ada satu kontak yang bilang kalo aku gamau kerja sama sama dia, dia bakal nunggu di jalan tempat aku pulang sambil bawa senjata tajam. Rasanya takut banget," ucap Sekar.

            Untungnya, sejak kejadian tersebut pihak sekolah terus membantunya. Mereka langsung menindak lanjuti kejadian ini dengan membawanya ke ranah kepolisian.

            Namun, sayangnya pihak kepolisian tidak menanggapinya dengan serius. Padahal Sekar menganggap bahwa kejadian ini telah mengancam keselamatannya. Semua bukti dan upaya yang dilakukan seakan tidak membuat pihak kepolisian luluh. Alhasil, kejadian ini tidak ditindak lanjuti dan Sekar tidak mengetahui siapa dalang dari semua yang telah terjadi.

            Sekar (Nama Samara), (20) berharap bahwa jangan ada lagi orang-orang yang mengalami kejadian serupa sepertinya. Dukungan dari lingkungan sekitar juga menjadi sebuah hal yang dibutuhkan korban dalam menyelesaikan masalahnya. Sekar juga berharap bahwa pihak berwenang harusnya dapat lebih menindak lanjuti aduan yang masuk dari masyarakat, pasalnya masyarakat sepenuhnya berharap bahwa hanya pihak berwenang yang dapat menyelesaikan masalah seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun