Penggemar film horor kembali sumringah atas rilisnya film terbaru dengan genre horor yang berjudul Malam Para Jahanam. Sekilas saat membaca judulnya saja, sudah mengundang unsur seram. Apalagi kalau sampai membayangkan bagaimana sosok hantu dalam film tersebut.
Daripada banyak menerka, lebih baik langsung saja untuk segera datang ke bioskop terdekat. Film Malam Para Jahanam sedang tayang di seluruh bioskop. Tepatnya rilis pada 07 Desember 2023.
Di balik film Malam Para Jahanam, ada sosok sutradara yang mencurahkan segala upayanya termasuk pesan yang ingin disampaikan lewat film ini. Indra Gunawan sebelumnya berhasil menyutradarai remake film Hello Ghost (2023) dalam versi Indonesia. Drama keluarga dibalut komedi ini cukup memberi kesan baik dan menyentuh para penontonnya.
Menariknya, Indra mencoba hal baru dalam dunia film. Tidak mau merasa puas dengan film genre drama komedi, kini beranjak menyutradarai film horor. Lewat film Malam Para Jahanam, kepiawaian dalam dunia film akan teruji.Â
Pasalnya film ini adalah film perdananya dengan genre horor. Jika film ini berhasil mendapatkan perhatian banyak pecinta film horor, sepertinya Indra akan kembali dinantikan memberikan karya di genre horor.
Film Malam Para Jahanam dibuka dengan cerita di Desa Winongo, Jawa Tengah. Mulanya, kondisi di desa tersebut begitu damai. Namun keadaan berubah menjadi memanas mulai tahun 1965. Perubahan yang semakin memanas diakibatkan atas perbedaan ideologi.
Puncaknya, pada saat terjadi aksi saling bantai dua kubu yang berbeda ideologi ini. Terlihat kaum kelompok agamis dengan kelompok komunis saling membantai satu sama lain tak ada ampun. Obor dilemparkan ke rumah-rumah membuat seisi desa panik. Kekacauan semakin menjadi saat api menyambar tubuh warga desa.
Semenjak aksi pembantaian itu, Desa Winongo mendapatkan kutukan. Lebih tepatnya dendam dari kedua kubu belum terbalaskan. Sampai mereka semua mati pun, masih ada kebencian satu sama lain. Setiap tanggal tragedi pembantaian itu terjadi, setiap tahunnya arwah-arwah kembali bangkit. Mereka kembali saling serang. Membantai lawan masing-masing.
Arwah-arwah itu sangat mengganggu aktivitas warga desa. Khususnya mereka jadi ngeri dan takut. Ketakutan bukan hanya karena arwah-arwah menampakkan wujudnya, tetapi karena arwah-arwah memburu warga desa yang ke luar rumah, tidak mau beribadah, bahkan tidak mempercayai kehadiran mereka.Â
Satu persatu banyak yang menjadi korban karena diburu oleh arwah-arwah. Terutama para pendatang baru yang tidak mengenal betul kondisi Desa Winongo.
Tragedi lampau Desa Winongo beralih ke adegan masa sekarang, yaitu tahun 2023. Di mana nampak seorang pemuda bernama Rendi yang diperankan oleh Harris Vriza yang baru saja kehilangan kakeknya. Kakek Rendi dulunya adalah seorang tentara.
Unsur horor yang masuk dalam kehidupan Rendi di mulai pada saat ia menemukan pesan bahwa sang kakek harus dikuburkan di Desa Winongo bersama barang-barang peninggalannya. Desa tersebut adalah tempat bersejarah bagi sang kakek karena pernah bertugas di sana.
Tak ada pilihan bagi Rendi selain mewujudkan amanat sang kakek. Dikejar dengan waktu, Rendi meluncur ke desa tersebut dengan ditemani teman-temannya. Martin dan Siska menemani Rendi untuk mewujudkan amanat dari almarhum kakek Rendi. Martin diperankan oleh Zoul Pandjoul. Â Sedangkan Siska diperankan oleh Amel Carla.
Dalam perjalanan menuju Desa Winongo, banyak sekali hambatan yang terjadi. Seolah alam memberi isyarat agar mereka tidak boleh datang ke desa itu. Dengan bantuan GPS untuk sampai ke tempat yang dituju, mereka tetap mendapatkan kendala. Mulai dari tidak mendapatkan jaringan internet atau sinyal, sampai mobil mereka mogok tepat di depan gapura Desa Winongo.
