Terlebih lagi saat itu digambarkan masih dalam keadaan pandemi. Covid-19 tidak hanya mengganggu ekonomi keluarganya, kesehatan suaminya juga terkena imbas. Didit (Dwi Sasono) mengidap bipolar usai bisnisnya bangkrut akibat pandemi.
Sebagai seorang istri, Prani terlihat mengganti peran Didit sebagai kepala keluarga. Apalagi pasien yang mengidap bipolar sering berubah-berubah kondisi atau fase emosinya. Prani berusaha untuk menjaga dan memberi kenyamanan pada suaminya, termasuk tidak menceritakan kesulitan dan masalah yang dia hadapi.
Prani dan Didit memiliki 2 orang anak. Anak pertama adalah Tita yang diperankan Prilly Latunconsina. Tita adalah seorang musisi sekaligus aktivis. Tita kerap menuliskan lagu sebagai bentuk perlawanannya. Namun usai terkena dampak pandemi, Tita sebagai anak sulung mencoba peruntungan dengan menjual baju secara online.
Sedangkan anak kedua dari pasangan Prani dan Didit adalah Muklas yang diperankan Angga Yunanda. Dalam menjalani kehidupan, Tita dan Muklas nampak berbeda.Â
Muklas adalah konten kreator yang khusus memberikan edukasi tentang animal dan sesekali menyelipkan isu kesehatan mental. Keaktifan Muklas di media sosial tidak kaleng-kaleng, karena ia sudah memiliki ratusan followers dalam akun media sosialnya.Â
Meski begitu, nampaknya apa yang terlihat dalam layar ponsel tidak merefleksikan keadaan ekonomi keluarganya yang sebenarnya. Meski sering mendapatkan endorse dari beberapa produk, imbas dari pandemi dan biaya pengobatan bapaknya sangat besar sehingga mengganggu secara keseluruhan perekonomian mereka.
Singkatnya, konflik mulai terjadi saat Prani menegur salah satu pembeli putu yang menyerobot antrean. Sebagai guru BK yang menjunjung tinggi dan mengajarkan budi pekerti untuk siswa-siswanya, Prani mencoba menegur pembeli tersebut. Namun si pembeli tidak terima dan berakhir dengan adu cekcok.
Ponsel yang 24 jam tidak lepas dari tangan manusia memiliki peranan utama dalam menambah masalah baru di keluarga Prani.Â
Saat pertengkaran terjadi, banyak sekali kamera ponsel yang menyoroti peristiwa tersebut. Sampai akhirnya, virallah potongan video tersebut yang hanya berdurasi 20 detik.Â
Sepotong video tersebut menambah bencana baru. Tanpa mencari kebenaran, jari-jari netizen begitu saktinya men-judge bahwa Ibu Prani adalah orang yang tidak berbudi pekerti.
Topik yang diangkat dalam Budi Pekerti begitu relate dengan fenomena yang kerap terjadi saat ini. Film ini bagai tamparan keras bagi kita selaku pengguna media sosial yang masih begitu dangkal dalam menyimpulkan sesuatu hanya dari satu potongan video saja. Padahal, netizen yang tidak terlibat langsung di tempat kejadian tidak memiliki hak untuk menilai salah atau benarnya seseorang.