Review kali ini agak berbeda karena bukan film lokal yang sedang tayang di bioskop. Untuk pertama kalinya, penulis mencoba untuk menuliskan review film Korea yang sedang tayang di Netflix.
Sebenarnya bukan kali pertama bagi penulis menikmati karya-karya dari Korea Selatan. Tidak hanya film ataupun drama, makanan dan minuman yang viral di Indonesia pun turut saya coba.
Namun memang saya tidak terlalu fanatik pada sesuatu. Apalagi untuk urusan musik. Karena memang pada dasarnya tidak terlalu sering mengisi waktu luang dengan mendengarkan musik.
Penulis lebih memilih menghabiskan waktu dengan menonton video hiburan saja yang dapat mengundang tawa. Setidaknya bisa melepas sejenak rasa lelah dari pekerjaan ataupun masalah pribadi yang sangat ingin dihilangkan haha.
Film yang akan saya review adalah film Badland Hunters. Film ini sudah tayang di Netflix dan menjadi tontonan teratas saat ini di platform tersebut.
Saya sudah pernah membaca terkait review film ini di Kompasiana. Mungkin beberapa hari yang lalu sudah mejeng sebagai Artikel Utama. Meski begitu, tidak mengurungkan niat saya untuk membuat review film ini. Saya yakin, setiap penonton akan memiliki pandangan yang berbeda-beda.
Bisa saja kita menyukai film tersebut. Tetapi orang lain malah tidak menyukai. Banyak faktor yang menentukan. Terutama terkait dengan selera.
Penulis tertarik menonton film ini karena tema ceritanya adalah zombie. Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak menonton film zombie. Bisa dipastikan saya selalu berusaha menonton film yang bertema zombie.
Film zombie lebih saya minati daripada film horor. Apalagi film horor Indonesia yang begitu nyata terasa seramnya. Entah mungkin karena tinggal di Indonesia sejak lahir, sehingga wujud dari setan Indonesia selalu terbayangkan.
Film Badland Hunters menceritakan sebuah bencana gempa bumi yang sangat dahsyat. Gempa bumi yang ditampilkan seperti menghancurkan seisi dunia.Â
Gedung-gedung tinggi hancur dalam sekejap saja. Tata kota yang mewah berubah begitu saja menjadi hamparan tanah dengan serpihan sisa-sisa gedung perkotaan.
Bencana gempa bumi yang dahsyat itu merubah kehidupan manusia. Banyak korban jiwa yang tertimbun tumpukan reruntuhan.
Namun masih ada yang berhasil selamat dari bencana dahsyat itu. Mereka mencoba untuk kembali menata kehidupan dari nol. Seluruh kepunyaan mereka sirna begitu saja. Segala upaya untuk mengumpulkan harta tak ada artinya lagi.
Pemerintah pun hilang dan tak berlaku lagi. Seluruh aturan yang tertera dan disahkan, melebur begitu saja usai bencana terjadi.
Sejak saat itulah semua orang berusaha untuk bertahan hidup dengan berbagai cara. Aksi kriminal merajalela di mana-mana. Yang berlaku adalah orang terkuat yang akan berkuasa.
Manusia tetap tak bisa hidup secara individu. Sebagai makhluk sosial, mereka hidup berkelompok. Menciptakan komunitas untuk bertahan hidup.
Tidak hanya pasca gempa, mereka juga mengalami krisis kekeringan berkepanjangan. Sulit mendapatkan makanan dan minuman yang layak.
Ada satu perkampungan yang hidup rukun meski terlihat tidak layak dijadikan tempat berlindung. Komunitas itu melakukan sistem barter untuk saling menguntungkan satu sama lain.
Choi Ji-wan dan Nam-san adalah pemburu baik hati yang ada di komunitas kecil itu. Memiliki fisik yang kuat membuat mereka berprofesi sebagai pemburu untuk mengisi kekosongan perut.
Sulit untuk melakukan perburuan di tengah-tengah reruntuhan bangunan yang hancur. Apalagi sedang musim kemarau yang panjang.
Sangat jarang menemukan hewan yang dapat diburu untuk menjadi santapan makan malam yang lezat. Tetapi mereka terus berusaha mencari meskipun harus berjalan berkilo-kilo meter.
Suatu hari, seperti biasa mereka pergi ke tempat transaksi barter. Sekilas nampak seperti sebuah pasar. Masyarakat di komunitas tersebut dapat menjual dan menukar apapun. Sesuai dengan kebutuhan mereka.
Begitu juga dengan Choi Ji-wan dan Nam-san. Mereka menjajakan hasil buruannya yang sangat menggoda.Â
Meski menerapkan sistem barter, Nam-san tahu betul kondisi yang sedang terjadi. Sebagian masyarakat yang bertahan hidup sudah tidak memiliki apa-apa selain semangat mereka untuk terus melanjutkan hidup.Â
Salah satu pelanggan mereka adalah Han Su-na dan neneknya. Han Su-na masih berumur 18 tahun. Setelah bencana itu terjadi, sulit sekali melihat anak kecil dan anak muda bisa selamat daru tragedi itu.
Suatu hari, ada sekelompok dari komunitas lain yang mengunjungi Han Su-na. Mereka menawarkan tempat tinggal yang layak bagi Han Su-na dan neneknya.
