Aktivitas yang padat membuat banyak orang merasa kelelahan untuk dapat membagi waktu dengan kehidupan pribadinya. Urusan pekerjaan yang menumpuk, sampai harus kerja larut malam karena mengambil lembur.Â
Di tengah-tengah kesibukan, selalu saja timbul kekhawatiran akan kehidupan lainnya yang sangat perlu diberi perhatian sama seperti urusan pekerjaan. Mulai dari memberikan perhatian kepada orang tua yang sudah lanjut usia dan merawat hubungan rumah tangga termasuk sang anak.
Saking tak ada waktu luang, tidak pernah terpikirkan untuk memberi ruang untuk diri sendiri. Generasi Z sering menyebutnya sebagai me time. Menghabiskan waktu sendirian dengan melakukan hal-hal yang disukai. Seperti olahraga, main game, belanja, nonton film, atau sekadar pergi ke salon untuk merawat diri.
Paling disayangkan jika urusan pekerjaan malah mengganggu ibadah. Khususnya saat ini umat muslim sedang melaksanakan ibadah puasa.
Alasan capek, lelah, haus, lapar, dan segudang pekerjaan yang mengganggu ibadah-ibadah yang bisa dilakukan untuk menyempurnakan pahala puasa. Apalagi jika berada dalam budaya organisasi yang tidak mendukung untuk melaksanakan ibadah. Mau tak mau harus menyesuaikan dengan budaya organisasi yang sedari dulu tertanam.
Sulitnya menyeimbangkan kehidupan dengan pekerjaan dan kewajiban beribadah, akan menambah tingkat stres. Alhasil, harapan bisa menyelesaikan pekerjaan dengan maksimal malah harus sirna karena pikiran-pikiran ingin segera pulang yang harus menyiapkan sajian berbuka puasa.
Masih banyak perusahaan yang belum sadar betapa pentingnya keseimbangan kehidupan kerja yang harus dimiliki karyawan. Cenderung menitikberatkan pada kepentingan perusahaan tanpa mau memanusiakan dan mensejahterakan karyawannya.Â
Sadarilah bahwa kesejahteraan bukan hanya soal materi. Bukan hanya sekadar pemenuhan gaji pokok beserta tunjangan-tunjangannya. Perusahaan juga harus memikirkan bahwa karyawan memiliki kehidupan lain di luar urusan pekerjaan. Dan kehidupannya itu sama berharganya.
Meskipun berkehidupan dalam lingkungan pekerjaan yang menuntut banyak ini itu. Membuat kita menghabiskan waktu setengah hari untuk urusan kantor, kita bisa mengantisipasi dengan beberapa cara untuk mencapai work life balance.
Pertama, manfaatkan waktu sebaik mungkin. Pepatah mengatakan bahwa waktu adalah uang. Justru waktu lebih dari sekadar uang. Satu detik yang lalu tak bisa tergantikan meski dibayar dengan milyaran rupiah sekalipun.
Maka dari itu, mulailah untuk memanage waktu sesuai dengan jadwalnya. Mulai dari terbangun sampai terlelap kembali.
Pada saat bekerja, fokuslah terlebih dahulu pada urusan pekerjaan. Abaikan hal-hal yang mencoba membuyarkan konsentrasi saat bekerja. Dengan begitu, kita dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dibandingkan karyawan lain yang malah sibuk bekerja sambil bergosip.
Ketika memasuki jam istirahat, pergunakan untuk benar-benar melakukan aktivitas yang mendukung jam istirahat. Misalnya makan siang, menjalankan aktivitas menyenangkan yang memungkinkan untuk dilakukan, dan tentunya menjalankan ibadah.
Jangan sampai menggunakan jam istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan dengan alasan "tanggung". Alasan inilah yang membuat jadwal kegiatan kita malah berantakan. Niat ingin mendapatkan ketenangan karena pekerjaan cepat selesai, justru malah kehabisan waktu istirahat.
Begitu pula pada saat pulang ke rumah dan libur. Usahakan untuk tidak lagi membahas urusan pekerjaan. Full memberikan waktu untuk keluarga.
Manfaatkan hari libur untuk mengeratkan hubungan dengan keluarga. Mengajak orang tua jalan-jalan. Mengajak anak liburan. Bisa juga dengan melakukan kegiatan menyenangkan yang dapat dilakukan bersama-sama.
