Kaum jomblo, pasti pernah mengalami posisi tidak nyaman saat ditanya tentang pacar. Biasanya pertanyaan itu dilontarkan ketika momentum berkumpul dengan keluarga besar, seperti lebaran, pernikahan saudara, dan acara keluarga lainnya.Â
Tidak hanya keluarga, kaum jomblo juga kerap ditanya oleh teman lamanya. Misalnya ketika tidak sengaja bertemu, lalu bertanya tentang pasangan. Apalagi kalau datang ke acara reunian, sudah pasti beberapa teman yang sudah memiliki pasangan akan menggandeng pasangannya.
"Di mana calonnya?" atau "Kapan nikah?"Â dan sederet rentetan pertanyaan lainnya yang memuakkan.
Sampai-sampai ada yang tidak mau hadir pada acara keluarga atau reunian sekolah karena ingin menghindari pertanyaan tentang pasangan. Malas untuk menjelaskan, apalagi harus mendengarkan nasihat-nasihat sembari dibumbui dengan ekspresi yang tidak menyenangkan.
Sebenarnya banyak alasan seseorang tak kunjung memiliki pasangan. Bisa karena memang sampai saat ini tak kunjung mendapatkan yang cocok. Ada yang masih enggan untuk membuka hati. Ada yang masih merasa belum membutuhkan pasangan hidup karena bisa berdiri di atas kaki sendiri. Adapula yang memang tidak ada waktu untuk memikirkan tentang asmara.
Masyarakat Indonesia yang kini didominasi oleh generasi Z memang terbilang unik. Jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi Z yang tumbuh dan berkembang di dunia yang semakin sulit untuk diprediksi. Kemajuan teknologi, sampai pentinya media sosial dalam kehidupan gen Z.
Termasuk cara pandang generasi Z yang berbeda dalam setiap aspek kehidupan. Mulai dari cara pandang terhadap pendidikan, pekerjaan, keuangan, politik, sampai tentang asmara. Mudahnya informasi yang masuk kepada generasi Z lewat media sosial, membuat generasi Z hidup penuh pertimbangan. Namun di satu sisi, generasi Z juga terpapar dengan mudah trend viral yang berseliweran di media sosial.
Tak jarang generasi Z memandang pekerjaan sebagai harga dirinya. Termasuk untuk memenuhi segala kebutuhannya. Baik itu primer, hingga tersier. Menjadi pegawai pemerintah tak lagi menjadi idaman kaum muda. Generasi Z lebih menyukai bekerja di start-up atau bekerja dari rumah saja. Memanfaat kemajuan terknologi yang mendukung dirinya menjadi pekerja lepas. Seperti menjadi Youtuber, Selebgram, Blogger, dan lain-lain.
Bekerja di perusahaan swasta atau menjadi kreator membuat generasi Z sulit berbagi waktu untuk kehidupan pagi. Sebelum matahari terbit sudah berada di stasiun. Menantikan kereta api yang akan membawanya ke stasiun terdekat dari kantornya. Membuat konten yang tidak mengenal waktu. Saking fleksibelnya, membuat konten pun bisa sampai dini hari.
Setelah bekerja, rasanya begitu lelah. Menolak ajakan nongkrong dari grup teman lama. Memilih waktu libur untuk tidur seharian di kamar. Berdiam diri di rumah saja sebagai me time. Menonton drama Korea atau hanya sekadar menonton video di YouTube.
Nah, bagi kaum jomblo yang tidak memiliki waktu banyak untuk asmara, bisa mencoba blind date. Blind date atau sering disebut kencan buta, menjadi solusi untuk berkenalan dengan lawan jenis dengan waktu yang singkat dan cepat.
Terbukti, banyak pasangan yang berjodoh lewat blind date. Kencan buta yang dipersiapkan oleh keluarga atau sahabatnya. Tiba-tiba saja diajak bertemu di sebuah kafe. Namun ternyata, diperkenalkan dengan seseorang.Â
Mungkin ada yang merasa tidak nyaman dengan aksi kencan buta yang digelar oleh keluarga atau sahabat. Namun itu semua adalah bentuk kasih sayang dari orang terdekat. Sebagai bentuk kepedulian agar orang yang mereka sayang segera mendapatkan pendamping hidup.
Blind date terkenal di negara Korea. Penggemar drama Korea pasti tahu Business Propopsal. Drama korea komedi romantis yang menceritakan karakter utamanya melakukan blind date. Shin Ha-ri yang diperankan oleh Kim Se Jeong, melalukuan blinda date dengam menyamar sebagai temannya. Tujuannya adalah agar blind date itu gagal dan berujung penolakan. Namun ternyata, partner kencan buatanya adalah seorang CEO tempatnya bekerja, yaitu Kang Tae Moo yang diperankan oleh Hyo Seop.
Fenomena blind date kini tidak hanya marak di Korea. Masyarakat Indonesia khususnya kawula muda banyak yang memilih jalur blind date untuk menemukan pasangan hidupnya. Bahkan kini, banyak akses untuk memberikan kesempatan kaum jomblo agar dapat berkencan dengan orang yang tidak ia kenal.
Misalnya saja mengajak bertemu seseorang yang dikenal lewat aplikasi kencan. Hanya mengenali lewat menu chatting, sampai akhir mengajak untuk kencan agar bisa berkenalan lebih dalam lali.
