Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berharap Detektif Netflix Ungkap Dalang Kasus Akseyna

11 Oktober 2023   07:15 Diperbarui: 11 Oktober 2023   07:21 1871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat Wasiat korban tenggelam di danau UI, Akseyna, yang ditemukan di kos-kosannya. (Sumber: Kompas)

Masih terekam jelas dalam ingatan saat menjelajahi kios-kios penjual VCD/DVD film. Harga yang ditawarkan variatif. Rata-rata berkisar enam ribu rupiah. Tapi biasanya khusus anime yang sulit ditemukan, penjual akan mematok harga yang lumayan menguras uang jajan pelajar.

Beralih dari bisnis VCD/DVD film bajakan, trend sewa kaset film mulai bermunculan. Bedanya, kaset yang disewakan adalah original. Jika ingin dapat bonus berupa gratis sewa kaset, maka pelanggan harus membuat member dan melakukan transaksi penyewaan sebanyak 10 kali.

Bisnis sewa menyewa kaset film juga mulai tergerus zaman. Bioskop mulai meluas ke kabupaten-kabupaten kecil. Tidak hanya itu, meluasnya akses internet membuat pengguna dengan mudahnya mendapatkan situs streaming atau download film yang ilegal. Akan ada kalanya situs tersebut tidak bisa diakses karena melanggar UU yang berlaku. Namun di minggu berikutnya, akan muncul situs sejenis. Terus berulang seperti itu.

Lambat laun deklarasi untuk mendukung karya anak bangsa mulai ramai. Salah satunya dengan berhenti menonton film bajakan karya anak bangsa. Kemudahan penggunaan telepon genggam turut menjadi pelopor. Kini, tanpa perlu berangkat ke bioskop, kita sudah bisa menonton film negeri ataupun luar negeri lewat layar ponsel dan bukan film bajakan.

Logo Netflix. (Bloomberg/Krisztian Bocsi via Kompas)
Logo Netflix. (Bloomberg/Krisztian Bocsi via Kompas)

Berbagai platform penyedia layanan streaming bermunculan. Mereka bersaing dari segi keberagaman tontonan yang disediakan dan tentunya harga berlangganan yang berbeda-beda.

Salah satu yang paling nge-trend di Indonesia adalah Netflix. Menawarkan tontonan dalam negeri ataupun luar negeri. Tak mau kalah dengan pesaingnya, Netflix juga turut memiliki series yang khusus hanya bisa diakses di Netflix.

Menariknya, Netflix menawarkan film dokumenter dengan berbagai kasus menarik di berbagai negara. Lain halnya dengan pesaingnya yang nampaknya hanya membuat film dokumenter k-pop saja. Netfilx berani mengangkat isu-isu mencekam, sampai sensitif.

Salah satu film dokumenter yang paling ramai diperbincangkan adalah "MH370: The Plane That Disappeared yang rilis pada tahun 2023 dengan 3 episode. Menguak kasus tahun 2014, yaitu pesawat yang tiba-tiba hilang dari radar dengan membawa 239 penumpang.

Selain itu, baru-baru ini Netflix melirik salah satu kasus dari Indonesia yang memang begitu pelik dan banyak sekali kesimpangsiuran. Film Dokumenter "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso" masih menjadi trending yang diperbincangkan. Dokumenter ini mengulas berbagai pertanyaan tak terjawab terkait persidangan Jessica pada tahun 2016 atas kematian sahabatnya, Mirna.

Detektif Netflix seolah ingin menjelaskan analisa dan hasil temuannya atas kasus kematian Mirna yang membuat Jessica sampai saat ini masih mendekam di jeruji besi. Tentunya berbagai pandangan bermunculan. Detektif-detektif baru juga turut memberi kicauan di media sosial usai menonton dokumenter ini. Pihak-pihak yang terkait dalam kasus ini pun mulai bermunculan di YouTube Channel para selebriti. Pembela Jessica masih bersikukuh bahwa Jessica tidak bersalah dan tidak ada bukti yang membuktikannya bersalah. Pihak yang yakin Jessica bersalah juga tak mau kalah. Mereka beradu argumen dengan mengeluarkan teori serta bukti-bukti yang mereka miliki.

Melihat atensi masyarakat atas efek dari menonton film dokumenter kasus Jessica, membuat pandangan baru bahwa karya jurnalistik dapat diminati dengan bentuk yang berbeda. Menurut Fred Wibowo, film dokumenter termasuk pada karya jurnalistik sebab dalam persiapan sampai penyajiannya menggunakan prinsip-prinsip jurnalistik.

Keberimbangan maupun independensi dalam film dokumenter Jessica menjadi hal yang diperdebatkan. Pihak yang menyalahkan Jessica akan menganggap bahwa Netflix tidak berimbang dan bahkan cenderung berat membela Jessica. Lainnya dengan pihak pembela Jessica yang akan menyatakan bahwa memang seperti itu nyatanya.

Kasus ini nampaknya terlalu sensitif diangkat oleh Netflix. Karena pasalnya Jessica sudah ditetapkan bersalah bahkan masih mendekam di penjara. Masyarakat kini dibuat dilema, apakah hukum memang mempermainkan Jessica atau Netflix hanya ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya?