Ketika sudah waktunya tidur malam, usahakan untuk langsung tidur. Sekalipun memiliki kendala susah tidur, tetap berbaring dengan posisi akan tidur dan istirahatkan pikiran. Jangan sampai memikirkan hal-hal tidak penting yang belum tentu terjadi.
Kunci yang kedua adalah terapkan prinsip bahwa semuanya sama pentingnya. Dengan menerapkan prinsip ini, kita akan tersadar bahwa tidak boleh ada yang dianak tirikan. Semuanya sama pentingnya sehingga kita harus memprioritaskan semua urusan pekerjaan, kehidupan, dan ibadah.
Ketiga, masih berhubungan dengan point sebelumnya. Meski menerapkan prinsip tersebut, ingatlah bahwa tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk beribadah. Tujuan utama kita ada di dunia hanya semata-mata untuk beribadah kepada-Nya.
Ibadah wajib yang harus kita lakukan. Seperti sholat lima waktu, menjalankan ibadah puasa, dan zakat. Ibadah wajib ini kita sempurnakan dengan amalan baik lainnya dengan tujuan hanya semata-mata karena Allah SWT.
Bekerja untuk menafkahi keluarga yang memang secara agama merupakan tanggung jawab sebagai imam keluarga. Berbakti kepada orang tua sebagai bentuk bakti anak kepada orang tua sesuai dengan perintah Allah SWT. Mendidik anak yang telah Allah titipkan kepada kita selaku orang tuanya.
Kehidupan yang kita jalani adalah amalan-amalan baik yang diperuntukkan kepada Allah SWT. Sebagai pundi-pundi yang kita kumpulkan untuk menyelamatkan di hari akhir nanti.
Perlu diingat bahwa ketiga point di atas tidak akan terwujud atau berakhir dengan maksimal jika dilaksanakan setengah hati. Lakukan dan jalani semuanya dengan penuh keikhlasan. Tanpa beban dan tanpa rasa berat sedikitpun.
Dengan begitu, tidak ada lagi prasangka buruk terkait waktu yang kurang. Padahal, Allah sudah memberikan waktu 24 jam dalam satu hari agar dapat kita pergunakan sebaik mungkin. Untuk urusan pekerjaan, kehidupan, dan ibadah.Â
Tidak ada lagi pertanyaan atau keluhan tentang kurangnya waktu 24 jam dalam sehari. Semua tergantung pada cara berpikir kita memandangnya seperti apa.
Jika kita memandangnya dengan penuh kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan mendatangkan keberkahan.
Kunci berkehidupan di dunia yang hanya sementara ini adalah "Jalani, Nikmati,dan Syukuri". Ketiganya saling melengkapi satu sama lain.
Seseorang yang memilih untuk menjalankan kehidupan ini bagai air yang mengalir mengikuti arus sungai, tidak akan mendapatkan ketenangan tanpa menikmati perjalanan itu. Menikmati atas semua lika-liku yang ada.
Harus bangun subuh agar bisa menjalankan sholat sunah dan Subuh. Dilanjutkan dengan menyiapkan kebutuhan keluarga di pagi harim sampai akhirnya pergi ke kantor.
Memang banyak sekali rintangan. Mulai dari kerikil kecil sampai batu besar. Mulai dari jalan lurus sampai jalan yang terjal. Nikmatilah dalam menjalani semuanya. Dengan begitu ketenangan akan menghampiri.
Terakhir, tak lupa untuk terus bersyukur. Atas kenikmatan yang masih kita dapatkan. Dari hal-hal sederhana sampai luar biasa. Bersyukur masih bisa terbangun dari tidur malam. Bersyukur diberi keselamatan sampai di rumah setelah pulang dari kantor. Bersyukur masih bisa memanfaatkan waktu istirahat untuk beribadah kepada-Nya. Bersyukur masih diberi ketaatan oleh Allah SWT.
Di momentum bulan suci Ramadan ini, sudah seharusnya kita kembali untuk mengingat sejauh mana cara kita dalam menyeimbangkan kehidupan, pekerjaan, dan ibadah. Tidak ada lagi alasan sibuk bekerja sampai mengabaikan kewajiban sebagai orang tua. Apalagi kewajiban sebagai umat-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H