Fenomena ini menggambarkan bahwa betapa besarnya dampak teknologi pada keputusan seseorang dalam memutuskan perjalananan asmaranya. Maraknya penggunanaan aplikasi kencang, membuat para penggunanya mudah untuk melakukan blind date.
Lebih unik lagi karena fenonema blind date secara virtual pernah ramai di Indonesia. Virual Blind date terjadi ketika masa pandemi. Dilansir dari Studi Snap.Inc melalui kumparan, tingkat kesepian di kalangan responden Indonesia meningkat menjadi 42% selama pandemi. Sebelumnya hanya sebesar 18% saja.Â
Di saat pandemi terjadi, pertemuan antar individu ataupun dengan kelompok memang dibatasi. Kesepian dan merasa sendirian pun akan terasa. Hanya berdiam diri di rumah saja. Pendidikan diliburkan, toko-toko tutup, fasilitas publik pun tutup, tempat wisata bangkrut, sampai beberapa pekerjaan pun harus dialuhkan di rumah saja.
Kampus-kampus ternama sampai membuat acara Virtual Blind Date (VBD) untuk mengatasi rasa kesepian akibat pandemi. Penyelenggara dan pesertanya hanya diperuntukkan bagi mahasiswa aktif saja. Mulai dari jenjang D3 sampai S2.Â
VBD dilakukan melalui zoom meeting. Berdurasi 60 menit dan terbagi atas tiga sesi, yaitu sesi pembukaan, sesi blind date, dan sesi penutup. Para peserta diberi waktu 20 menit untuk mengobrol dengan lawan jenis pada tiga breakout room yang berbeda.
Konsep VBD ini jauh lebih parktis dan efektif bagi peserta. Tidak perlu menghabiskan biaya transportasi apalagi membayarkan pesanan makanan dan minuman di tempat bertemu. Cukup bermodal ponsel dan internet saja, virtual blind date dapat dilakukan di mana saja.Â
Setelah pandemi usia, blind date tetap jadi tren untuk menemukan kekasih hati. Bahkan kini, ada beberapa kafe di kota-kota besar yang membuat acara blind date di momen tertentu. Misalnya hanya tiga bulan sekali dan waktu lainnya kebijakan dari penyelenggara.
Peserta harus membayar biaya registrasi untuk dapat mengkuti blind date. Mendapatkan fasilitas makan, minum, dan tentunya suasana kafe yang memadai untuk kencan.
Jumlah peserta yang dapat mengikuti acara blind date ini tentu dibatasi. Misalnya hanya 10 perempuan jomblo dan 10 laki-laki jomblo. Saat pendaftaran, peserta melampirkan data diri termasuk kriteria pasangan idaman yang dicari.
Penyelenggara akan mencoba mencocokan dari data diri para peserta. Sampai akhirmya, para peserta akan bertemu dengan partner kencan butanya di meja kafe yang sudah di set romantis.Â
Momentum deg-degan ini semakin dibuat penasaran karena peserta tidak boleh mengintip wajah partner kencannya yang sudah dipilihkan oleh tim penyelenggara. Semua mata peserta ditutup menggunakan penutup mata. Penyelenggara membiarkan peserta berbincang-bincang dengan partner kencannya masing-masing dengan mata tertutup.Â
Barulah setelah itu akan ada aba-aba untuk membuka penutup mata. Satu sama lain bisa saling melihat secara langsung partner kencannya yang sudah ada di hadapan mereka.
Menurut analisis penulis, konsep acara blind date yang diselenggerakan oleh tim/penyelenggara, baik secara virtual ataupun tidak, jauh lebih aman untuk dicoba. Pertama, seseorang yang mengikuti acara ini harus melakukan registrasi. Secara tidak langsung, penyelenggara mengantongi data diri pasa pesertanya. Memastikan bahwa seluruh peserta memang layak untuk mengikuti acara ini. Dilihat dari bibit, bebet, dan bobotnya.Â
Untuk kencan virtual, jika tidak mau melanjutkan ke perkenalan yang lebih dalam, mudah untuk memutus komunikasinya. Belum sempat bertemu sehingga tidak ada rasa canggung atau tidak enak memutuskan sepihak.
Sedangkan mengikuti blind date secara langsung yang diadakan oleh penyelenggara, memastikan bahwa partner kencan adalah seseorang yang mampu membayar registrasi. Tarifnya cukup fantastis. Membuat kencan ini begitu terkesan eksklusif. Tidak semua orang mampu untuk ikut acara tersebut.
Berbeda jika melakukan blind date dengan seseorang yang baru di kenal lewat aplikasi kencan atau media sosial. Kewaspadaan akan penipuan harus ditingkatkan. Lebih bak hati-hati dan berpikir matang untuk memutuskan berkencan dengan seseorang yang belum dikenali. Apalagi tidak tahu latar belakangnya seperti apa.
Cari tahu terlelebih dahulu latar belakangnya. Kemudahan pencarian data pribadi seseorang di internet bisa dimanfaatkan dengan bijak. Kalau memang memutuskan untuk bertemu, pilihlah tempat ramai dan kabari seseorang yang kamu percaya.Â
Terus membrikan pesan kepada kerabat atau sahabat. Gunakan pakain yang tidak mencolok atau berlebihan. Pastikan pula untuk tidak memberikan data pribadi secara rinci di kencan pertama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H