Memasuki Desa Winongo semakin terasa banyak kejanggalan yang mereka dapatkan. Sampai akhirnya mereka mendapat bantuan dari warga setempat, yaitu Marni yang diperankan oleh Djenar Maesa Ayu. Marni tinggal di rumah klasik bernuansa jawa. Ia tinggal bersama adiknya Dira yang diperankan oleh Aghniny Haque.
Kedatangan Rendi dan teman-temannya bertepatan dengan tanggal tragedi pembantaian. Marni dan Dira menghimbau agar mereka menginap selama tiga hari agar tidak diburu oleh arwah-arwah yang kerap memangsa para tamu.
Rendi dan teman-temannya mencoba bertahan selama tragedi itu berlangsung. Bahkan Rendi dan teman-temannya ikut melakukan ritual bersama Marni dan Dira untuk menghentikan kutukan itu.
Meski dikemas dalam kemasan horor, tetapi sebenarnya film ini dikombinasikan dengan aksi dan sejarah. Arwah-arwah yang kembali bangkit bukanlah jenis hantu yang biasa ada di film-film horor. Bukan sosok pocong atau perempuan berambut panjang dengan baju serba putih. Bukan pula sosok nenek lampir yang menyeramkan.
Lebih tepatnya arwah-arwah yang nampak adalah mayat hidup atau sering disebut zombie. Meski di dalam film tidak disebutkan bahwa itu adalah zombie, tapi penonton akan langsung menyebut arwah itu adalah sejenis zombie.
Untuk penampakan zombie yang ditampilkan, harus diacungi jempol. Penata rias begitu apik hingga penonton bisa menyebut arwah itu adalah zombie yang biasa ditemukan di film-film barat.
Pemilih wujud hantu dalam film ini sangat berbeda dengan film horor pada umumnya. Rupanya ini bisa menjadi unsur yang menarik perhatian penonton. Rasanya jenuh juga jika wujud dari hantu dalam film horor hanya itu-itu saja.
Adegan pembantaian diperlihatkan cukup brutal. Perkelahian dan bahkan saling bunuh lebih dominan menghiasi layar bioskop. Sayangnya, peran dari Aghniny Haque tidak ditonjolkan sebagai tokoh jagoan. Padahal biasanya Aghniny kerap mendapat adegan berkelahi di film-film sebelumnya. Salah satunya yang paling mencolok adalah dalam film Mencuri Raden Saleh (2022).
Begitu beraninya film ini memvisualisasikan kondisi dari tragedi G30S/PKI yang terjadi pada tahun 1965. Amukan massa dalam tragedi itu ditampilkan nyata dan langsung. Pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh menganut ideologi komunis.
Premis baru yang ditawarkan lewat film ini, bahwa kisah sejarah bisa menjadi ide cerita dalam film genre horor. Biasanya film-film horor lainnya hanya mengangkat latar cerita mainstream. Mulai dari arwah gentayangan yang mengganggu pembunuhnya, atau hanya sekadar berlatar tempat angker saja.
Film Malam Para Jahanam seolah ingin mengingatkan agar tragedi kelam itu tidak pernah terjadi lagi di negara kita yang tercinta. Apalagi Indonesia sedang berada di tahun-tahun politik. Di mana sedang menjelang Pemilu 2024.Â
Perbedaan pendapat, perbedaan pilihan, ataupun unsur ketidaksamaan lainnya bukan menjadi alasan adanya perpecahan antar masyarakat atau golongan. Pada intinya, semua masyarakat ingin yang terbaik untuk negeri ini. Jika terjadi perpecahan, akan selalu muncul orang ke tiga yang malah memanfaatkan keadaan.
Sejujurnya masih banyak PR dari film garapan Indra Gunawan ini. Mulai dari alur cerita yang terkadang mudah ditebak penonton, sampai penguatan karakter utama yang sangat kurang bahkan tidak terarah dengan baik. Namun Indra berani mengemas film horor yang berbeda dengan film horor lainnya.
Film horor yang dikombinasikan dengan aksi dan premis sejarah Indonesia menjadi nuansa baru yang dapat dinikmati pecinta film horor. Tidak sampai disitu saja, pada intinya film ini ingin mengingatkan sebuah tragedi kelam yang pernah terjadi. Di mana tragedi itu lebih menyeramkan dari pada film-film horor yang sering kita tonton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H