Begini Pandangan Saya Terkait Film Dear David....
Berbagai pandangan tentang film ini membanjiri sosial media. Tak tanggung-tanggung, ada yang memberi rating sangat buruk, namun adapula yang memberi rating sangat bagus.
Perlu diingat, ada beberapa part yang sepertinya terabaikan oleh sebagian penonton. Salah satunya adalah cerita fiksi Laras yang penuh gairah. Sebenarnya, isu yang diangkat sangat relate dengan keadaan masa kini. Kita dapat dengan mudah mendapatkan cerita dewasa yang tersedia gratis di berbagai platform menulis. Fatalnya adalah jika cerita-cerita tersebut dibaca oleh anak yang belum pantas untuk membacanya. Anak yang masih belum bisa membedakan mana yang benar dan salah. Anak juga cenderung masih memiliki dunia fantasinya sendiri. Tidak menutup kemungkinan ia akan membuat fantasi dari bahan bacaannya. Karena pada dasarnya dia masih tidak mengerti akan apa yang ia baca. Parahnya lagi karena rasa penasaran yang tinggi membuat sang anak mempraktikkannya tanpa berpikir panjang.
Laras sang penulis cerita fantasi tersebut juga turut memikirkan hal tersebut. Terlihat bahwa tulisannya hanya bisa diakses oleh dirinya sendiri atau bersifat private. Namun atas keteledorannya karena menggunakan komputer sekolah untuk menulis fantasi yang membuat akun blog cerita fantasinya gagal ter-log out.
David yang menjadi objek fantasi Laras memberikan respons yang terlihat biasa saja. Sepertinya dari awal David sudah tahu bahwa Laras menyimpan hati untuknya. Terlebih lagi usai dirinya menelaah cerita fantasi tersebut, ternyata ada kesamaan dengan beberapa periswtiwa antara dirinya dengan Laras. David hanya emosi sesaat saat menegur Laras akan tulisannya. Lalu semuanya berlalu begitu saja usai adanya kesepakatan bahwa Laras akan membantu David dekat dengan Dilla yang merupakan mantan sahabatnya.
Respons David tersebut cukup menuai kekesalan penonton. Seolah David tidak peduli meski dirinya menjadi objek fantasi seseorang. Perlu diingat bahwa David hanyalah anak SMA. Sepertinya David masih kurang edukasi terkait bentuk-bentuk pelecehan atau kekerasan seksual. Apalagi pelecehan yang dilakukan oleh teman-temannya di ruang ganti baju, sepertinya tidak membuat David trauma. Hanya kesal, sedih, marah, malu pada saat pelecehan itu terjadi.
Menariknya dari film ini, tidak hanya menceritakan tentang Laras. David si bintang lapangan turut memiliki peran tersendiri. Sama seperti Laras yang menyimpan rahasia terkait blog fantasinya, David pun memiliki sebuah rahasia. Bahkan ayahnya saja tidak mengetahui rahasia David. David kerap mengalami panik attack atas imbas emosi tidak stabil yang sering ditunjukkan ibunya.
Tak hanya tentang Laras dan David, Dilla juga selama ini menyimpan rahasia. Perpecahan persahabatan antara Dilla dan Laras terjadi karena Dilla merasa tersakiti selama dengan Laras. Padahal Laras merasa tidak pernah menyakiti Dilla. Hal itu karena ternyata Dilla menaruh rasa sayang lebih dari sahabat kepada Laras. Dilla tidak bisa menjadi dirinya sendiri karena lingkungan tidak akan mau menerimanya.
Film ini mengajarkan untuk mencintai dan menerima diri sendiri. Kebanyakan dari kita harus memakai topeng untuk tampil di hadapan orang banyak. Menyembunyikan jati diri sebenarnya karena takut dianggap aneh. Padahal perbedaan adalah hal yang lumrah terjadi.
David mulai menerima gangguan panik attacknya dan perlahan berobat ke psikolog bersama Ayahnya sehingga tidak lagi mengganggu aktivitas bolanya. Dilla yang menerima dirinya dan perlahan menemukan orang yang 'sama' dengannya.
Begitu pula dengan Laras yang lantang berkata bahwa dia tidak salah menuliskan cerita fantasi tersebut karena itu untuk konsumsi pribadinya. Laras hanya perempuan yang sedang jatuh cinta dan memiliki gairah. Dan itu bukanlah sebuah kesalahan. Mungkin itu yang membuat David akhirnya jatuh hati pada Laras. Seperti adegan sebelumnya, David mengaku bahwa dia menyukai Dilla karena melihat Dilla adalah perempuan yang bebas. Dilla terlihat menjadi dirinya sendiri. Tapi siapa sangka, ternyata selama ini Dilla juga menyembunyikan karakter aslinya. Sedangkan Laras mengambil keputusan untuk lantang berkata di depan seluruh teman satu sekolahnya bahwa dia tidak merasa bersalah menjadi dirinya sendiri.