Gedung-gedung tinggi hancur dalam sekejap saja. Tata kota yang mewah berubah begitu saja menjadi hamparan tanah dengan serpihan sisa-sisa gedung perkotaan.
Bencana gempa bumi yang dahsyat itu merubah kehidupan manusia. Banyak korban jiwa yang tertimbun tumpukan reruntuhan.
Namun masih ada yang berhasil selamat dari bencana dahsyat itu. Mereka mencoba untuk kembali menata kehidupan dari nol. Seluruh kepunyaan mereka sirna begitu saja. Segala upaya untuk mengumpulkan harta tak ada artinya lagi.
Pemerintah pun hilang dan tak berlaku lagi. Seluruh aturan yang tertera dan disahkan, melebur begitu saja usai bencana terjadi.
Sejak saat itulah semua orang berusaha untuk bertahan hidup dengan berbagai cara. Aksi kriminal merajalela di mana-mana. Yang berlaku adalah orang terkuat yang akan berkuasa.
Manusia tetap tak bisa hidup secara individu. Sebagai makhluk sosial, mereka hidup berkelompok. Menciptakan komunitas untuk bertahan hidup.
Tidak hanya pasca gempa, mereka juga mengalami krisis kekeringan berkepanjangan. Sulit mendapatkan makanan dan minuman yang layak.
Ada satu perkampungan yang hidup rukun meski terlihat tidak layak dijadikan tempat berlindung. Komunitas itu melakukan sistem barter untuk saling menguntungkan satu sama lain.
Choi Ji-wan dan Nam-san adalah pemburu baik hati yang ada di komunitas kecil itu. Memiliki fisik yang kuat membuat mereka berprofesi sebagai pemburu untuk mengisi kekosongan perut.
Sulit untuk melakukan perburuan di tengah-tengah reruntuhan bangunan yang hancur. Apalagi sedang musim kemarau yang panjang.
Sangat jarang menemukan hewan yang dapat diburu untuk menjadi santapan makan malam yang lezat. Tetapi mereka terus berusaha mencari meskipun harus berjalan berkilo-kilo meter.