Menurut penuturan mereka, komunitas mereka memiliki kehidupan yang sangat layak. Sayangnya, mereka hanya memberi kesempatan kepada anak muda saja untuk meneruskan generasi.
Komunitas mereka tinggal di apartemen yang menjadi satu-satunya bangun yang tersisa pasca gempa bumi itu. Tidak hanya fasilitas apartemen yang lengkap, komunitas itu sama sekali tidak mengalami kekeringan.Â
Mereka berhasil mengelola sumber air dengan baik. Menanam sayur dan buah-buahan segar di area apartemen.Â
Penjagaan dan pengawasan di komunitas tersebut pun sangat ketat. Para militer bersenjata mengelilingi area apartemen. Sudah dapat dipastikan tidak ada yang berani menganggu kenyamanan komunitas itu. Semua orang akan taku melihat para militer bersenjata.
Han Su-na dan neneknya tergiur dengan tawaran itu. Mereka pun ikut bergabung dengan komunitas apartemen itu.
Baru satu hari bergabung, Han Su-na merasa ada yang tidak beres. Bahkan ia tidak mengetahui keberadaan neneknya.Â
Anak-anak yang tinggal di sana seperti diperbudak dan tunduk. Tidak melakukan perlawanan apapun pada seorang dokter yang menjadi pimpinan komunitas itu.
Komunitas apartemen itu dipimpin oleh seorang dokter. Tepatnya satu-satunya dokter yang selamat dari tragedi gempa bumi itu.
Ternyata, dokter tersebut memiliki misi untuk menciptakan makhluk yang tidak bisa mati meski tertusuk, tertembak, ataupun sampai sekarat. Eksperimen itu ia buat untuk menghidupkan putrinya.
Choi Ji-wan dan Nam-san mendengar kabar tersebut. Mereka khawatir dengan keadaan Han Su-na. Tanpa berpikir panjang, mereka pun melakukan aksi penyelamatan.
Aksi penyelamatan itu tidak mudah karena mereka harus melawan manusia kebal yang tidak bisa mati. Sekalipun sudah terkapar, jasad manusia itu akan kembali bangkit menjadi manusia yang super kuat.Â
Secara ide cerita, film ini menawarkan ide cerita yang sangat menarik. Biasanya, virus zombie menyebar lalu berimbas pada kerusakan bumi.
Namun film ini menawarkan cerita yang berbeda. Di mana kehancuran dunia diakibatkan oleh sebuah bencana gempa bumi yang dahsyat. Lalu setelah itu, manusia berpikir untuk mampu bertahan hidup. Salah satu caranya dengan melakukan eksperimen zombie.
Ketika adegan gempa bumi berlangsung sampai keadaan perkotaan yang hancur lebur, mengingatkan saya pada film kiamat 2012. Gambarannya sangat persis seperti itu.Â
Saat adegan itu berlangsung, saya merasa itu bukan gempa bumi. Melainkan akhir zaman atau adegan kiamat yang sering disaksikan penonton di film-film.
Film ini begitu berani menyajikan gambaran kekerasan yang cukup brutal. Meski begitu, bagi saya pecinta film zombie, film ini tidak setegang film zombie pada umumnya.
Meski ada adegan berdarah-darah yang bikin ngeri penonton, tetapi zombie yang ditampilkan pun berwujud manusia biasa. So, sama sekali tidak menyeramkan.
Film Badland Hunters menitik beratkan pada aktor utama kebanggaan Korea Selatan, yaitu Ma Dong-seok. Tak pernah gagal rasanya menonton kualitas aktingnya dalam berbagai judul film.Â
Seperti biasa, Ma Dong-seok selalu menampilkan aksi bela diri yang kerena dipadukan dengan komedi ringan. Aktor laga kebanggaan Korea Selatan ini diimbangi dengan baik oleh Lee Jun-young.
Hadirnya Lee Jun-young membuat film ini terasa ringan meski dipenuhi adegan keras yang berdarah. Keduanya tampil klop mengisi satu sama lain.
Sayangnya menurut saya film ini terlalu cepat dalam alur ceritanya. Dengan durasi yang cukup lama, film ini malah mengesekusi setiap adegan dengan cepat.
Apalagi ketika misi penyelamatan terjadi. Rasanya begitu mudah menaklukkan sang penjahat. Penonton seolah diberi kesempatan untuk mempertanyakan, udah segitu aja?
Visual seekor binatang yang tampil di awal film pun tidak tersaji dengan mulus. Tepatnya ketika kedua pemeran utama memburu. Hewan yang ditampilkan tampak seperti buaya, tapi bisa juga sejenis dinosaurus.
Apapun penamaannya, yang pasti visualnya terlihat sangat dibuat-buat. Baru saja awal cerita, saya sudah dibuat kecewa dengan adegan tersebut.
Meski begitu, film ini masih sangat layak untuk ditonton. Apalagi untuk para pengguna setia Netfilx. Tidak ada salahnya untuk ikut menonton film teratas yang sedang banyak diperbincangkan.
Aksi berkelas Ma Dong-seok tidak pernah mengecewakan para penggemarnya. Kepiawaiannya mampu menutupi kekurangan dalam film ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H