Danau Kenanga Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat. (Kompas.com/Vitorio Mantalean)
Danau Kenanga Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat. (Kompas.com/Vitorio Mantalean)

Peran Detektif Netflix sepertinya bisa mengungkap dalang dari kasus-kasus lainnya yang ada di Indonesia. Terutama kasus-kasus yang sampai saat ini masih belum mencapai titik simpulan. Salah satunya adalah kasus Akseyna. Sampai saat ini, belum ada pelaku yang dihukum atas meninggalnya Akseyna.

Kembali mengingat kasus Akseyna yang dirangkum dalam kompas.com, 26 Maret 2016, mahasiswa Universitas Indonesia bernama Akseyna Ahad Dori ditemukan tak bernyawa di Danau Kenanga UI. Ace (nama panggilan Akseyna) ditemukan mengambang dengan mengais ransel berisi batu di punggungnya.

Mulanya, Akseyna diduga melakukan bunuh diri karena adanya surat yang ditinggalkan di kostnya. Namun, pihak kepolisian menyatakan bahwa mahasiswa jurusan Biologi Fakultas MIPA ini merupakan korban pembunuhan.

Kasus ini dinyatakan sebagai pembunuhan berdasarkan hasil analisis ahli grafolog yang menyatakan bahwa surat yang ditinggalkan bukan tulisan tangan Ace. Selain itu, usai dilakukan visum, ditemukan luka-luka tidak wajar pada tubuh Ace.

Meski sudah delapan tahun berlalu, Ayah Ace yaitu Mardoto, masih merasa janggal atas kematian anaknya yang tidak pernah mendapatkan titik terang dari pihak berwenang. Mardoto masih aktif membicarakan kasus putranya melalui akun Twitter/X pribadinya.  Masyarakat juga masih memberi tanggapan terkait cuitan Mardoto dan menyampaikan doa-doa baik untuk korban.

Ayahanda Akseyna Ahad Dori alias Ace, Marsekal Pertama TNI Mardoto (tengah). (Warta Kota via Kompas)
Ayahanda Akseyna Ahad Dori alias Ace, Marsekal Pertama TNI Mardoto (tengah). (Warta Kota via Kompas)

Tidak hanya Sang Ayah, akun Instagram @peduliakseynaui masih gemar menyorot kasus ini. Dengan pengikut berjumlah 14,7 ribu, tak ada hentinya akun ini menanyakan ketidakpastian yang berlanjut pada kasus Akseyna.

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) juga masih terus mendesak pengusutan kasus Akseyna. Tepatnya pada 31 Maret lalu, BEM UI melakukan aksi simbolik mengenang delapan tahun kepergian Akseyna di lokasi penemuan jasad Ace.

Kejanggalan kasus Akseyna harus ditinjau kembali. Mungkin dengan kemunculan Detektif Netflix, warganet dapat kembali mengingat dan berbondong-bondong membuat riuh agar kembali dilakukan penyelidikan. Kejanggalan-kejanggalan kasus Akseyna begitu mengherankan. Meskipun kasus Aksesya sudah ditetapkan menjadi kasus pembunuhan, tetapi pihak-pihak berwenang seolah membiarkan kejanggalan-kejanggalan yang ada. Mulai dari kesaksian penjaga kos, surat wasiat palsu yang diduga ditulis oleh dua orang, kamar kost Ace yang ditempati temannya, bahkan cuitan seorang dosen di kampusnya.

Surat Wasiat korban tenggelam di danau UI, Akseyna, yang ditemukan di kos-kosannya. (Sumber: Kompas)
Surat Wasiat korban tenggelam di danau UI, Akseyna, yang ditemukan di kos-kosannya. (Sumber: Kompas)

Mulanya kasus Akseyna terlihat seperti akan ada ujungnya. Dikutip dalam indozone.id, pada 14 Oktober 2016, Kapolresta Depok mengatakan sudah meyakini satu nama pelaku. Namun, polisi masih kekurangan bukti-bukti. Kejanggalan semakin bertambah usai satu setengah bulan Kapolresta Depok mengeluarkan pernyataan tersebut, beliau malah dimutasi.

Meski mungkin kasus Akseyna tidak terlalu menarik di mata dunia. Lain halnya dengan kasus Jessica yang di mana berkewarganegaraan Australia. Tetapi tetap saja, delapan tahun lamanya kasus ini masih belum terungkap dan masih menyisakan kejanggalan serta ketidakpastian.

Mungkin Detektif Netflix dapat turut menemukan dalang dan menjawab kejanggalan dari kasus Akseyna. Penyidik 'mungkin' tidak bisa mengungkap kasus ini. Pihak kampus juga tidak terlihat gerak-geriknya untuk mencari kepastian kasus ini. Maka, peran jurnalis bisa menjadi pencerah. Warganet disajikan tontonan isu-isu intelek yang mengundang pemikiran kritis.

Platform sebesar Netflix tentu akan selalu mendapat atensi dari masyarakat, bahkan dari negara lain. Mungkin kini memang sudah eranya bahwa Detektif Conan ada dalam bentuk film dokumenter dan lebih dapat dipercaya kebenarannya. Sampai saat ini, mungkin hanya bisa berharap pada Detektif Netflix untuk dapat mengungkap dalang kasus Akseyna.

Ilustrasi Netflix.(KOMPAS.com/ Galuh Putri Riyanto) 
Ilustrasi Netflix.(KOMPAS.com/ Galuh Putri Riyanto) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun