Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Saatnya Rekonstruksi Pola Didik Anak di Era Digital

11 Maret 2023   15:08 Diperbarui: 12 Maret 2023   00:16 1304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Remaja turut meramaikan trend yang sedang ramai dengan ikut tari-tarian di TikTok atau konten-konten lainnya. Remaja cenderung kuno atau ketinggalan zaman jika tidak mengetahui kabar terbaru dari media sosial. Jemarinya begitu gatal untuk menyentuh ponselnya.

Eksistensi seorang anak remaja memang penting dalam pergaulan pertemanan. Menjadi eksis di dalam sebuah lingkungan memang menyenangkan. Remaja akan memiliki banyak teman. 

Dikenal oleh lingkungannya, bahkan mungkin dianggap salah satu orang terkenal dalam lingkungannya. Sayangnya, kadang mereka terlalu berlebihan dalam menunjukkan eksistensinya. 

Tanpa sadar, 24 jam dalam sehari dihabiskan hanya untuk berselancar dalam media sosial. Dari bangun tidur sampai menjelang tidur kembali. Waktu yang dihabiskan untuk scroll media sosial lebih banyak dibandingkan untuk belajar, bermain dengan teman, aktif di kegiatan ekstrakulikuler, ataupun quality time bersama keluarga.

"Jadi orang tua itu enggak ada tamatnya, harus belajar terus." Kutipan tersebut harus diterapkan oleh orang tua sekaligus pengajar di sekolah. Gempuran digitalisasi yang kini menjadi tantangan baru dalam membentuk karakter anak. 

Pola didk anak zaman sekarang tidak akan sama lagi dengan dulu. Jika masih menganut pola asuh lama, makan sudah tidak sejalan dengan kondisi dan tantangan yang ada. 

Anak-anak memang dihadapkan pada lingkaran yang menuntut dirinya untuk harus menunjukkan eksistensi. Banyak dari mereka yang merasa gagal mendapatkan perhatian dari lingkungan, membuat mereka melakukan penyimpangan-penyimpangan. 

Sebelum itu terjadi, orang tua sebagai pendidik dan pengajar di rumah harus mengawasi. Tak hanya sekadar mengawasi, orang tua harus mampu menjadi teman bercerita bagi sang anak.

Saat sang anak merasa gagal dalam menunjukkan eksistensi di luar, maka orang tua harus mampu mendorong dan mengarahkan sampai sang anak bisa mengekspresikan dirinya sesuai dengan bidang yang diminati. 

Sudah saatnya kini guru turut mengikutsertakan media sosial dalam tugas atau PR siswa. Dengan begitu, guru bisa membimbing siswa untuk membuat konten-konten positif yang bermanfaat. 

Pertemanan guru dan anak didiknya di media sosial juga menjadi salah satu cara sederhana untuk memberi pengawasan pada aktivitas anak di media sosial. (Siska Fajarrany)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun